SUKABUMIUPDATE.com - Saat pertama kali memasuki pasar pada akhir 2000-an, vaping atau rokok elektrik diyakini sebagai alternatif yang lebih aman daripada rokok tembakau. Namun ternyata, bukti menunjukkan sebaliknya.
Menukil penjelasan www.thehealthy.com, Senin, 8 November 2021, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) telah menghitung hampir 3.000 kasus penyakit paru-paru yang disebabkan vaping atau dikenal sebagai EVALI.
Dalam statistik yang dikumpulkan oleh 29 negara bagian, badan tersebut telah mencatat 68 kematian, dan vaping dapat memperparah gejala Covid-19 bahkan berpotensi menyebabkan kasus yang parah dan meningkatkan risiko kematian akibat virus corona baru.
Selain mematikan, vape juga membuat ketagihan. Vaping dengan JUUL bisa sama berbahayanya dengan satu bungkus rokok sehari. Selain nikotin, lusinan bahan kimia dan perasa lainnya terkandung saat Anda menghirup liquid dari katrid yang terpasang pada perangkat vaping.
Berbagai pilihan rasa liquid yang beragam seperti permen karet, kopi, strawberry, mangga, mint, dan lainnya, membuat remaja hingga anak-anak tertarik menggunakan vape. Menurut Surgeon General AS, penggunaan vape pada siswa sekolah menengah naik sekitar 900 persen pada 2011 dan 2015.
Bagi beberapa orang, mencoba untuk berhenti menggunakan vape sama sulitnya dengan berhenti merokok. Tetapi, ketika Anda memutuskan berhenti menggunakan vape, tubuh akan merasakan beberapa manfaat, derikut lima di antaranya:
1. Perbaikan Kardiovaskular
Manajer proyek Med Alert Help, Nikola Djordjevic mengatakan, hanya dalam 20 menit, detak jantung kembali normal, tekanan darah turun, dan sirkulasi Anda pun mulai normal ketika mulai berhenti menggunakan vape.
Selain itu, pernapasan Anda juga dapat membaik. Sebab, dua bahan utama yang terkandung dalam rokok elektrik yaitu propilen glikol dan gliserin nabati, menghasilkan bahan kimia saat dipanaskan yang dapat merusak saluran pernapasan Anda.
Menurut penelitian yang diterbitkan pada 2018 di International Journal of Environmental Research and Public Health, "Ketika Anda berhenti dari vaping, Anda akan menemukan pernapasan Anda menjadi lebih ringan dan aliran udara Anda lebih jernih," kata Caleb Backe, pakar kesehatan dan kebugaran bersertifikat untuk Maple Holistics.
2. Penarikan Nikotin
Nikotin bersifat adiktif, Anda mungkin mengalami beberapa gejala ringan dan sementara. "Gejala penarikan nikotin akut dapat bersifat psikologis dan fisik," kata Djordjevic.
Gejala psikologis dapat mencakup keinginan untuk menggunakan nikotin, perubahan suasana hati, kesulitan berkonsentrasi, cepat marah, dan kecemasan. Gejala fisik termasuk "sakit kepala, berkeringat, tremor, insomnia, nafsu makan meningkat, keram perut, dan sembelit," tambah Djordjevic.
3. Risiko Serangan Jantung Turun
Menurut sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan dalam American Journal of Preventive Medicine, penggunaan rokok elektrik setiap hari dapat menggandakan risiko seseorang terkena serangan jantung. Namun, jika Anda berhenti, risikonya mulai turun dengan sangat cepat.
"Setelah hanya satu hari, risiko serangan jantung Anda mulai berkurang berkat penurunan tekanan darah, peningkatan kadar oksigen darah, dan mengurangi pengaruh negatif pada kadar kolesterol dan pembentukan bekuan darah," kata Djordjevic.
4. Indra Mulai Membaik
Vaping, seperti merokok, dapat menumpulkan indra Anda, mengurangi kemampuan Anda untuk mencium dan merasakan. Setelah hanya 48 jam tanpa mengisap, Anda mungkin mulai melihat kemampuan untuk merasakan dan mencium makanan telah meningkat.
5. Menurunkan Risiko Kanker
Sebuah studi tahun 2017 yang diterbitkan dalam Scientific Reports menunjukkan bahwa rokok elektrik atau vaping dapat menyebabkan perubahan DNA dan mutasi genetik yang dapat meningkatkan risiko kanker.
Jadi, semakin lama Anda menghindari rokok elektrik, semakin sehat tubuh Anda. "Setelah satu dekade, risiko kanker paru-paru berkurang hingga 50 persen, serta risiko kanker pankreas, mulut, dan tenggorokan," ucap Djordjevic.
Setelah 15 tahun, risiko Anda terkena penyakit jantung koroner menjadi sama dengan orang yang tidak merokok. Hal yang sama berlaku untuk risiko terkena kanker pankreas.
KONTRIBUTOR: AURA ALYA KAUTSAR