SUKABUMIUPDATE.com - Sebagai spot wisata baru di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, Gunung Wayang terus berbenah. Berada di kaki gunung salak, agrowisata ini dulunya adalah kebun teh PTPN VIII yang lahannya disisihkan karena warga menolak komoditas sawit.
Gunung Wayang menyedot perhatian karena dibangun dengan konsep perpaduan Bali dan Sunda. Ada gerbang besar bergaya bali yang menjadi ikon utama, namun jika dilihat lebih dekat, ukirannya itu bernuansa sunda.
Kurang lebih setengah tahun ke belakang, spot ini mulai ditata. Penggeraknya adalah BUMDes Gunung Endut Kecamatan Kalapanunggal Kabupaten Sukabumi. Tawaran utama spot ini adalah panorama dataran tinggi.
Kekinian, pengelolah mulai merancang penyediaan sejumlah wahana agar pengunjung betah berlama-lama, khususnya keluarga. "Konsep agrowisata karena akan dikembangkan sejumlah kebun buah dan arena berkuda yang bisa dinikmati oleh pengunjung," jelas Ketua BUMDes Gunung Endut, Bayu Rahmat kepada sukabumiupdate.com, baru-baru ini.
Saat ini tiket masuk Gunung Wayang itu Rp 5000 per orang dewasa, anak-anak dibawah 5 tahun gratis. Disediakan tempat parkir yang memadai dan juga sejumlah shelter untuk beristirahat.
Pengunjung juga dapat menikmati berbagai jajanan yang bisa ditemui di Food Court yang sudah disediakan. Tempat parkir wisata tersebut juga cukup luas, tidak perlu khawatir untuk pergi menggunakan motor maupun mobil.
Taj hanya itu fasilitas toilet hingga mushola juga sudah tersedia. "Beroperasi hingga pukul 22.00 WIB, kita tengah mempersiapkan lebih banyak penerangan lampu agar bisa dinikmati selama 24 jam oleh pengunjung," lanjut Bayu.
Ia kemudian bercerita kenapa spot ini dikelola oleh Badan usaha Milik Desa? Salah satu tujuannya ada pemberdayaan masyarakat, meningkatkan perekonomian warga di Desa Gunung Endut dan sekitarnya.
"Kita mengakomodir warga baik pekerja maupun yang ingin berdagang baik makanan khususnya kerajinan. Penyerapan tenaga kerja masih rendah karena memang belum rampung, jika spot ini selesai maka anak muda setempat menjadi prioritas," bebernya.
Bayu juga menceritakan bagaimana perjuangan untuk mendapatkan pengelolaan kawasan ini. Mulai dari tahun 2017, dimana dulunya kawasan ini adalah kebun teh, yang kemudian akan dijadikan kebun sawit oleh PTPN VIII.
Warga menolak seluruh area dijadikan kebun sawit, bahkan izin lingkungan dari pemerintah desa sempat tidak dikeluarkan. "PTPN ingin sawit, masyarakat menolak karena berhubungan dengan dampak lingkungan khususnya air," bebernya.
Dari sana muncul negosiasi panjang, yang akhirnya dipisahkan 8,4 hektar lahan untuk konservasi dan tidak ditanami sawit. "Sejak penanaman sawit pada tahun 2014 lahan sempat kosong selama 3 tahun hingga 2017. Akhirnya Pak kades mendorong menjadi lokasi agrowisata setelah terinspirasi dari kunjungan ke Bali. Tujuannya menciptakan objek pemberdayaan perekonomian masyarakat dan income bagi desa," pungkas Bayu.