SUKABUMIUPDATE.com - Massa dari gabungan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sukabumi Raya bersama massa dari Serikat Petani Indonesia (SPI) berunjukrasa menuntut lahan HGU atau HGB yang tidak produktif untuk ditetapkan sebagai tanah yang terlantar.
Unjukrasa tersebut digelar di Kantor Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Sukabumi di Jalan Suryakencana, Kelurahan dan Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Jumat (24/9/2021).
Ketua GMNI Sukabumi Raya Anggi Fauzi mengatakan perlunya peran dari pada civil society untuk bagaimana memperjuangkan keadilan untuk kaum kaum yang tertindas oleh sistem.
"Atas dasar hal tersebut, Kami masyarakat, mahasiswa dan petani menuntut untuk sSegera tetapkan HGU/HGB yang tidak produktif sebagai tanah yang terlantar," ungkap Anggi.
Lahan terlantar tersebut diantaranya HGB PT. Papan MAS Sejahtera di Kecamatan Kadudampit. Ketentuan pelepasan lahan minimal 20% bagi HGU yang telah berakhir seperti lahan HGU PT. Pasir Salam Kecamatan Nyalindung, HGU PT. Djasulawangi di Kecamatan Nagrak dan PTPN VIII Goalpara.
"Evaluasi semuanya serta bebaskan tanah HGU, HGB dan Hak Pakai (HP) untuk kaum tani," imbuhnya. Lanjut Anggi, harus ada transparansi informasi tentang titik Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di Kabupaten Sukabumi.
"Harus ada peran GTRA dalam hal ini Bupati Sukabumi untuk penyelesaian konflik Agraria. Jangan ganggu tanah yang sudah dikerjakan kaum tani," papar Anggi. Selesaikan tiga titik Prioritas 2021 yang diintruksikan mendagri untuk penyelesaian konflik agraria di Sukabumi.
Ketua SPI Kabupaten Sukabumi, Rozak Daud menyatakan berdasarkan keputusan Presiden RI Soekarno Nomor 169 Tahun 1963 tanggal 24 September ditetapkan sebagai peringatan Hari Tani.
Baca Juga :
Penetapannya bertepatan dengan tanggal pengesahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).
UUPA 1960 merupakan spirit dan menjadi dasar dalam upaya perombak struktur agraria Indonesia yang timpang dan sarat akan kepentingan sebagian golongan akibat warisan kolonialisme di masa lalu.
"Langkah-langkah untuk mempercepat implementasi reforma agraria telah diambil, seperti Perpres nomor 88/2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan hutan dan Perpres nomor 86/2018 tentang reforma agraria," ulas Rozak.
Hanya saja, lanjut Rozak, realisasi dari kedua peraturan ini belum sesuai dengan harapan. Program reforma agraria di Indonesia sendiri belum menunjukkan keberhasilan dalam konteks merombak ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia.
Seharusnya ATR/BPN Segera menetapkan HGU/HGB yang tidak produktif untuk ditetapkan sebagai Tanah Terlantar. Upaya konfirmasi sudah dilakukan Sukabumiupdate.com terkait tuntutan massa pengunjukrasa. Namun hingga berita ditulis, belum ada pernyataan resmi dari pihak ATR/BPN.