SUKABUMIUPDATE.com - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut akan ada jalan di Sukabumi yang diberi nama Eddy Sukardi. Informasi ini ditulis Emil dalam keterangan foto dirinya bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto. Foto tersebut ia unggah pada Sabtu, 5 Juni 2021 di akun Instagram pribadinya. Emil mengatakan Eddy Sukardi masih berkerabat dengan Airlangga Hartarto.
Ridwan Kamil juga menjelaskan foto dirinya dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto itu diambil saat Airlangga dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berkunjung ke Bandung untuk membahas strategi dan progres perkembangan pemulihan ekonomi Jawa Barat selama Covid-19 yang menurut Emil sudah membaik.
"Juga melaporkan bahwa akan ada nama jalan di Sukabumi Jawa Barat yang diberi nama Jalan Eddy Sukardi, pahlawan Jawa Barat, yang kebetulan adalah pakde atau uwa dari Pak Airlangga dari pihak ibu," tulis Emil. Belum diketahui secara pasti di mana lokasi jalan tersebut.
Siapakah Eddy Sukardi?
Pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah mengatakan Letnan Kolonel (Purn) Eddy Sukardi -- sebelumnya ditulis Eddie Soekardi -- merupakan Komandan Resimen III Tentara Keamanan Rakyat membawahi Sukabumi dan Cianjur yang lahir pada 18 Februari 1916. Eddy Sukardi adalah putra R.H. Didi Sukardi (pejuang yang juga Ketua Partai Indonesia Raya Sukabumi). "Dilatih anggota Pembela Tanah Air atau PETA saat Jepang masuk," kata Irman kepada sukabumiupdate.com, Minggu, 6 Juni 2021.
Irman yang juga penulis buku Soekaboemi the Untold Story menuturkan saat Indonesia merdeka, Eddy terpilih menjadi ketua Badan Keamanan Rakyat dan memimpin empat batalion. Eddy pun mengambil alih tempat strategis di Sukabumi dari Jepang. Irman menyebut saat itu Jepang harus menyerahkan tempat tersebut kepada sekutu. Namun rakyat melakukan pengambilalihan sendiri.
"Untuk menghindari kesalahan dan pertumpahan daerah, seorang Butaicho Jepang meminta melakukan perang bohongan agar tidak disalahkan sekutu," kata Irman yang kini aktif sebagai Kepala Riset dan Kesejarahan Soekaboemi Heritages. "Sehingga terjadi perang-perangan dan merampas semua peralatan Jepang. Ayahnya memberikan bahan pakaian untuk tentara," tambah dia.
Eddy Sukardi dan Perang Bojongkokosan
Sukabumi menjadi lokasi perlawanan pribumi terhadap Inggris yang mengakibatkan tank legendaris Perang Dunia II hancur. Eddy Sukardi pun menjadi aktor dalam kisah bersejarah itu.
Eddy layak bangga karena sebagai Komandan Resimen III Tentara Keamanan Rakyat pada 1945-1946 berhasil menyusun strategi yang membuat tentara Inggris (berpengalaman di palagan Burma, Malaya, dan Singapura) kocar-kacir di sepanjang jalur Bojongkokosan, Sukabumi, dan Cianjur pada Desember 1945 hingga Maret 1946.
Peristiwa tersebut membuat Inggris mengalami kekalahan parah dan menyebabkan ratusan serdadunya gugur, luka-luka, hingga 150 kendaraan tempur mereka hancur (termasuk tank Sherman yang terkenal legendaris dalam Perang Dunia II).
Pada akhir April 2014 Eddy menuturkan taktik hit and run dan pengarahan sniper di sepanjang jalur peperangan merupakan strategi yang digunakanannya dalam melawan Inggris. Bahkan dalam suatu pertempuran, salah satu pimpinan batalion Inggris berhasil ditewaskan.
Apa yang dikatakan Eddy juga selaras dengan catatan dalam buku The Fighting Cock: The Story of The 23rd Indian Division karya Kolonel A.J.F. Doulton. Dalam buku tersebut Doulton bercerita tentang seramnya "neraka Sukabumi-Cianjur bagi militer Inggris". "Inilah Perang Jawa sesungguhnya bagi kami," tulis Doulton. Setelah lulus dari PETA, Eddy kemudian ditempatkan di Palabuhanratu.
"Sesudah proklamasi beliau menjadi Wakil Ketua Badan Keamanan Rakyat atau BKR, lalu menjadi Ketua BKR dan terlibat dalam pengambilalihan kekuasaan di Sukabumi. Saat itu Inggris mengalihkan jalur perbekalan lewat Sukabumi karena diserang di Jalur Cikampek," kata Irman.
Melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, Badan Keamanan Rakyat kemudian diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat dan setelah mengalami beberapa kali perubahan nama, akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia. Irman menjelaskan Perang Konvoi (Perang Bojongkokosan) melawan Inggris berlangsung selama dua kali: Desember 1945 dan Maret 1946.
Salah satu penyebab terjadinya Perang Konvoi I adalah karena Inggris tidak melibatkan Tentara Keamanan Rakyat dalam mengembalikan para tawanan dan perbekalan. Padahal sebelumnya Inggris dan Indonesia bersepakat bahwa akan melibatkan Tentara Keamanan Rakyat dalam pengembalian tawanan dan perbekalan tersebut. Irman mengatakan yang dimaksud para tawanan adalah orang-orang Eropa yang sebelumnya ditahan oleh Jepang.
"Saat Jepang kalah, namun sekutu belum datang, para tawanan masih di bawah pengawasan Jepang dan sebagian di bawah pengawasan pemerintah setempat. Nah dalam pengembalian tawanan itu, sayangnya Inggris tidak mematuhi kesepakatan dan main kirim-kirim saja melewati area kekuasaan Tentara Keamanan Rakyat. Bahkan mereka sempat pula mengambil tawanan di Ubrug tanpa sepengetahuan Tentara Keamanan Rakyat dan pemerintah setempat," papar Irman. Sementara penyebab Perang Konvoi II adalah untuk mencegah Bandung dikuasai Inggris.
Irman juga merinci titik yang menjadi lokasi Perang Konvoi. Ia mengatakan Perang Konvoi I terjadi di Bojongkokosan, Kampung Ongkrak Pamuruyan, Karangtengah Cibadak, Degung Kota Sukabumi, dan Sukaraja. Sedangkan Perang Konvoi II terjadi di Kampung Ongkrak Pamuruyan, Cikukulu, Degung Kota Sukabumi, Sukaraja, Gekbrong Cianjur, Cikaret, dan Ciranjang. "Saat Perang Konvoi I Cibadak dibombardir pesawat Inggris," ujarnya.
Selain di Sukabumi, pasukan Inggris juga dibuat tidak berdaya di Cianjur. Soeroso disebut menjadi pimpinan gerilyawan kota yang berhasil mengganggu pergerakan Batalion 3/3 Gurkha Rifles (kesatuan elite militer Inggris yang diperkuat orang-orang Gurkha) dari Bandung ke Sukabumi.
Bersama gerilyawan lain, Lasykar Barisan Banteng Republik Indonesia cabang Cianjur-Sukabumi pimpinan Soeroso menyerang Batalion 3/3 Gurkha Rifles yang diperkuat tank Sherman, panser Wagon, brencarrier, dan sejumlah truk berisi pasukan.
Meski hanya menggunakan molotov cocktail (bom sederhana yang terbuat dari botol yang diisi bensin dan disertai sumbu) dan sejumlah pucuk senjata, mereka berhasil melakukan serangan terstruktur dari sudut-sudut pertokoan dan lorong-lorong rumah yang berderet di sepanjang pusat kota Cianjur.
Bagi para serdadu Gurkha Rifles, situasi tersebut cukup membingungkan dan mereka hanya bisa bertahan dan membalas serangan itu sekenanya dari balik kendaran-kendaraan tempur. Ketidakberdayaan salah satu satuan elite militer Inggris dalam Perang Dunia II tersebut menjadi bukti bahwa orang-orang Indonesia mengalami kemajuan dan semakin militan. Eddiy sendiri mencatat keberlangsungan perang itu dari perspektif tentara Indonesia.
Dalam Perang Konvoi Sukabumi-Cianjur 1946 tersebut, lelaki kelahiran Sukabumi ini menulis bahwa faktor paling signifikan yang menyebabkan unggulnya Tentara Keamanan Rakyat dan lasykar adalah semangat tinggi dan bantuan rakyat.
Setelah menaklukan Inggris di Sukabumi, karier militer Eddy melejit. Selepas menjabat Kepala Staf Brigade Guntur di Tasikmalaya, ia didapuk menjadi Komandan Brigade 14 Divisi Siliwangi dan sukses memadamkan perlawanan Front Demokrasi Rakyat Partai Komunis Indonesia di Kedu, Jawa Tengah. Namun sayang, saat kembali ke Jawa Barat pasca long march Divisi Siliwangi pada 1948, Eddy ditangkap militer Belanda di Ciamis.
Penangkapan tersebut membuat heboh Divisi Siliwangi dan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia di Yogyakarta. Namun menurut versi buku Siliwangi dari Masa ke Masa, Eddie sebenarnya tidak ditangkap, tetapi secara sepihak tanpa koordinasi dengan Panglima Divisi dan pimpinan Tentara Nasional Indonesia melakukan gencatan senjata dengan militer Belanda di Ciamis.
Selepas perang Eddy sempat menjadi panglima di Kalimantan. Namun ia mengakhiri karirnya sebagai tentara pada 1957 dengan pangkat kolonel. Selanjutnya ia banyak berkiprah di dunia bisnis.
Pada 5 September 2014, Eddy menghembuskan napas terakhirnya di Bandung. Meski tidak banyak orang tahu mengenai perjuangannya, namun sejarah mencatat bahwa ia adalah salah satu komandan gerilyawan Indonesia yang disegani militer Inggris pada 1946.