SUKABUMIUPDATE.com - Publik Myanmar yang melakukan aksi unjuk rasa menolak kudeta militer di negaranya, kini memiliki cara baru dalam mengekspresikan keinginannya. Mereka membuat tato sebagai bentuk perlawanan.
Tato yang dipilih masyarakat Myanmar ini memiliki motif beragam, mulai dari gambar Aung San Suu Kyi, frasa Revolusi Musim Semi, Kebebasan dari Ketakutan, hingga simbol tiga jari. Pilihan motif bisa bertambah karena seniman tato di negara ini terus berkreasi. Bukan tidak mungkin tato sentimen anti-China juga menjadi bagian dari motif yang ditawarkan.
Pada awalnya mereka merajah diri. Tindakan itu pun dianggap sebagai bentuk solidaritas terhadap aksi pembangkangan sosial (CDM) dan pengunjuk rasa yang dilakukan minoritas Intha. Namun kemudian, sejumlah pemuda Intha menjajakan jasa tato dengan pilihan motif terbatas yang dibanderol biaya dua dolar Amerika Serikat atau sekira Rp 28 ribu.
Layanan ini digelar satu hari sejak militer mengambil alih kekuasaan Myanmar. Pekerja kerah putih dan biru, serta petugas medis di seluruh negeri pun akhirnya menyerukan pembangkangan sipil. Semua uang jasa tato dikumpulkan untuk membantu gerakan perlawanan itu.
Entah sudah berapa orang memilih ditato. Yang pasti, seniman tato bermunculan di seluruh kota dan orang-orang rela menahan sakit untuk mendapatkan seni ini di tubuhnya.
"Saya sangat kesakitan saat ditato," kata seorang wanita penduduk Yangon yang tak menyebut nama. "Tapi lebih sakit ketika masa depan kita berada di bawah militer."
Wanita ini memilih frasa 'Kebebasan dari Ketakutan'. Tato tersebut terletak di bagian tubuh yang tertutup baju. Rekan lainnya memilih bagian tubuh yang dapat dilihat untuk tato perlawanan, misal leher, lengan, atau wajah.
"Kami ingin menunjukan kepada generasi saat ini bagaimana menyingkirkan militer dari kekuasaan," kata seorang penduduk Yangon lainnya.
Banyak seniman tato menolak dibayar. Ada pula yang meminta mereka untuk memasukkan sejumlah uang ke dalam kotak sumbangan setelah ditato.
Tato memang hidup dalam tradisi semua etnis di Myanmar, kecuali Muslim Rohingya dan sebagian kecil penduduk non-Rohingya yang memeluk Islam. Di negara bagian China, wanita merajah diri sampai akhirnya pemerintah melarang.
Tentara dan polisi Myanmar berupaya menindak tegas seniman tato yang merajah masyarakat. Akibatnya, seniman tato lainnya beroperasi diam-diam di tengah permukiman.
"Mereka mengancam kami dengan senjata, tapi tato mengancam mereka selamanya," kata seorang seniman tato di Yangon. "Jadi kita harus menyingkirkan ketakutan untuk memenangkan revolusi."