SUKABUMIUPDATE.com - Kebijakan perizinan investasi bagi industri miras (minuman keras) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal menuai polemik di masyarakat. Namun terlepas dari itu, Sukabumi ternyata memiliki kisah menarik soal tuak, sejenis minol (minuman beralkohol) khas nusantara.
Minuman tradisional ini biasanya terbuat dari fermentasi beras (biasanya beras ketan) menggunakan ragi dan enzim yang secara alami tersedia dalam ragi. Enzim sendiri bekerja dengan cara memecah pati dalam beras menjadi gula dan ragi mengubah gula menjadi alkohol, yang merupakan proses fermentasi tersebut.
Pembahasan soal kisah minuman keras asli Indonesia ini kembali mencuat setelah pemerintah menerbitkan perizinan investasi miras di Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang ditandatangani Joko Widodo pada 2 Februari 2021. Perpres ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Palabuhanratu dan Bisnis Anggur Era VOC
Sebelum bernama Palabuhanratu, wilayah ini dulunya bernama Wijnkoopsbaai yang artinya teluk anggur. Professor Veth mengungkapkan bahwa nama Wijnkoopsbaai berasal dari pedagang bernama Jan Jacobz yang melakukan bisnis anggur di Palabuhanratu pada masa Vereenigde Oostindische Compagnie alias VOC, atau tepatnya tahun 1626.
Pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah menjelaskan bahwa penamaan tersebut tidak terlepas dari apa yang menjadi komoditas utama Wijnkoopsbaai pada saat itu sebagai pelabuhan perdagangan internasional. "Pada 31 Mei 1858 dan 20 Oktober 1859 (Staatsblads nomor 65 dan 79) secara bertahap Palabuhanratu (Wijnkoopsbaai) dibuka untuk perdagangan internasional secara resmi," katanya kepada sukabumiupdate.com, Senin, 1 Maret 2021.
Irman yang juga penulis buku Soekaboemi the Untold Story ini menuturkan, di wilayah Palabuhanratu atau Wijnkoopsbaai juga saat itu tercatat ada pegunungunan yang disebut Vijncoopsbergen, perkebunan kelapa dan aren yang menjadi bahan baku untuk memproduksi tuak.
Sehingga sejarah mencatat bahwa pesisir selatan Sukabumi menjadi wilayah yang memproduksi sekaligus pengirim tuak kelapa atau aren. Meski ada pendapat lain dari AG Voderman yang menegaskan bahwa nama pegunungan tersebut berasal dari tuak atau anggur kelapa yang ditanam dan dipanen di sekitar pantai, sehingga orang Portugis menyebutnya Wijncoops Mountain. "Jadilah namanya Wijnkoopsbaai," sambung pria yang juga masih aktif sebagai pengurus Soekaboemi Heritages tersebut.
Perkebunan kelapa di sepanjang pesisir Sukabumi hingga ke perbukitan ini masih berdiri hingga sekarang. Walaupun kekinian perkebunan kelapa tersebut sudah tidak lagi memproduksi tuak, ciu, atau minuman serupa yang mengandung alkohol.
Perkebunan-perkebunan kelapa ini sekarang hanya memproduksi gula kelapa atau makanan dan minuman dengan bahan baku kelapa. Kalau pun ada yang berbentuk cairan, tetap hanya berfungsi sebagai pemanis atau gula. Namanya gula nira, kelapa cair organik yang diproduksi warga Kecamatan Ciracap untuk bahan baku minuman sirup.
Namun ada saja, oknum warga yang memanfaatkan cara membuat tuak atau ciu dari kelapa ini untuk dijadikan miras oplosan dan dijual bebas kepada penikmatnya. Seperti yang diberitakan sukabumiupdate.com, tahun 2018 silam puluhan bungkus miras oplosan dan 10 jeriken ciu atau tuak ukuran 30 liter diamankan petugas Polsek Palabuhanratu dari sebuah rumah kontrakan pada Minggu petang tanggal 26 Agustus.
Kini, pemerintah tengah menghadapi penolakan yang kuat terhadap Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Pasal 2 ayat (1) peraturan ini memang menyatakan bahwa semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Selanjutnya Pasal 3 ayat (1) menjelaskan sejumlah kelompok bidang usaha terbuka tersebut, yakni a. Bidang usaha prioritas; b. Bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan koperasi dan UMKM; c. Bidang usaha dengan persyaratan tertentu; dan d. Bidang usaha yang tidak termasuk dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.
"Bidang Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat diusahakan oleh semua Penanam Modal," tulis Pasal 3 ayat (2) di Perpres ini. Sehingga mengacu kepada kelompok atau kategorisasi tersebut, perizinan investasi miras masuk ke dalam bidang usaha dengan persyaratan tertentu.
Siapa Saja yang Bisa Investasi Miras?
Dikutip dari website resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Pasal 6 ayat (1) Perpres Nomor 10 Tahun 2021 menyatakan bahwa bidang usaha dengan persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c merupakan bidang usaha yang dapat diusahakan oleh semua penanam modal, termasuk koperasi dan UMKM yang memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain persyaratan penanaman modal untuk penanam modal dalam negeri, persyaratan penanaman modal dengan pembatasan kepemilikan modal asing, dan persyaratan penanaman modal dengan perizinan khusus.
Sementara daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu yang merinci bidang usaha, klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia, dan persyaratannya, tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perpres tersebut. Lampiran III ini memuat daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu yang meliputi 46 bidang usaha.
Bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol ada pada urutan 31. Investasi di bidang ini bisa dibuka dengan syarat: a. Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat; b. Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
Kemudian di urutan 32 lampiran ini tercantum bidang usaha industri minuman mengandung alkohol (anggur). Syarat dibukanya investasi bidang ini adalah: a. Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat; b. Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
Sementara syarat untuk investasi di bidang usaha industri minuman mengandung malt tercantum pada urutan 33, ketentuannya sebagai berikut: a. Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat; b. Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
Selanjutnya, investasi juga dibuka untuk bidang usaha perdagangan eceran minuman keras atau beralkohol. Sebagaimana tertuang dalam nomor urut 44, syarat investasi di bidang ini adalah berupa jaringan distribusi dan tempatnya khusus. Terakhir, nomor urut 45 dalam lampiran tersebut juga mencantumkan bidang usaha perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol, juga dengan syarat jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
Bagaimana Aturan Miras di Sukabumi?
Sukabumi sendiri telah mengatur persoalan miras ini dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 7 tahun 2015 tentang Larangan Minuman Beralkohol. Perda ini ditetapkan pada 12 Juni 2015 dan ditandatangani Bupati Sukabumi saat itu, Sukmawijaya.
Dikutip dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabupaten Sukabumi, Pasal 1 angka 5 dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa larangan minuman beralkohol adalah larangan memproduksi, meracik, mengedarkan, memperdagangkan/menjual, menyimpan, menguasai, membagikan secara gratis dan meminum/mengkonsumsi minuman beralkohol.
Kemudian dalam Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang memproduksi, meracik, mengedarkan, memperdagangkan/menjual, menyimpan, menguasai dan membagikan secara gratis minuman beralkohol. Lalu pada pasal yang sama ayat (2) ditegaskan, setiap orang dilarang meminum/mengkonsumsi minuman beralkohol.
Selanjutnya pada ayat (3) dijelaskan bahwa dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), adalah penggunaan untuk kepentingan pengobatan atas petunjuk medis dan/atau untuk keperluan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Aturan serupa juga telah ditetapkan di Kota Sukabumi melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2015 sebagai perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Larangan Minuman Beralkohol. Pasal 1 angka 7 peraturan ini menyatakan bahwa larangan minuman beralkohol adalah larangan memproduksi, meracik, mengedarkan, memperdagangkan/menjual, membagikan secara gratis, memiliki, menyimpan, menguasai dan/atau meminum/mengkonsumsi minuman beralkohol.
Kemudian Pasal 2 ayat (1) peraturan ini menegaskan bahwa setiap orang atau badan dilarang memproduksi, meracik, mengedarkan, memperdagangkan/ menjual, membagikan secara gratis, memiliki, menyimpan, dan/atau menguasai minuman beralkohol di daerah. Lalu pada ayat selanjutnya disebutkan, setiap orang dilarang meminum/mengkonsumsi minuman beralkohol di daerah.
Namun Pasal 2 ayat (3) peraturan tersebut menjelaskan bahwa dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), adalah penggunaan untuk kepentingan: a. Pengobatan/medis di rumah sakit; dan/atau b. Upacara keagamaan untuk agama tertentu/upacara adat. Terakhir, pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Kepala Daerah.