SUKABUMIUPDATE.com - Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi angkat suara soal penghargaan Kota Toleran tahun 2020 yang diberikan oleh Setara Institute pada Kamis, 25 Februari 2021 dalam acara yang digelar di Hotel Ashley, Jakarta.
Setara Institute mengumumkan 10 dari total 94 kota dengan tingkat toleransi tinggi di Indonesia. 10 kota tersebut antara lain Kota Salatiga (6.717), Kota Singkawang (6.450), Manado (6.200), Tomohon (6.183), Kupang (6.183), Surabaya (6.003), Kota Ambon (5.733), Kediri (5.583), Kota Sukabumi (5.546) dan Kota Bekasi (5.530).
Setara Institute melakukan penilaian berdasarkan penelitian soal toleransi di berbagai kota dan kabupaten yang terfokuskan pada keberagaman di masing-masing daerah.
"Alhamdulillah Kota Sukabumi menjadi Kota Toleran tahun 2020. Pencapaian ini merupakan hasil kerja sama seluruh elemen masyarakat yang telah menjadikan Kota Sukabumi yang harmonis dengan tidak membedakan suku, bahasa, budaya, dan agama," kata Achmad Fahmi, Jumat, 26 Februari 2021.
Wali Kota yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera atau PKS ini mengungkapkan bahwa prestasi tersebut menunjukkan Kota Sukabumi memiliki komitmen yang baik dalam mewujudkan visi yang religius, nyaman, dan sejahtera (Renyah). Kata religius sendiri bermakna dapat membentuk masyarakat yang memiliki kesalehan pribadi dan sosial.
''Dengan kesalehan sosial, maka dapat hidup berdampingan dengan toleransi yang tinggi dan saling menghargai agama dan keyakinan lain,'' ungkapnya. "Intinya selaku kepala daerah saya ingin pemerintah ini menguatkan dan mewujudkan harmoni yang indah dalam konteks kerukunan umat beragama di Kota Sukabumi," sambung Fahmi.
Berdasarkan rilis resmi Setara Institute yang diterima Pemerintah Kota Sukabumi mengungkap sejumlah atribut yang harus dimiliki Kota Toleran. Kota Toleran sendiri merupakan kota yang memiliki rencana dan kebijakan pembangunan yang kondusif bagi praktik dan promosi toleransi.
Selain itu, tindakan pejabat di kota tersebut juga harus kondusif bagi praktik toleransi. Kota Toleran memiliki tingkat pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan yang rendah atau tidak ada sama sekali dan harus menunjukkan upaya yang cukup dalam tata kelola keberagaman identitas warganya.
Setara Institute menetapkan empat variabel dengan delapan indikator. Misalnya variabel regulasi pemerintah kota yang memiliki indikator, di antaranya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah alias RPJMD dan produk hukum pendukung lainnya.
Variabel kedua adalah tindakan pemerintah, indikatornya terdiri dari pernyataan pejabat kunci. Selanjutnya soal regulasi sosial dengan indikator peristiwa intoleransi serta dinamika masyarakat sipil. Terakhir, demografi agama yang mencakup indikator heterogenitas keagamaan penduduk dan inklusi sosial keagamaan.