SUKABUMIUPDATE.com - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat tidak diperpanjangnya kontrak buruh di beberapa perusahaan di Sukabumi, berdampak pada sejumlah sektor, salah satunya bisnis kos-kosan. Ini terjadi di Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi.
Beberapa kos-kosan di sekitar PT L&B di Desa Sundawenang, Kecamatan Parungkuda, mulai ditinggalkan penghuninya yang tak lain adalah buruh di perusahaan industri garmen tersebut. Mereka rata-rata berhenti menempati kos-kosan lantaran kontraknya di PT L&B tidak diperpanjang.
Pemilik kos-kosan, Irfan (31 tahun), mengatakan bisnisnya menurun sejak beberapa waktu terakhir. Delapan kamar yang semula terisi penuh oleh para buruh PT L&B, kini hanya tiga kamar yang masih diisi pekerja yang merantau, ini pun dari perusahaan lain, bukan karyawan PT L&B.
"Penghasilan bulanan dari kos-kosan biasanya Rp 4 juta. Tapi sekarang paling Rp 1,5 juta. Penghasilan ini dipangkas lagi untuk kebutuhan air dan listrik, belum kalau ada kerusakan dan kebutuhan lainnya," katanya kepada sukabumiupdate.com, Minggu, 20 November 2022.
Irfan menyebut sepinya kos-kosan sudah dimulai sejak tiga bulan dan diyakini akibat pengurangan jumlah buruh di PT L&B. Menurut Irfan, kos-kosan miliknya biasa digunakan sebagai tempat menetap pekerja dari beberapa daerah seperti Cikidang Sukabumi, hingga dari Kabupaten Cianjur.
"Selebihnya kalau waktu libur, mereka pulang," ujar dia.
Pemilik kos-kosan lain, Tia (47 tahun) mengalami kondisi serupa dengan Irfan. Dari 17 kamar kos milik Tia, kini tersisa 10 kamar yang terisi. Padahal harga kos-kosan Tia termasuk relatif murah yakni Rp 400 ribu per bulan, sudah termasuk biaya listrik, air, lemari, dan kasur.
Tia mengungkapkan harga Rp 400 ribu tersebut hampir habis untuk kebutuhan pengguna kamar kos lantaran mereka membawa peralatan elektronik untuk memasak dan keperluan lain. Belum kebutuhan air untuk mandi, cuci pakaian, dan lainnya.
"Kurangnya pemasukan dari kamar kos ini sejak setelah lebaran. Dari situ pengurangan karyawan juga terus terjadi. Apalagi tiga bulan ke belakang, dampaknya semakin signifikan," kata Tia.
HRD PT L&B, Iwan Setiawan, membenarkan adanya pengurangan karyawan di perusahaannya. Iwan menyebut pengurangan ini lebih kepada pemutusan kontrak alias masa kontrak pegawai yang selesai tidak diperpanjang. Dari 2.600 pekerja di PT L&B, saat ini tersisa sekitar 1.300 orang.
"Penyebab maraknya pemutusan kontrak ini karena order sedang tidak ada. Bukan hanya di sini, tapi hampir semua pabrik. Masalah kehilangan semuanya ada risiko. Kami juga tidak mau semua ini terjadi, tapi daripada mereka tidak kita gaji karena tidak ada order," kata Iwan.
Iwan mengatakan PT L&B sepenuhnya menggunakan sistem kerja CTM atau jasa pembuatan produk garmen dengan hanya melakukan tiga proses utama. Proses ini diawali pemotongan bahan (cut) hingga siap dijahit, termasuk pengukuran kain, dan pemberian nomor.
"Kondisi ini membuat kami mengandalkan buyer. Punya mesin namun tidak punya produk sendiri," ujarnya.
Persoalan PHK di Kabupaten Sukabumi sudah lama mengemuka. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sukabumi mencatat hingga 31 Oktober 2022 sudah lebih dari 19 ribu pekerja terkena PHK sebagai langkah efisiensi perusahaan, terutama sektor padat karya yang selama ini bertumpu pada pasar Eropa, Amerika, dan Asia.
Reporter: Ibnu/Magang
#SHOWRELATEBERITA