SUKABUMIUPDATE.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 17 kantor LBH se-Indonesia mengatakan ada upaya sistematis untuk membungkam dan menutup fakta kejahatan manusia dalam pengusutan Tragedi Kanjuruhan Malang.
Mengutip tempo.co, Kepala Bidang Advokasi YLBHI Zainal Arifin mengatakan YLBHI, LBH Pos Malang, dan LBH Surabaya, mencatat beberapa kejadian yang mengarah pada intimidasi sistematis melalui cara penangkapan dan pemeriksaan ilegal yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan.
Dugaan tersebut berdasarkan pengaduan yang masuk dan pemantauan media. Kejadian tersebut dialami oleh Aremania dan warga sekitar yang melihat atau berada di tempat atau setidak-tidaknya di sekitar tempat kejadian.
“Kami menilai ini sebagai upaya pembungkaman terhadap upaya saksi untuk menjelaskan kebenaran tragedi kemanusian yang menelan ratusan jiwa tersebut,” kata Zainal Arifin dalam keterangan tertulis, Kamis, 6 Oktober 2022.
YLBHI mengatakan dugaan pertama karena ada pedagang yang takut ketika bertemu dengan jurnalis dari sebuah stasiun televisi. Sebab, sebelumnya ada pedagang yang dijemput aparat keamanan karena memberikan keterangan kepada jurnalis.
Dugaan kedua, adanya penangkapan dan pemeriksaan ilegal terhadap saksi “K” setelah mengunggah video pada saat detik-detik peristiwa berlangsung, yang pada akhirnya ditemukan oleh keluarga korban di Polres Malang.
Ketiga, ada penurunan spanduk bertuliskan “USUT TUNTAS TRAGEDI KANJURUHAN 1 OKTOBER 2022” yang terpasang hampir di seluruh Jalanan Malang Raya oleh orang yang tidak dikenal. Keempat, munculnya narasi menyalahkan korban (victim blaming) bahwa suporter tidak menerima kekalahan dan meminum minuman keras.
“Padahal, faktanya Aremania yang turun ke lapangan hanya ingin bertemu dengan pemain untuk memberikan semangat. Dan sebelum pertandingan semua penjagaan ketat sehingga tidak mungkin botol minuman keras bisa masuk ke dalam stadion sebagaimana yang dinarasikan,” kata Zainal.
YLBHI menilai kondisi tersebut sangat berbahaya. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta harus memerintahkan anggotanya untuk berhenti melakukan intimidasi dan pembelokan fakta. Selain itu, Kapolri juga harus memerintahkan Divisi Propam untuk turun memeriksa semua anggota polisi yang melakukan hal tersebut karena tindakan itu merupakan tindak pidana.
Mengingat ancaman yang semakin besar dan berbahaya terhadap saksi-saksi Tragedi Kanjuruhan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus lebih proaktif menjemput dan melindungi saksi, tanpa harus menunggu laporan terlebih dahulu.
“Mengingat sekarang sudah ada TGIPF yang diketuai oleh Menko Polhukam, kami menilai Komnas HAM, Komnas Perempuan dan KPAI tetap harus melakukan investigasi sesuai dengan kewenangannya masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Zainal.
SUMBER: TEMPO.CO