SUKABUMIUPDATE.com - Sampah kayu yang berserakan di Pantai Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, dimanfaatkan sejumlah pemuda setempat untuk dijadikan peluang usaha yang menghasilkan pendapatan sekaligus secara bertahap memulihkan lingkungan.
Sudah delapan bulan lebih, para pemuda yang tergabung dalam kelompok mitra binaan CSR PT Indonesia Power bernama Karya Insani ini mengumpulkan sampah-sampah kayu kiriman muara Cimandiri dan muara Cibutun di pantai tersebut. Sampah itu kemudian dicacah menjadi serbuk gergaji kayu (sawdust) sebagai biomassa atau bahan baku program energi terbarukan PLTU Jawa Barat 2 Palabuhanratu yang disebut co-firing.
Co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batu bara di PLTU dengan tujuan mengurangi polusi udara.
Direktur Karya Insani, Bayu Nugraha mengatakan untuk mencacah batang kayu menjadi sawdust pihaknya menggunakan dua jenis mesin wood crusher yakni circle (energi listrik) dan hammer (solar) di sebuah shelter atau gudang sejauh 300 meter dari kawasan Pantai Loji.
“Untuk sementara kita konsentrasi di sampah kayu yaitu kayu yang ada di pesisir pantai, kita jadikan serbuk lalu kita kumpulkan dalam karung untuk dikirim ke PLTU, karena hasil dari olahan ini kebetulan PLTU-lah yang membantu kami dari mesin berikut serta shelter yang ada di sini,” ujarnya kepada sukabumiupdate.com, Sabtu, 1 Oktober 2022.
Selaku mitra binaan, pria yang akrab disapa Sabay itu menyebut bahwa Karya Insani yang merupakan badan usaha milik desa (BUMdes) Loji diberikan prioritas oleh PLTU untuk mengirim sawdust sebanyak mungkin.
“Pola kerja samanya dengan PLTU alhamdulillah cukup luar biasa, mengingat kebutuhan yang sangat sangat besar, kami diberikan prioritas oleh PLTU untuk mengirim sawdust ini sebanyak mungkin agar bisa memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar Pantai Loji atau kecamatan simpenan,” tuturnya.
Baca Juga :
Lebih lanjut Sabay mengungkapkan, jumlah sawdust untuk kebutuhan PLTU saat ini kurang lebih 150 ton per hari, sedangkan yang bisa diproduksi pihaknya saat ini hanya mampu 200 kilogram per hari, diakibatkan keterbatasan jumlah mesin pencacah kayu.
“Idealnya mengingat bahwa sampah yang cukup luar biasa di wilayah kami harapan kami ada tiga sampai empat mesin (pencacah kayu) lagi yang masuk biar kita bisa maksimal di lapangan,” harapnya.
“Selain itu yang kita perlukan di lapangan adalah transportasi, mengingat pengumpulan material bahan baku di pantai kan cukup jauh ke shelter ini, kalau misalkan ada motor saja artinya aksesnya lebih cepat, pengolahan pun lebih maksimal,” tambahnya.
Sedangkan untuk kebutuhan bahan baku, Sabay menyebut sangat tidak terbatas, mengingat dua muara di Desa Loji yakni Cibutun dan Cimandiri setiap harinya mengirim limbah kayu dari hulu ke hilir, kemudian terhempas gelombang laut ke pantai. “Jadi setiap hari kita masih bisa produksi, artinya bahan baku ini datang sendiri,” ujarnya.
“Teman-teman saya tinggal ke pantai sekaligus membersihkan pantai membawa kayu kayu ini, kita jadikan yang tadinya kayu ini tidak ada nilai, sekarang malah jadi rupiah,” sambungnya.
Adapun untuk harga satu ton karung sawdust, kata dia, tergantung dari kadar air dalam kayu. Menurutnya apabila di bawah 40 persen, harganya bisa mencapai Rp 270 ribu per ton, sedangkan apabila kadar air di bawah 20 persen, bisa mencapai angka Rp 400 ribu per ton. “Bahkan kalau yang kering bisa sampai 500 ribu rupiah,“ jelasnya.
Dalam mengumpulkan sampah kayu kemudian diolah menjadi sawdust, Sabay memperkerjakan delapan orang pemuda setempat. Mayoritasnya mereka adalah anggota Brigez, ormas kepemudaan yang dulu dikenal sebagai geng motor.
“Yang dipekerjakan di sini sebagian teman-teman yang tadinya di jalan, yang terlibat di komunitas motor, alhamdulillah sekarang sudah bergabung dengan kami, tentunya paling tidak bisa menghidupi untuk pribadi serta keluarganya,” ungkapnya.
“Saya mengajak mereka, karena sudah saatnya kita bertransformasi cari usaha, karena musuh terbesar bagi kita bukan kelompok a atau kelompok b, musuh terbesar bagi kami saat ini adalah kemiskinan, kami harus bangkit dari kemiskinan, mencari solusi untuk dapat layak hidup lebih baik,” kata dia.