SUKABUMIUPDATE.com - Terhitung sejak 9 September 2022 lalu, India memutuskan untuk berhenti melakukan ekspor beras pecah atau broken rice.
Bersamaan dengan kebijakan tersebut, pemerintah India juga menarik tarif bea keluar sebanyak 20 persen untuk produk beras.
Melansir dari Suara.com, analis dari Lembaga Nomura menyebut langkah India akan sangat berdampak pada negara yang melakukan impor beras dari negara itu, tidak terkecuali Indonesia.
TIdak hanya Indonesia, usaha India dalam rangka mengendalikan harga beras dalam negeri itu akan turut berdampak pada sejumlah negara lantaran negara itu merupakan pengekspor setidaknya 150 negara di dunia.
“Dampak larangan ekspor beras India akan dirasakan secara langsung bagi negara-negara yang mengimpor dari India, dan secara tidak langsung oleh seluruh importir beras. Lantaran berdampak pada harga beras global,” sebut riset Nomura, dikutip dari CNBC, Selasa (20/9/2022).
Menurut Nomura, Indonesia akan turut 'terpukul' karena mengimpor beras dari India guna memenuhi sekitar 2 persen kebutuhan pangan.
Negara Asia Tenggara lainnya yang mungkin akan terdampak yakni Filipina dan Singapura. Untuk Filipina, menurut data Trade Map, lebih dari 20 persen kebutuhan konsumsi beras mereka dipenuhi dari India.
Sementara, Singapura juga mengimpor 28,07 persen kebutuhan beras nasional mereka dari impor. Salah satu negara yang memenuhi kebutuhan ini adalah India.
Namun demikian, kepala ekonom swasta dari India, Sonal Varma memperkirakan, Singapura tidak seperti Filipina dan Indonesia yang rentan dengan perkembangan larangan ekspor beras India.
India merupakan salah satu negara pengekspor beras terbesar di dunia, yakni mencapai 21,5 juta ton pada tahun 2021. Jauh di atas Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Amerika Serikat (AS).
Namun, produksi beras India anjlok cukup parah secara tahunan (yoy) pada 2 September 2022, akibat curah hujan yang cukup tinggi. Cuaca ini mengganggu panen di negara tersebut.
"Negara-negara bagian India penghasil beras besar seperti Benggala Barat, Bihar dan Uttar Pradesh menerima curah hujan 30 persen hingga 40 persen lebih sedikit," kata Varma.
"Meski curah hujan meningkat menjelang akhir Agustus, namun semakin terlambat penaburan (benih padi), risiko panen turun semakin besar," sambungnya.
SOURCE: SUARA.COM