SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Yayasan Dapuran Kipahare Irman Musafir Sufi menyatakan, aksara kuno yang terukir di batu nisan di sebuah pemakaman di Kecamatan Ciracap Sukabumi, seperti aksara Cacarakan atau Hanacaraka.
Kendati demikian, untuk meyakinkannya Irman mengatakan harus di cek di filolog.
Baca Juga :
Sebelumnya, warga menemukan sejumlah batu nisan serta potongan batu beraksara kuno di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dumuskadu Kampung Tangkolo, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Di batu nisan itu juga terukir angka 1904 dan 1914 kemudian ditemukan juga ukiran mirip kuda.
Menurut Irman cacarakan itu huruf Sunda yang dimodifikasi dari huruf Jawa yaitu carakan. Mengenai ukiran 1904 dan 1914, Irman membenarkan bahwa itu adalah huruf latin.
“Jika memang betul itu dibuat tahun 1904 dengan aksara carakan atau cacarakan maka bisa jadi pembuat nisannya adalah orang Jawa atau orang Sunda yang menguasai aksara carakan. Karena memang aksara tersebut masih ada yang menggunakan saat itu di Sukabumi, meski sedikit. Sedangkan aksara Sansekerta, Kawi dan se-zamannya sudah tidak lazim digunakan," ujar Irman kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (18/6/2022).
Irman menduga, tempat tersebut merupakan pemakaman umum bagi sesepuh-sesepuh jaman dulu.
Lebih lanjut, Irman menyatakan budaya prasasti dengan aksara kuno tahun 1904 itu sudah jarang, karena sudah beralih ke kertas atau daluang.
Menurut dia, tahun tersebut juga biasanya menggunakan aksara Arab bagi orang muslim atau aksara latin untuk nisan karena masa itu adalah masa kolonial Belanda dimana aksara latin sudah umum dan aksara Arab masih digunakan.
"Setahu saya Ciracap itu juga ada penduduk Jawa yang dulu menjadi pekerja singkong ataupun yang terdampar kesitu, bisa jadi mereka masih menguasai aksara carakan tersebut,"terangnya.
Dia menuturkan orang Jawa sudah datang ke wilayah Sunda sejak dulu, namun pekerjanya datang sejak 1870 saat UU Agraria membuka sewa lahan perkebunan 75 tahun.
Dalam hal isu produktivitas Jawa dan Sunda dalam produksi perkebunan menjadi mitos bahwa orang Jawa lebih rajin dibanding orang Sunda, sehingga sebagian perkebunan di wilayah Jawa barat menggunakan orang jawa.
"Namun sumber tertulis yang menyebutkan kapan orang Jawa ada di Kecamatan Ciracap, baru saya dapatkan adalah tahun 1915 hingga 1930, makanya jika bukan orang Jawa dimungkinkan nisan itu dibuat oleh orang Sunda yang mengerti bahasa cacarakan," bebernya.
Irman menuturkan, dulu ada kuli kontrak dari Jawa Tengah yang akan dikirim ke Borneo atau Kalimantan. Namun mereka didaratkan di pantai di Sukabumi dan diangkut naik truk, kemudian dipekerjakan di perkebunan kelapa dan singkong milik perusahaan Amerika Serikat. Hal itu terjadi di Desa Gunungbatu, Kecamatan Ciracap.
"Pengiriman ini sejak tahun 1915 hingga 1930. Sebagian masih menganggap berada di Borneo hingga lambat laun faham bahwa ini masih di pulau Jawa. Sebagian malah kembali ke daerah asal untuk membawa anak anaknya dan tinggal disini hingga tua. Namun selain itu ada juga pekerja yang memang dibawa dari Jawa sebagai pekerja di wilayah Ciracap," tegas Irman.
Terkait adanya penemuan ukiran seperti kuda, Irman mengakui belum tahu apakah itu bagian dari nisan atau kuburan atau bukan.
Hanya saja kuda itu dalam kebudayaan dianggap simbol kebebasan, kejantanan, atau kekuatan bahkan kecerdasan, dalam konsep Jawa dan Sunda dianggap Turangga atau kendaraan.
"Jika lokasinya dikuburkan mungkin simbol kendaraan menuju nirwana, sedangkan dalam konsep Arab dianggap kendaraan perang sebagai jalan Mati syahid," pungkasnya.