SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menduga ada distributor yang memonopoli pasokan minyak goreng di wilayah Jawa Barat. Pasalnya, pasokan minyak goreng di wilayah ini sudah cukup, namun harga minyak goreng masil lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi atau HET.
“Di sisi distribusi, cukup, namun harga di lapangan masih relatif tinggi. setelah kami turunkan tim di lapangan, kami menemukan bahwa terdapat indikasi praktik monopoli,” kata Luhut dalam konferensi pers pada Ahad (5/6/2022) dikutip dari tempo.co.
Luhut mengatakan meski barang telah didistribusikan dengan cukup, perusahaan distributor kedua hanya dimiliki oleh satu orang saja. Praktik monopoli tersebut menyebabkan pasokan dan harga minyak goreng rentan dimanipulasi. Sehingga, realisasi harga di masyarakat masih tinggi. Luhut mengatakan saat ini pemerintah secara bertahap sudah mulai menindak distributor tersebut.
Menurutnya, dalam hal kewajiban pemenuhan pasar domestik dan DPO, pemerintah bukan hanya menerapkan pada produsen CPO dan minyak goreng tetapi juga pada tingkat distributor. Penentuan harga DPO ini akan jadi dasar pengawasan dan penindakan oleh satgas di lapangan yang terdiri dari berbagai unsur, mulai Polri, TNI, dan kejaksaan, hingga Pemda terkait.
Adapun soal penetapan stok untuk pemenuhan domestik, telah menetapkan jumlah DMO sebesar 300 ribu ton minyak goreng per bulan atau 50 persen lebih tinggi dari kebutuhan domestik. Penetapan jumlah DMO itu bertujuan untuk membanjiri pasar domestik hingga dapat memudahkan masyarakat dalam mencari minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi 14 ribu rupiah atau mungkin 15 ribu rupiah.
Luhut mengatakan, pelaku usaha sawit yang mematuhi DMO ini akan lebih cepat bisa melakukan ekspor daripada mereka yang tidak patuh dalam memenuhi DMO. Sehingga apabila dia tidak memenuhi DMO, tidak akan mendapat fasilitas ekspornya.
Ia mengatakan pemerintah menjamin pelaksanaan DMO dan DPO yang akan dijalankan ini merupakan penyempurnaan dari DMO dan DPO yang dilaksanakan sebelumnya. Pasalnya, kebijakan tersebut merupakan masukan dari hasil review yang telah dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Jadi BPKP kita minta melakukan review dan situ kita baru tadi menghitung harga yang patut dan pantas untuk diberikan,” ujar Luhut.
SUMBER: TEMPO.CO