SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Perhubungan, Budi Karya bertemu dengan Senior Vice President Boeing, Michael A. Arthur dalam acara Changi Aviation Summit, Rabu, 18 Mei 2022.
Boeing sendiri merupakan perusahaan yang bergerak di industri penerbangan yang merancang, memproduksi, dan menjual pesawat terbang.
Perusahaan itu disebut-sebut tertarik menggunakan bahan bakar untuk pesawat dari minyak jelantah dari Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Dirjen Perhubungan Udara yaitu, Novie Riyanto kepada awak media.
Baca Juga :
"Mereka akan membentuk tim untuk mempelajari penggunaan CPO, bukan hanya yang segar namun, juga yang sisa untuk digunakan sebagai bahan bakar (pesawat)," Jelas Novie.
Novie mengatakan jika Boeing akan mengajak pabrikan mesin pesawat seperti General Electrics (GE), untuk melakukan penelitian.
Indonesia sendiri pada tahun 2021 telah melakukan uji coba menggunakan biofuel untuk bahan bakar mesin pada pesawat CN235.
Saat itu, biofuel yang dipakai hanya 10 persen dan diharapkan kedepannya akan lebih meningkat.
Perusahaan penerbangan Boeing dan Airbus saat ini masih melakukan penelitian terhadap bahan bakar biofuel yang terbuat dari crude palm oil (CPO) atau sisa-sisa minyak goreng (jelantah).
Sebelumnya Boeing telah membuat komitmen untuk menggunakan 100 persen biofuel untuk bahan bakar pesawat pada 2030.
Mereka bahkan telah melakukan sejumlah uji coba pada maskapai Air New Zealand di mesin CFM dengan pesawat B747 pada tahun 2019 silam.
Selain itu, pada 2018 Boeing ecoDemonstrator atau pesawat testbed Boeing untuk program ramah lingkungan, telah melakukan penerbangan komersial menggunakan bahan bakar biofuel pada pesawat kargo B777 FedEx Express.
Sebagian pelaku industri penerbangan juga telah memiliki komitmen untuk mengurangi emisi karbon sebanyak 50 persen (dari level emisi 2005) pada 2050 nanti.
Semua pesawat buatan pabrikan diharapkan bisa terbang 100 persen menggunakan biofuel sebelum 2050.
Menurut sebuah penelitian US Department of Energy, bahan bakar biofuel ini dapat mengurangi emisi karbon CO2 hingga 80 persen dan berpotensi mencapai 100 persen di masa depan.
Walaupun begitu, masih ada pihak yang menilai jika biofuel ini tidak ramah lingkungan. Hal tersebut dikarenakan jika kebutuhan bertambah, maka dikhawatirkan akan terjadi banyak pengalihan fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit.
Baca Juga :
SOURCE: KOMPAS