SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah agar mengkaji ulang rencana Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 yang dijadwalkan digelar pada Desember mendatang.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menuturkan permintaan kaji ulang diutarakan lantaran situasi di tengah pandemi Corona yang masih tidak menentu. Ia menyebut banyak hal yang bisa memicu Pilkada 2020 tak berjalan maksimal jika tetap dilaksanakan pada Desember. Salah satu hal yang dikhawatirkan adalah partisipasi pemilih yang rendah akan mendorong calon yang punya rekam jejak korupsi bakal terpilih.
Ali menuturkan pengalaman Pilkada di satu wilayah kota di Sumatera dimana terdapat pelaku yang terlibat korupsi ditangkap berkali-kali. Menurut dia, partisipasi pemilih di daerah tersebut tidak tinggi, yakni sekitar 26 persen.
"Dengan persentase yang rendah itu kalau ada 4 kandidat saja maka kira-kira para pengusaha yang korup itu bisa mengkooptasi Pilkada dengan hanya membayar kurang lebih 8 sampai 10 persen dari pemilih," ujar Ali di kantornya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 16 Juni 2020.
Kekhawatiran lainnya ialah adanya politik uang yang memanfaatkan program penanggulangan Covid-19. Apalagi, sudah ada beberapa kasus ditemui jika pemberian dana bantuan sosial ketika Covid-19 kerap dilabeli dengan sticker calon yang bakal maju dalam Pilkada 2020.
"Kemarin banyak juga yang viral di media sosial digunakan untuk kampanye. Celakanya bansos itu diberikan bukan by name by address, tapi dalam bentuk uang tunai dan ini akan sangat berbahaya dalam konteks korupsi," kata Ali.
Ia menyatakan ketika Pilkada 2020 dipaksakan berpotensi memunculkan klaster baru. KPK pun menyarankan agar pelaksanaan Pilkada 2020 mundur.
Menurut Ali, Presiden Joko Widodo bisa membuat regulasi atau peraturan untuk melakukan penundaan dengan mempertimbangkan banyak faktor. "Tentu KPK tidak bisa menjustifikasi Pilkada harus ditunda, tapi dengan resiko yang luas itu perlu dipertimbangkan baik buruknya," kata Ali.
Sumber: Tempo.co