SUKABUMIUPDATE.com – Pemerintah dan DPR RI sudah memutuskan untuk tetap menggelar Pilkada Serentak 2020 walaupun perhelatan pesta demokrasi ini akan berlangsung ditengah pandemic covid-19. Ritual pesta demokrasi lima tahunan ini akan berhadapan dengan beragam protokol kesehatan untuk mencegah wabah corona tersebar luas, lalu pertanyaannya pilkada ini untuk siapa?
Pertanyaan ini muncul dari seorang akademisi sekaligus pemerhatian tata pemerintah di Sukabumi, Dr Asep Deni saat berbincang santai di kantor redaksi sukabumiupdate.com, Sabtu (6/6/2020). Waktu pencoblosan pilkada serentak 2020 termasuk di Kabupaten Sukabumi seperti keputusan pemerintah pusat dan DPR RI akan dilangsungkan 9 Desember 2020, atau mundur beberapa bulan dari tahapan awal.
“Kita tahu saat ini masih masa pandemi dan jika berjalan lancar protokol kesehatannya dan bisa menurunkan laju pertumbuhan wabah maka masa recovery dari pandemi ini baru akan dilakukan pada bulan Desember 2020 atau Januari 2021, artinya Pilkada tersebut akan berlangsung ditengah masa tersebut,” jelas Asep Deni.
BACA JUGA: Pemerintah Tegaskan Pilkada 2020 Tetap Akan Berlangsung 9 Desember
Dengan fakta ini pemerintah harus mengeluarkan anggaran untuk kebutuhan protokol kesehatan new normal bagi penyelenggara dalam hal ini KPU, untuk setiap tahapan terutama masa pencoblosan. “Penting memastikan kesehatan bersama khususnya petugas di TPS, karena melibatkan banyak orang, tentu harus menggunakan APD (alat pelindung diri),” sambung Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi PGRI Sukabumi ini lebih jauh.
Nah selanjutnya untuk kepentingan protokol kesehatan ini, diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Menurut Asep Deni disaat pandemi ini anggarannya dari mana? Penambahan anggaran menjadi hal yang sulit karena dari mana?
BACA JUGA: Skenario Tambah Anggaran di Pilkada Sukabumi 9 Desember 2020? Ini Penjelasan KPU
Ia mencontohkan sejumlah pos anggaran KPU yang bisa digeser untuk memenuhi kebutuhan protokol kesehatan, mulai dari alokasi dana kampanye dan sosialisasi. “Dana alat peraga kampanye yang cukup besar, bisa dialihkan ke media baik media sosial maupun media massa yang ada. Media sosial memiliki daya jangkau yang luas karena siapa yang saat ini tidak punya smartphone. Kampanye itukan poin nya pesan sampai, dan media sosial efektif untuk itu,” beber Asep Deni.
“Hitungan saya tanpa menambah cukup dengan realokasi anggaran yang sudah ada sepertinya cukup. Dengan kondisi seperti ini dengan menambah lagi anggaran akan menjadi soroton publik. Intinya maksimalkan teknologi informasi dalam setiap tahapan sehingga lebih efisien,” sambungnya.
BACA JUGA: 4 Metode Kampanye yang Dilarang Dalam Draf Aturan Pilkada 2020, Termasuk di Sukabumi
Asep Deni yang tercatat sebagai warga Cibatu Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi ini kemudian coba menjawab opini sebagian masyarakat yang melihat pilkada ditengah pandemi virus corona ini adalah hal yang sangat dipaksakan oleh pemerintah.
“Orang kemudian berpikir pilkada ini untuk siapa? Apakah untuk calon? Atau untuk kepentingan masyarakat? Kemudian orang juga berpikir ada atau tidak pilkada tidak membuat perubahan? Selanjutnya orang menilai pemimpin yang terpilih saat ini tidak membuat perubahan yang maksimal sehingga masyarakat jadi apatis,” jawabnya.
Tapi karena ini alam demokrasi kemudian harus ada batasan untuk pemegang kekuasaan tentu harus ada pemilihan, sambung Asep Deni, dimana pilkada menjadi suatu yang harus dilakukan.
“Karena ini udah diatur oleh undang-undang sudah kesepakatan bersama pemerintah dengan DPR RI, aturannya sudah dibuat tentu ini harus menjadi pegangan semua untuk dilaksanakan,” pungkasnya.