SUKABUMIUPDATE.com - Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Nusa Putra Triono menyatakan, selain pembangunan jalan tol, double track atau jalur ganda kereta api ada hal lain yang lebih penting dalam memecah persoalan kemacetan di Sukabumi yaitu pembatasan jam operasional kendaraan berat dan penggunaan transportasi massal.
“Satu hal yang akan kita alami apabila kita melakukan perjalanan dari arah bogor menuju kota Sukabumi adalah kemacetan lalu lintas,” ujar Triono dalam rilis yang diterima sukabumiupdate.com.
Menurut dia, dengan jarak 60 KM yang normalnya bias dicapai dalam waktu 2,5 jam, sejatinya membutuhkan waktu 4 sampai 6 jam untuk sekali perjalanan dari Bogor menuju Sukabumi maupun sebaliknya.
Bahkan dia pernah menghabiskan waktu hampir 8 jam untuk menempuh perjalanan antara Kota Jakarta menuju Sukabumi, hampir menyamai waktu tempuh dari Jakarta ke kota Semarang.
Jalan Poros Sukabumi-Bogor menyandang gelar sebagai jalan termacet di provinsi jawa barat, bahkan nasional. Kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan ini tidaklah sedikit, tidak sedikit pasien dalam ambulance menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan lalu lintas yang semrawut.
“Semrawutnya lalu lintas diakibatkan oleh tingginya penggunaan kendaraan pribadi, juga kedisiplinan berlalu lintas yang sangat rendah,” ujarnya.
Dia menyatakan, dengan resources yang ada dan UMP yang rendah jika dibandingkan dengan kawasan Jabodetabek, mengundang investor untuk berinvestasi di kawasan sukabumi dan menjadikannya kawasan industri.
Kehadiran investor selain membawa berkah bagi masyarakat juga membawa efek negatif turunan, yaitu masalah transportasi. Bisa dilihat pada jam masuk dan keluar karyawan maka pada kawasan CIbadak, Parungkuda sampai dengan Cicurug menjadi neraka kemacetan lalu lintas.
Kemacetan yang terjadi pada jalan poros sukabumi-bogor dapat terjadi diakibatkan banyaknya pasar tradisional/pusat perekonomian yang terletak persis di pinggir jalan, juga diperparah dengan banyak dibangunnya pabrik-pabrik atau kawasan industri di poros jalan Sukabumi-Bogor.
Apabila kita melintas di jalan tersebut bertepatan dengan jam masuk dan jam pulang karyawan maka dipastikan waktu tempuh perjalanan akan bertambah.
Dia menuturkan, terdapat beberapa solusi yang ditempuh untuk menanggulangi kemacetan pada jalan Poros Sukabumi-Bogor, pertama pembangunan Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi. Kedua pembatasan jam operasional kendaraan berat dan ketiga pembangunan double track kereta api.
“Solusi-solusi yang dilakukan secara fakta dilapangan memang dapat menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan yang terjadi,” jelasnya.
Namun layaknya fluida cair, volume lalu lintas akan selalu mengikuti kapasitas Prasarana transportasi yang disediakan.
Pembangunan tol bogor ciawi sukabumi atau Bocimi akan mengalihkan volume lalu lintas perjalanan jarak jauh, pembatasan jam operasional kendaraan berat akan mereduksi kepadatan lalu lintas juga pembangunan double track rel kereta api akan memberikan pilihan kepada masyarakat dalam melakukan perjalanan.
“Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, saya meyakini, walaupun solusi-solusi diatas telah dilakukan dengan baik, kemacetan yang terjadi sepanjang jalan poros Sukabumi-Bogor tidak dapat terhindarkan bahkan mungkin menjadi lebih parah,” katanya.
Permasalahan yang terjadi di Sukabumi adalah tingginya pengguna kendaraan pribadi terutama sepeda motor terlebih bagi kaum pekerja atau karyawan.
“Sudah saatnya dipertimbangkan solusi untuk mengatasi bencana lalu lintas yang akan terjadi di masa yang akan datang. Salah satu ciri khas kota besar dan modern yang berlaku di seluruh dunia yatu penggunaan transportasi massal,” jelasnya.
Terdapat beberapa model yang mungkin bisa diterapkan dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada dan yang akan hadir di masa yang akan datang, seperti contohnya memanfaatkan jaringan rel kereta api yang kedepan akan menjadi double Track.
Adapun beberapa model memanfaatkan fasilitas double track untuk transportasi massal adalah, pertama elektrifikasi jalur kereta api sepanjang Sukabumi kota menuju Bogor dan sebaliknya. Kedua pembuatan kantong parkir pada stasiun awal keberangkatan para pekerja.
Ketiga disediakannya shuttle bus oleh para pelaku industri untuk mengantarkan para karyawan dari stasiun tujuan terdekat menuju kawasan industri.
“Atau alternatif lain dengan menggunakan jaringan jalan yang ada, pertama pembuatan Shelter-Shelter Shuttle bus pada titik awal keberangkatan para pekerja. Kedua disediakan kantung parker di kawasan shelter shelter bus.Ketiga dibuat shelter Shuttle bus di lokasi-lokasi industri pabrik,” jelasnya.
Dengan demikian akan mengurangi bangkitan perjalanan pada jam masuk dan keluar karyawan. Dan perlu dipertimbangkan untuk menerapkan biaya parkir yang cukup tinggi di kawasan industri agar para pekerja tergugah untuk menggunakan transportasi massal.
Para pekerja akan menggunakan kendaraan pribadinya menuju Shelter bus, memarkirkan kendaraannya lalu menuju lokasi kerja menggunakan Shuttle Bus. Dengan demikian volume lalu lintas yang terjadi pada kawasan poros Sukabumi-Bogor bisa tereduksi.
“Namun demikian bukan berarti penggunaan transportasi massal akan menyelesaikan seluruh permasalahan, terdapat dampak sosial yang biasa terjadi terutama terhadap pelaku transportasi tradisional seperti supir angkot, elf dan lain-lain,” kata dia.
“Kita perlu belajar pada kota lain yang sudah menerapkan massa transportation sejenis seperti Jakarta dengan Transjakarta, Palembang dengan Transmusi, Jogjakarta dan lain-lain. Semoga bencana transportasi pada kawasan sukabumi utara bias segera teratasi,” pungkasnya.
Catatan Redaksi: Berita ini mengalami perubahan nama narasumber pada pukul 20.25 WIB