SUKABUMIUPDATE.com - EN tertunduk lesu saat digiring polisi ke depan meja konferensi pers peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Markas Kepolisian Resor Sukabumi Kota, Senin, 13 Desember 2021. Dia merupakan transpuan berusia 20 tahun yang mengedarkan obat-obatan terlarang lewat sindikat komunitasnya.
Sebagai informasi, melansir laman Qbukatabu lewat Tirto, transpuan berarti seseorang yang terlahir dengan alat reproduksi jantan (penis) dan dilabeli oleh orang lain sebagai pria, tetapi ia mengidentifikasi diri sebagai perempuan. Tak sendiri, EN diamankan bersama rekannya NS (48 tahun) beberapa waktu lalu, yang juga transpuan.
Kepala Satuan Narkoba Kepolisian Resor Sukabumi Kota Ajun Komisaris Polisi Ma'ruf Murdianto mengatakan, EN adalah pasien human immunodeficiency virus atau HIV di bawah pengawasan dinas kesehatan. Itu terungkap dari ditemukannya dua botol antiretroviral atau ARV. Terapi ARV sendiri merupakan pengobatan HIV dan AIDS.
Menukil penjelasan Hellosehat Kemenkes, terapi ARV terdiri dari kombinasi obat antiviral untuk infeksi HIV. Pengobatan dengan obat ARV dianjurkan untuk semua orang dengan HIV/AIDS (ODHA), terlepas dari seberapa lama terinfeksi atau seberapa sehat kondisinya.
"Diamankan dua botol ARV yang merupakan obat HIV atau AIDS. Satu tersangka membeli obat HIV itu di RSUD Sekarwangi dengan resep dokter," kata AKP Ma'ruf saat konferensi pers. Dalam konferensi pers ini, ada sembilan tersangka kasus peredaran dan penyalahgunaan narkotika yang dihadirkan.
AKP Ma'ruf menjelaskan, peredaran obat keras yang dilakukan EN dan NS, diikuti prostitusi online yang dilakukan komunitas tranpuan di Kota Sukabumi. EN dan NS sebelumnya diamankan di dua lokasi berbeda. EN ditangkap di rumah kontrakan di Jalan Sriwidari, Kelurahan Selabatu, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi. Sementara NS ditangkap di rumah kontrakan di Jalan Siliwangi, Gang H Maksudi II, Kelurahan Kebonjati, Kecamatan Cikole.
"EN (20 tahun) dan NS (48 tahun) mengedarkan obat keras terbatas tanpa izin edar dengan cara berkedok prostitusi online. Para pelanggan yang akan melakukan hubungan badan, diharuskan membeli dulu obat keras terbatas yang dijual tersangka," ucap AKP Ma'ruf.
Keduanya menawarkan diri lewat aplikasi kencan online dan melakukan kegiatan prostitusi disertai peredaran obat keras tersebut di rumah kontrakan atau kamar kos yang disewanya. Akibat kejadian ini, polisi pun meminta masyarakat selalu mengecek warga pendatang yang baru tinggal di lingkungannya.
"Jika dirasakan ada hal-hal yang mencurigakan, mohon segera dilaporkan kepada aparat kepolisian," tambah AKP Ma'ruf.
Dari dua tersangka, EN dan NS, diamankan barang bukti berupa 201 butir hexymer, 54 butir dexamethasone, dan 4 butir tramadol. Keduanya pun dijerat UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.