Suasana Sukabumi Jelang Proklamasi 17 Agustus 1945: Sejarah hingga Tokoh Perjuangan

Senin 16 Agustus 2021, 02:00 WIB
Penaikan bendera pusaka sesudah dibacakannya teks proklamasi, 17 Agustus 1945. Sukabumi pun punya sejarah dalam momen penting tersebut.

Penaikan bendera pusaka sesudah dibacakannya teks proklamasi, 17 Agustus 1945. Sukabumi pun punya sejarah dalam momen penting tersebut.

SUKABUMIUPDATE.com - Menjelang proklamasi kemerdekaan, suasana Sukabumi sedikit tegang, sama seperti wilayah lain, terutama Jakarta. Ada dua isu besar yang berkembang sejak akhir 1944: janji kemerdekaan dan kekalahan Jepang. Keduanya berkaitan, Jepang sudah mulai mengalami kekalahan dan bangsa Indonesia mengharapkan kemerdekaan segera.

Pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah mengatakan, di Sukabumi sendiri, terdapat beberapa tokoh nasional dan lokal yang terus berupaya mendorong kemerdekaan Indonesia. Sebut saja Gatot Mangkupraja, yang meski tinggal di Cianjur, namun banyak bergerak di wilayah Sukabumi. Ada pula Ramadhan Karta Hadimaja, Asikin, Said Soekanto, Dr Abu Hanifah, Mr Syamsudin, dan lain-lain.

Selain itu, ada juga beberapa tokoh lokal, baik dari unsur pemuda seperti Edeng Abdullah, M Oting, dan Djakaria. Lalu tokoh militer seperti Edi Sukari dan Acun Basjuni. Maupun kalangan ulama seperti KH Ahmad Sanusi yang terus memantau berita-berita dari luar.

Irman yang juga penulis buku "Soekaboemi the Untold Story" menuturkan, secara militer, Jepang mengalami persoalan besar, di mana beberapa pertahanannya di Pasifik berhasil dikuasai sekutu. Tak hanya itu, pertahanannya di Sukabumi juga sudah mulai kecolongan. Kapal Selam K XV milik Belanda sudah melakukan patroli dan pengintaian sejak 24 Februari 1945, berusaha melakukan infiltrasi ke wilayah Sukabumi dengan upaya merapat di Palabuhanratu pada 5 dan 7 Maret 1945.

"Walau dua kali gagal mendaratkan pasukan NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service), namun longgarnya pertahanan Jepang menunjukkan tanda-tanda akan kalahnya pasukan mereka," kata Irman yang kini aktif sebagai Kepala Riset dan Kesejarahan Soekaboemi Heritages, Senin, 16 Agustus 2021.

Di dalam negeri, tentara Pembela Tanah Air atau PETA, sambung Irman, mulai berani melakukan penyerangan ke gudang senjata Jepang dan membunuh beberapa tentara mereka di Blitar. Bahkan, serangan kedua terhadap Jepang justru terjadi di Sukabumi. Meski bisa ditumpas, tetapi ini menjadi bukti kemuduran kekuatan Jepang, di luar dan di dalam wilayah kekuasaannya.

Ihwal serangan di Sukabumi, Irman menyebut peristiwa ini diawali saat Gatot Mangkupraja, penggagas pembentukan PETA, mendapat informasi kekalahan Jepang dari Wikana--aktivis yang nantinya terlibat dalam penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok.

Wikana mengatakan kepada Gatot, situasi perang sudah berubah. Jepang mengalami kekalahan di mana-mana. "Informasi itu kemudian disebarluaskan oleh Gatot dalam kunjungannya ke Jampang Kulon, Palabuhanratu, Angkola, Patrol, dan Pasir Kalapa." 

Dalam tulisan Gatot berjudul "The Peta and My Relations with the Japanese: A Correction of Sukarno's Autobioghrapy", informasi tersebut memicu jiwa perlawanan seorang guru yang sudah dilatih kemiliteran bernama Cece Subrata. Ia kemudian menyerang beberapa fasilitas dan bentrokan pun tak terhindarkan, terutama sekitar markas PETA. Namun, akhirnya Cece ditangkap, dan dikeluarkan pasca-proklamasi oleh Eddie Sukardi.

Sementara itu, para pemimpin di Jakarta terus melakukan proses diplomasi kemerdekaan melalui pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI sejak Maret 1945, dan terus melakukan penguatan organisasi dan persiapan undang-undang hingga Juni 1945. Namun, golongan pemuda tidak mau menunggu hadiah kemerdekaan dari Jepang.

Irman berujar, dalam buku "Hari-hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945", terbitan Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, digelar kongres angkatan muda seluruh Jawa di Bandung, pada 16 hingga 18 Mei 1945, yang dihadiri 100 pemuda dan mahasiswa.  

Sebagai realisasi hasil kongres, mereka mengirimkan tim ke Sukabumi, di mana saat itu Bung Karno sedang beristirahat, dan membuat rekomendasi kepada Bung Karno untuk segera memerdekakan Indonesia. "Para tokoh militer juga sebenarnya mendukung ini, apalagi kekalahan-kekalahan Jepang tersiar di antara mereka saat pertemuan Kyoku Divisi 3 bulan April 1945 yang dihadiri para syodanco dari beberapa daerah, termasuk sukabumi."

photoIrman Firmansyah pada Februari 2021 di depan markas perjuangan, di Jalan Cikiray Nomor 10B, Kota Sukabumi. Ini merupakan rumah orang tua Edeng Abdullah yang dijadikan markas pejuang Sukabumi. - (Dokumentasi Pribadi Irman Firmansyah)

Di luar negeri, pemerintah Belanda juga melakukan propaganda memanfaatkan kesempatan untuk mengembalikan kekuasaannya di Hindia-Belanda. Berita-berita koran terus memaparkan kerinduan akan kebebasan Hindia-Belanda dan keemasan di bawah kerajaan Belanda.

Dalam propagandanya, sering kali Belanda menggunakan Sukabumi sebagai gambaran wilayah yang disebut beriklim sejuk dan nyaman, di mana ribuan rekan sebangsa hidup dalam kehidupan yang bahagia, rukun, dan harus dibebaskan. 

"Narasi-narasi terus dibangun guna membangkitkan semangat merebut kembali Hindia-Belanda dan membebaskan saudara sebangsanya dari cengkeraman Jepang. Tak hanya itu, soal kemerdekaan juga menjadi janji yang diulang-ulang dalam media, meski dalam versi kekuasaan kerajaan Belanda," kata Irman.

Perang masih berlangsung secara tidak berimbang, hingga pada 24 Juli 1945 Deklarasi Postdam meminta Jepang menyerah, namun tentara Jepang terus melakukan perlawanan di mana-mana terhadap sekutu.

Menyerahnya Jepang secara resmi ditandai dengan dibomnya dua kota: Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Kehancuran masif akibat bom ini membuat Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945.

Peristiwa pemboman itu tidak tersebar secara luas. Rosihan Anwar, saksi mata yang berada di Sukabumi sejak 7 Agustus 1945 untuk berobat malaria, menyatakan tidak ada informasi apa pun yang ia dengar soal menyerahnya Jepang.

Rosihan yang merupakan wartawan Asia Raya, kata Irman, menemui temannya di Sukabumi yaitu Dr Abu Hanifah, kakaknya Usmar Ismail, yang seorang direktur Rumah Sakit Gemente (RSUD Syamsudin SH sekarang) dan tinggal di rumahnya hingga 17 Agustus 1945.

Ada kemungkinan, tokoh Sukabumi pun mengetahui pemboman dan menyerahnya Jepang pada sekutu. Sebab di buku "Sukarni dalam Kenangan Teman-Temannya", Sumono Mustoffa menyebutkan pada malam 14 Agustus 1945 terjadi pertemuan di rumah Sukarni di Jalan Fort De Kock, Jakarta. Pertemuan itu diikuti seorang opsir PETA bersenjata dari Sukabumi yang namanya tidak teridentifikasi.

"Pertemuan itu juga dihadiri angkatan muda seluruh Jawa, pelaut dari Tanjung Priok, Pemuda Menteng 31, dan Tan Malaka yang menyamar. Pertemuan ini membahas tentang keinginan untuk segera merebut kekuasaan," ungkap Irman.

Selain itu, tokoh Sukabumi yang sering memantau radio luar negeri tentu mengetahui kekalahan Jepang. Pasalnya, pada 15 Agustus 1945, secara resmi Kaisar Jepang Hirohito mengumumkan melalui radio bahwa Jepang menyerah kepada Sekutu. Pengumuman penyerahan tanpa syarat kepada sekutu itu diulang Presiden Amerika Serikat, Harry S Truman, dan didengar para pemimpin pergerakan di Indonesia.

Namun secara formal, tokoh pergerakan Sukabumi baru mendapat konfirmasi mengenai kekalahan Jepang dari pertemuan petinggi PETA di Bogor pada 15 Agustus 1945, yang salah satunya dihadiri perwira PETA Sukabumi. Informasi dari pertemuan tersebut sangat jelas dinyatakan perwira Jepang sambil menangis bahwa negaranya sudah menyerah. Informasi ini kemudian disebarkan Artinah Syamsudin, istri Wali Kota Syamsudin, keesokan harinya, kepada sahabat-sahabatnya di Sukabumi.

Sementara di Jakarta, karena tidak ada kejelasan soal perebutan kekuasaan, akhirnya Bung Karno diculik dan didesak para pemuda untuk membacakan proklamasi kemerdekaan, di mana awalnya beberapa pemimpin seperti Achmad Soebardjo mengira Bung Karno dibuang ke Salabintana Sukabumi, namun ternyata dibawa ke Rengasdengklok.

Proklamasi akhirnya dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, tepatnya pukul 20.00 waktu Tokyo atau pukul 10.00 WIB. Teks proklamasi dibacakan Bung Karno yang didampingi Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56. Namun, informasi proklamasi tidak menyebar secepat sekarang, meski desas-desus sudah muncul ke beberapa daerah, termasuk Sukabumi.

"Para pemimpin di Bandung langsung mengirimkan R Jerman Prawirawinata ke Jakarta untuk meyakinkan kebenaran informasi ini," ucap Irman.

Sekira pukul 11.15 WIB, berita proklamasi diterima kantor berita Domei Bandung. Teks proklamasi kemudian disalin dengan huruf-huruf besar dan ditempelkan pada papan tulis di kantor Domei di Jalan Dago, Bandung. Bupati Suriasaputra juga memerintahkan melalui telepon agar menyebarluaskan berita tersebut ke seluruh Jawa Barat.

Wali Kota Sukabumi Mr Syamsudin dimungkinkan sudah mengetahui ihwal proklamasi tersebut secara utuh. Sebab, pada 17 Agustus 1945, seluruh staf pegawai Kota Sukabumi yang dipimpin oleh Mr Syamsudin dan Eddy Djajakomara berkumpul di lapangan Sukabumi. Menurut keterangan Eddy, mereka mendengarkan pidato Bung Karno yang menjelaskan tentang proklamasi kemerdekaan.

Eddy saat itu adalah fukukan (Wakil Komandan) Keibodan di Sukabumi Shi (Kota Sukabumi). Sementara itu, Gatot Mangkupraja baru menerima informasi proklamasi pukul 12.00 WIB dan stensilannya baru diterima tanggal 18 Agustus 1945.

Di sisi lain, para pemuda melalui Edeng Abdullah dan Djakaria mengonfirmasikan peristiwa ini ke Jakarta. Mereka kemudian mendapat perintah khusus dari Maruto Bitimiharja untuk melaksanakan proses pengambilalihan pemerintahan di Sukabumi dari tentara Jepang.

Edeng yang merupakan tokoh Partai Nasional Indonesia lokal selanjutnya menyebarluaskan informasi itu kepada para pejuang Sukabumi yang berkumpul di Jalan Cikiray Nomor 10B.  

Dikutip dari wawancara Herry Wiryono tahun 1977, kata Irman, para pejuang di Sukabumi di antaranya bernama M Muchtar dan Subarna (Komandan Batalyon Tentara Pelajar Sukabumi) mengungkapkan informasi proklamasi tersebar dari mulut ke mulut dan disambut dengan menempelkan bendera Merah Putih di rumah-rumah penduduk dan gedung-gedung.

"Bahkan ada yang melakukan selametan dan mengucapkan doa dengan dipimpin ulama setempat. Rasa syukur diungkapkan atas nikmat kemerdekaan yang diberikan Allah SWT," pungkas Irman mengakhiri paparannya.

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Simak breaking news Sukabumi dan sekitarnya langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita SukabumiUpdate.com WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaXv5ii0LKZ6hTzB9V2W. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Berita Terkini
Life30 Oktober 2024, 13:30 WIB

6 Mitos Gedung Sate Bandung: Cerita Neng Siti Hingga Lorong Bawah Tanah

Gedung Sate sendiri adalah salah satu bangunan kolonial yang paling ikonik di Bandung dan sekarang berfungsi sebagai kantor gubernur Jawa Barat serta museum.
Gedung Sate Bandung yang Menyimpan Banyak Kisah Misteri. Foto: IG/@gedungsate
Sukabumi Memilih30 Oktober 2024, 13:09 WIB

PHK, Pengangguran dan Kemiskinan: Tantangan Calon Pemimpin Baru di Sukabumi

Calon pemimpin wilayah terluas se Jawa Bali yang saat ini tengah berkompetisi di pilkada 2024, wajib punya program kerja mumpuni untuk mengatasi tiga masalah sosial dan ekonomi ini.
Ilustrasi antrian pencari kerja. PHK pengangguran dan kemiskinan (Sumber: istimewa)
Food & Travel30 Oktober 2024, 13:00 WIB

Pulau Peucang Pandeglang, Wisata Alam Eksotis di Ujung Kulon Banten

Pulau Peucang menjadi surga bagi para pecinta alam, penyelam, dan wisatawan yang mencari ketenangan dan keindahan alam yang autentik.
Pulau Peucang, sebuah pulau kecil yang terletak di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. (Sumber : tnujungkulon.menlhk.go.id).
Internasional30 Oktober 2024, 12:30 WIB

Wabah Menari Frau Troffea 1518: 400 Orang Joget Kejang Diduga Keracunan Jamur

Wabah Menari 1518 adalah salah satu peristiwa misterius dalam sejarah yang mengundang banyak teori dan interpretasi.
Ilustrasi. Wabah Menari Frau Troffea 1518: 400 Orang Joget Kejang Diduga Keracunan Jamur. (Sumber : Ist)
Sukabumi30 Oktober 2024, 12:08 WIB

Operasi Lodaya 2024: Mobil Wara-wiri Disita Polres Sukabumi, Alasannya Berubah Bentuk dan Keamanan

Wara-wiri adalah kendaraan pribadi yang dimodifikasi untuk menarik minat wisatawan.
Mobil wara-wiri yang dirazia dan disita Satlantas Polres Sukabumi. | Foto: SU/Ilyas Supendi
Bola30 Oktober 2024, 12:00 WIB

Persib Bandung vs Semen Padang Tanpa Penonton, Dedi Kusnandar Incar 3 Poin!

Persib Bandung bertekad pertahankan catatan tak terkalahkan saat menjamu Semen Padang di Liga 1 pekan ke-10.
Dua pemain Persib, Tryronne Del Pino dan Dimas Drajad dibayangi pemain Persija di Stadion Si Jalak Harupat Kabupaten Bandung, Senin, 23 September 2024. (Sumber : PERSIB.co.id/Sutanto Nurhadi Permana)
Sukabumi Memilih30 Oktober 2024, 11:46 WIB

Hanya Tampilkan C1, Perubahan Sirekap di Pilkada Sulitkan Publik Awasi Kecurangan

Perubahan tampilan ini berbeda dengan Pemilu 2024.
(Foto Ilustrasi) KPU RI mengubah portal Sirekap untuk Pilkada 2024. | Foto: Istimewa
Entertainment30 Oktober 2024, 11:45 WIB

Kasusnya Masih Berlanjut, Pratiwi Noviyanthi Tegaskan Uang Donasi Agus Salim Masih Utuh

Konflik antara Pratiwi Noviyanthi dengan Agus Salim perihal uang donasi senilai Rp. 1,5 miliar yang diduga digunakan untuk melunasi hutang Agus masih berlanjut.
Kasusnya Masih Berlanjut, Pratiwi Noviyanthi Tegaskan Uang Donasi Agus Salim Masih Utuh (Sumber : Youtube | Denny Sumargo)
Life30 Oktober 2024, 11:08 WIB

SENAPADMA 2024: Pentingkah Sex Education di Sekolah Dasar?

Diskusi ilmiah yang digagas Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Nusa Putra University melalui Nusa Putra Global (NUTRAL).
Dr Fikriyah MA narasumber dalam Seminar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah atau SENAPADMA 2024 (Sumber: dok nusa putra)
Life30 Oktober 2024, 11:00 WIB

7 Cara Menghindari Ghibah, Hindari Topik Pembicaraan Tentang Keburukan Orang Lain!

Saat satu orang mulai masuk ke topik ghibah, yang lain bisa mengingatkan dengan baik agar percakapan tidak berlanjut ke arah negatif.
Ilustrasi. Cara Menghindari Ghibah, Hindari Topik Pembicaraan Tentang Keburukan Orang Lain (Sumber : Pexels/Kaboompics.com)