SUKABUMIUPDATE.com - Presiden Joko Widodo memutuskan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat diperpanjang hingga 25 Juli 2021, setelah sebelumnya berjalan dari 3 hingga 20 Juli. Kebijakan tersebut menuai respons sejumlah pihak, termasuk elemen buruh di Sukabumi. Sebab, pembatasan yang diterapkan dinilai menyulitkan ekonomi masyarakat.
Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kabupaten Sukabumi menyatakan saat ini kondisi ekonomi masyarakat ada di titik terendah, di mana daya beli semakin menurun serta banyak yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan. "Meski pada dasarnya kita sepakat dengan upaya pemerintah menekan penyebaran Covid-19," kata Ketua FSP TSK-SPSI Kabupaten Sukabumi Mochammad Popon, Rabu, 21 Juli 2021.
Popon mengatakan Pandemi Covid-19 semakin menjadi masalah bagi masyarakat jika pemerintah tidak bisa memberi kepastian sampai kapan pembatasan itu dilakukan. Artinya, tidak menutup kemungkinan PPKM Darurat yang telah diperpanjang hingga 25 Juli ini akan kembali diterapkan bila tren kasus Covid-19 belum menurun. "Perlu kepastian sampai kapan rakyat dibatasi kerja, dibatasi berusaha, dibatasi bepergian, dan sebagainya," imbuh dia.
"Masalahnya bukan kita tidak setuju pembatasan dan protokol kesehatan, kita mendukung upaya itu. Namun apa jaminan pemerintah ketika rakyat harus menjalankan prokes," tanya Popon. "Coba hitung biaya beli masker saja setiap hari berapa? Sementara banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan."
Popon menyebut pihaknya tidak keberatan dengan perpanjangan PPKM Darurat, namun dengan syarat negara harus memberikan gaji kepada semua masyarakat, termasuk buruh industri selama menjalankan PPKM Darurat tersebut. "Terkait PPKM Darurat pada sektor industri yang berorientasi ekspor, kami menyarankan pemerintah dalam mengambil kebijakan harus mempertimbangkan dengan matang karena kondisi tahun lalu dan saat ini pandeminya berbeda," kata dia.
Saat 2020 lalu, sambung Popon, hampir semua negara mengalami kondisi pandemi yang parah, termasuk di negara-negara tujuan ekspor seperti Eropa dan Amerika Serikat. Sehingga ketika di negara produsen, termasuk Indonesia, mengalami masalah produksi atau keterlambatan delivery, relatif tidak terlalu menjadi masalah karena negara tujuan ekspornya pun sedang dilanda pandemi.
"Sementara saat ini kondisi negara-negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa sedang bertransisi ke situasi normal, bahkan di Eropa udah bisa menggelar pertandingan sepak bola tanpa memakai masker," ujar Popon.
"Maka ketika di negara produsen mengalami masalah karena kebijakan pandemi, bukan hal yang mustahil bisa berdampak pada dialihkannya order pada negara lain yang kondisi pandeminya sudah mulai melandai," tambahnya. "Dan ketika banyak perusahaan tutup karena kehilangan order, maka akan semakin memperburuk situasi ekonomi rakyat dan negara."
Baca Juga :
Popon menyebut seluruh kebijakan yang diambil pemerintan harus matang. "Harus jelas time line-nya atau batas waktu sampai kapa dan tingkat keberhasilannya seperti apa," ucap dia. "Jangan sampai kebijakan yang diambil semakin menimbulkan ketidakpastian dan akhirnya semakin menyulitkan kondisi ekonomi rakyat."
Popon meminta pemerintah juga bisa memeprcepat vaksinasi massal terhadap buruh dan keluarganya yang saat ini bekerja di perusahaan sektor esensial. Sebab menurutnya, PPKM Darurat tidak tidak tepat untuk menjalankan roda ekonomi sektor ini. "Sebagian sektor esensial khususnya padat karya yang berorientasi ekspor, disamping tadi berisiko ditariknya order, juga tidak semua perusahaan pada sektor tersebut bisa dilakukan pembatasan WFO, apalagi WFH," kata dia.