SUKABUMIUPDATE.com - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyatakan Pandemi Covid-19 di Indonesia telah memasuki gelombang kedua pada Juni 2021 lalu. Setidaknya, situasi itu menjadi satu dari sekian alasan diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyakarat atau PPKM Darurat Jawa dan Bali mulai 3 hingga 20 Juli 2021.
PPKM Darurat diklaim menjadi jurus ampuh untuk menekan lonjakan kasus Covid-19, khususnya di Pulau Jawa dan Bali. Selama penerapan pembatasan ini, sejumlah kegiatan masyarakat diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat di wilayah Jawa dan Bali yang ditandatangani Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Raden Gani Muhamad--yang juga sempat menjadi Penjabat Sementara Bupati Sukabumi saat Pilkada 2020 lalu.
Selain soal kesehatan, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 juga ingin memastikan roda ekonomi masyarakat tetap berjalan di tengah penerapan PPKM Darurat. Itu ditandai dengan ketentuan pada diktum ketiga huruf C instruksi tersebut. Beberapa poin pada huruf C ini mengatur aktivitas ekonomi dan layanan untuk masyarakat, baik yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta.
Poin pertama pada huruf C menyatakan kegiatan sektor esensial seperti keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, dan industri orientasi ekspor diberlakukan 50 persen maksimal staf Work From Office dengan protokol kesehatan secara ketat. Artinya, setengah dari total staf suatu perusahaan diperbolehkan bekerja di kantornya masing-masing.
Sementara poin ketiga pada huruf C menyebut kegiatan sektor kritikal seperti energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan dan minuman serta penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari diberlakukan 100 persen maksimal staf Work From Office dengan protokol kesehatan secara ketat.
Ketentuan itu pun mendapat sorotan Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau FSP TSK-SPSI Kabupaten Sukabumi. Ketua FSP TSK-SPSI Kabupaten Sukabumi Mochammad Popon mengatakan PPKM Darurat yang bertujuan menekan kasus Covid-19 ini bisa gagal alias tidak berhasil jika industri besar dengan jumlah karyawan yang banyak, di mana semestinya masuk sektor esensial, justru mendapat izin sektor kritikal.
"Semuanya kan sudah diatur di Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021, yang boleh beroperasi 100 persen adalah perusahaan yang masuk kategori sektor kritikal. Sementara perusahaan yang berorientasi ekspor diberlakukan 50 persen Work From Office," kata Popon kepada sukabumiupdate.com, Jumat, 9 Juli 2021.
Tetapi faktanya, kata Popon, banyak perusahaan yang seharusnya tidak masuk kategori sektor kritikal, namun dalam Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri atau IOMKI yang diterbitkan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, masuk dalam sektor kritikal. Akibatnya, perusahaan-perusahaan tersebut melakukan Work From Office 100 persen dengan dalih mendapat IOMKI dari Kementerian Perindustrian.
"Tentu ini bisa berpotensi memunculkan klaster-klaster industri di Sukabumi dan bisa berdampak pada peningkatan penyebaran Covid-19 di Kabupaten dan Kota Sukabumi," ujar dia.
Popon meminta pemerintah dan pelaku usaha serius dan bertanggung jawab menekan laju penyebaran Covid-19 melalui kebijakan PPKM Darurat. "Kalau ini tidak segera dievaluasi, maka bisa berdampak pada gagalnya PPKM Darurat itu sendiri," tegas Popon.
Jika muncul klaster Covid-19 di kawasan industri Sukabumi, Popon menyebut yang akan menjadi korban adalah buruh dan perusahaan. Pasalnya, kondisi itu bisa berdampak pada berhentinya operasional atau lockdown. "Dan secara keseluruhan akan berdampak pada semakin tingginya penyebaran Covid-19 di Kabupaten dan Kota Sukabumi. Ujungnya akan merugikan bagi masyarakat secara umum," imbuh dia.
Popon juga menyinggung kondisi para pedagang kecil yang usahanya harus ditutup--hanya boleh take away. Sementara di situasi lain pemerintah seolah memberi kemudahan perizinan untuk perusahaan besar menjalankan usahanya, namun justru menyimpan risiko yang tinggi. "Padahal kalau divalidasi, faktanya tidak sesuai dengan izin yang dikeluarkan. Kami berharap pemerintah daerah, satuan tugas, dan semua instansi terkait untuk segera melakukan evaluasi," kata Popon.
Sebagai informasi, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Sukabumi menyebut sejak awal pandemi hingga Rabu, 7 Juli 2021, terdapat 570 buruh yang terkonfirmasi positif Covid-19. Dari data tersebut, 24 di antaranya masih berstatus pasien aktif.
Selaras dengan pernyataan Popon, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sukabumi Yudha Sukmagara pada Kamis, 8 Juli 2021 menemukan sejumlah pelanggaran aturan PPKM Darurat yang dilakukan PT Yongjin Javasuka Garment di Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Itu terungkap dalam sidak yang dilakukan Yudha bersama sejumlah pihak lainnya.
Selain soal protokol kesehatan, pelanggaran lain yang ditemukan Yudha adalah ihwal jam kerja dan pemberlakukan 50 persen maksimal Work From Office. Sebab, perusahaan itu masuk ke sektor esensial. Yudha menyatakan apa yang dilakukan perusahaan tersebut soal WFO tidak sesuai dengan aturan PPKM Darurat. "Jadi kita lihat tidak sesuai dengan apa yang diterapkan dalam PPKM Darurat," katanya. Pelanggaran ini pun masuk tindak pidana ringan yang putusan sidangnya akan ditetapkan Jumat ini.
Berdasarkan berkas yang diterima sukabumiupdate.com dari salah satu sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, PT Yongjin Javasuka Garment memperoleh IOMKI sektor kritikal dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Izin itu bernomor 03119. Redaksi sukabumiupdate.com pun telah berupaya mengonfirmasi izin tersebut ke pihak PT Yongjin Javasuka Garment, namun hingga berita ini ditayangkan, belum memperoleh jawaban.
Selain PT Yongjin Javasuka Garment, perusahaan yang memperolah izin sektor kritikal adalah PT Muara Tunggal dengan nomor izin 04046. General Manager PT Muara Tunggal, Sudarno, mengatakan perusahannya memiliki izin dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, selain industri pakaian jadi dari tekstil, juga sebagai industri yang memproduksi alat pelindung diri atau APD.
Dari seluruh karyawan PT Muara Tunggal yang berjumlah 3.582 orang, selama PPKM Darurat ini dilakukan pembagian shift waktu kerja dengan rasio masing-masing shift 50 persen dari total karyawan. "Jam kerja shift 1 (siang) itu pukul 07.30-15.30 WIB dan shift 2 (malam) mulai pukul 20.00-04.00 WIB," kata Sudarno.
Sudarno menjelaskan APD yang diproduksi PT Muara Tunggal merupakan barang yang dipasarkan ke market lokal dan ekspor. Namun, ia mengaku saat ini produksi APD sudah selesai dilakukan dan telah diekspor. "Masih menunggu bila ada order APD lebih lanjut. Sehingga sekarang sedang full order pengerjaan pakaian jadi," katanya.
Disinggung soal kondisi tersebut yang seharusnya membuat PT Muara Tunggal masuk ke sektor esensial bukan kritikal, Sudarno menyebut penilaian penetapan sektor esensial, non esensial, dan/atau kritikal menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dengan pertimbangan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia dari masing-masing perusahaan. "Muara Tunggal untuk penerapan prokes sangat ketat," ucap dia.
"Bahwa setiap pekerja dan tamu atau pendatang yang akan memasuki area perusahaan wajib mematuhi protokol kesehatan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan untuk tamu atau pendatang dari luar wilayah Kabupaten Sukabumi yang akan masuk ke area PT Muara Tunggal diwajibkan menunjukkan bukti rapid test antigen dengan hasil negatif, baru dibolehkan masuk ke dalam area perusahaan," kata Sudarno menjelaskan kondisi di pabriknnya.