SUKABUMIUPDATE.com - Ratusan kerbau milik masyarakat masih terlihat di kawasan hutan lindung Suaka Margasatwa Cikepuh yang berlokasi di Kecamatan Ciracap dan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Kawasan ini sebelumnya pernah menjadi habitat banteng.
Keberadaan kerbau di kawasan itu menuai polemik karena pada Februari 2020 Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat telah meminta masyarakat agar mengevakuasi kerbau milik mereka. Ini berkaitan dengan adanya rehabilitasi hutan dan lahan berupa penanaman bibit pohon endemik di Suaka Margasatwa Cikepuh.
"Masih banyak kerbau di dalam hutan yang berkeliaran bahkan berkembang biak. Ya awalnya dikira banteng," kata Karwan, salah satu petani di Desa Gunungbatu, Kecamatan Ciracap kepada sukabumiupdate.com, Sabtu, 22 Mei 2021.
Menurut Karwan, melepasliarkan kerbau di kawasan tersebut sudah menjadi kebiasaan warga di Kecamatan Ciracap dan Ciemas. Mereka melepaskan kerbau peliharaannya hingga berkembang biak di hutan Suaka Margasatwa Cikepuh. "Paling setahun sekali pemilik mengecek," ujar Karwan.
Karwan menyebut sekira lima tahun yang lalu kerbau di hutan Suaka Margasatwa Cikepuh pernah dievakuasi. Bahkan pada awal 2020 saat ada rehabilitasi hutan dan lahan, juga disosialisasikan agar warga mengevakuasi kerbau milik mereka.
"Namun saat ini masih banyak berkeliaran, diperkirakan mencapai ratusan ekor," katanya. "Sayang saja bibit pohon yang ditanam akan terganggu, padahal itu menggunakan anggaran pemerintah."
Dihubungi terpisah, anggota polisi kehutanan di Suaka Margasatwa Cikepuh Iwan Setiawan mengakui soal masih banyaknya kerbau yang belum keluar dari kawasan tersebut. Ia berujar, saat dilakukan sosialisasi pada Februari 2020, ada sekira 700 kerbau milik 200 peternak. "Saat ini sudah 50 persen keluar," ucap Iwan.
Iwan juga mengaku tengah mencari solusi terbaik dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk menyelesaikan persoalan ini. Bahkan ia pun berkoordinasi dengan para kepala desa karena salah satu alasan peternak melepasliarkan kerbaunya di hutan lindung Suaka Margasatwa Cikepuh adalah sulitnya mencari lahan yang lain.
"Sedangkan lahan perkebunan yang akan dijadikan lokasi, ditanam palawija dan semangka oleh petani," katanya. "Kami masih memberikan kebijakan waktu untuk para peternak, sambil menunggu langkah yang terbaik. Memang dampaknya terhadap tanaman ada," tutur Iwan menambahkan.
Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Suaka Margasatwa Cikepuh yang berdekatan dengan Cagar Alam Cibanteng merupakan kawasan hutan konservasi di pesisir selatan Sukabumi yang memiliki fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Yang dimaksud dengan penyangga kehidupan, kata laporan tersebut, adalah hutan sebagai penghasil oksigen, pengatur tata air, dan penyimpan plasma nutfah, serta menjaga kesuburan tanah. Hutan yang lestari dapat menjamin kelangsungan seluruh makhluk hidup secara berkelanjutan.
Secara faktual, kawasan ini menjadi tempat pengawetan satwa endemik Jawa Barat, di antaranya macan tutul Jawa dan penyu hijau. Kawasan ini juga tercatat sebagai habitat banteng dan merak hijau.
Selain sebagai habitat berbagai jenis kehidupan liar, kawasan hutan ini juga memiliki beberapa isu strategis nasional, antara lain sebagai calon habitat kedua badak Jawa, termasuk dalam zona Biodiversity dan Geodiversity Ciletuh-Palabuhanratu Unesco Global Geopark, sanctuary macan tutul Jawa, dan rencana lokasi reintroduksi banteng.
Sebagai kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Suaka Margasatwa Cikepuh dan Cagar Alam Cibanteng yang memiliki lahan seluas 8.570,05 hektare pernah mengalami kerusakan secara masif pada periode 1999 hingga 2002 sebagai akibat euforia reformasi.
Namun kegiatan operasi khusus yang digelar pada 2002 berhasil mengamankan seluas 4.000 hektare kawasan dan mengeluarkan sekira 2.500 kepala keluarga secara sukarela dari dalam kawasan. Tetapi, upaya untuk merambah dan menguasai kawasan hutan kembali kerap dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Pada 2012, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat-Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kembali menggelar operasi persuasif dan berhasil memindahkan (resettlement) secara sukarela sebanyak 13 kepala keluarga yang menggarap dan bermukim di Blok Ciawet-Suaka Margasatwa Cikepuh.
Tak berhenti di sana, pada tanggal 9 hingga 13 Mei 2018, tim gabungan juga menggelar operasi simpatik pemulihan ekosistem Suaka Margasatwa Cikepuh dan Cagar Alam Cibanteng sebagai satu kesatuan sistem penyangga Ciletuh-Palabuhanratu Unesco Global Geopark dan calon lokasi habitat kedua badak Jawa.
Operasi simpatik tersebut bermaksud untuk membersihkan kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh dan Cagar Alam Cibanteng dari segala bentuk gangguan, terutama aktifitas perambahan dan pengunaan kawasan secara tidak sah.
Operasi yang dilakukan melalui pendekatan persuasif menjadi pilihan bersama, mengingat kondisi masyarakat perambah yang secara sadar mengakui bahwa kegiatan mereka dilakukan di dalam kawasan konservasi dan bersedia secara sukarela untuk meninggalkan garapan sekaligus membantu upaya pemilihan ekosistem kawasan hutan Cikepuh dan Cibanteng.
Operasi tersebut berhasil mengamankan kawasan hutan Suaka Margasatwa Cikepuh dan Cagar Alam Cibanteng Cibanteng seluas 60 hektare dari gangguan berupa perambahan dan penggunaan kawasan secara tidak sah. Selanjutnya pada area yang telah terbebas dari gangguan dilakukan rehabilitasi secara bertahap.