Oleh: Eli Maymunah, S.Ag, M.Pd
(Magister Pendidikan Stai Sukabumi)
Pendidikan adalah sebuah cara yang tepat untuk menempatkan manusia pada tempatnya yang sesuai, dengan mengembangkan sikap saling menghormati yang dilandasi prinsip equality atau persamaan terhadap sesamanya. Dalam Pelaksanaan pendidikan maka apa yang dikerjakan adalah hal yang penting karena didalamnya terdapat aktifitas mutualisme diantara komponen-komponen tersebut. Interaksi saling membutuhkan ini tidak dapat dipahami secara ekonomis saja, namun harus dilihat dari segi intelektual dan investasi kemanusiaannya.
Pada era ini siswa berada pada revolusi industri keempat yang telah mengubah hampir semua pola hidup manusia. Pada masa ini hampir seluruh sistem kehidupan mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sistem pemerintahan, sistem pendidikan, sistem pelayanan kesehatan dan hampir setiap aspek kehidupan telah mengalami perubahan. Sekolah sebagai pusat pendidikan, yang mencetak generasi muda apabila tidak dipersiapkan maka tentu tidak akan menghasilkan lulusan seperti yang diharapkan. Kecanggihan teknologi membawa dampak positif dan negatif terhadap pendidikan, saat ini 30 persen penduduk bumi telah menggunakan sosial media untuk berkomunikasi dan agar tetap update dengan peristiwa dunia. Inovasi-inovasi tersebut membawa manusia kepada kemungkinan memiliki identitas baru dengan melihat potensi diri yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.
Dalam revolusi industry keempat ini siswa yang disebut sebagai generasi milenial diposisikan sebagai obyek yang multitasking. Yaitu remaja dengan keahlian atau kemampuan ganda dimana ketika melakukan satu hal maka dapat pula melakukan hal yang lain secara bersamaan. Hal ini tentu istimewa dan merupakan kelebihan yang menjadikan mereka adalah generasi yang terpilih menggunakan teknologi dengan dampak positif dan negatif. Sebagai contoh dampak positif bagi remaja dengan keahlian gandanya yaitu siwa mampu bermain game sambil mendengarkan musik dan mengerjakan hal lain misalnya bercakap-cakap dengan teman. Sedangkan contoh dampak negatifnya adalah bahwa siswa menjadi kurang berinteraksi dengan orang lain, pendiam dan mudah tersinggung.
Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia saat tidak terkecuali peserta didik ditambah dengan adanya pandemi yang mengakibatkan masyarakat memiliki kemudahan pada akses internet tentu merupakan dilema. Disatu sisi masyarakat belum mampu mengelola penggunaan internet secara menyeluruh namun disisi lain masyarakat membutuhkannya untuk saling terhubung dalam berbagai bidang pekerjaan. Literasi digital sebagai kecakapan menggunakan media digital dan alat-alat komunikasi tentu saja menciptakan lingkungan digital yang tidak saja berpijak pada kecakapan menggunakan alat-alat digital tetapi juga membutuhkan kecakapan sosial emosional dimana tanpa adanya kemauan membaca maka tentu emosional saja yang akan muncul dalam kognitifnya. Tentu sangat penting bagi individu pelaku dan pengguna literasi digital agar memahami bahwa jejak digital tidak dapat dihapus. Oleh karena itu maka sangat penting untuk menggunaka etika seperti halnya dalam pergaulan hidup sehari-hari secara luring.
Tiap perubahan yang terjadi pada diri manusia menuju arah perkembangan yang lebih matang merupakan cara manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan tidak ada kematangan yang merubah diri manusia secara spontan dan tiba-tiba kecuali dengan pembelajaran seiring dengan perkembangannya. Selain pembelajaran yang bersifat baca dan tulis, maka siswa juga harus dibekali dengan penanaman karakter agar dapat menyeimbangkan antara kemampuan teknologi yang digunakan dengan sifat dan sikap siswa, sehingga sekolah menghasilkan lulusan yang berkualitas lahir batin. Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu. Dari tidak tahu menjadi tahu. Keberhasilan dalam belajar ditandai dengan: perubahan intensional, perubahan positif dan aktif, perubahan efektif dan fungsional. Dalam kurun waktu yang tidak dapat ditentukan, maka manusia mengalami perkembangan dalam belajarnya. Hal ini dimulai sejak manusia lahir hingga meninggal dunia, maka belajar adalah hal yang terus dilakukan untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan teknologi yang sedang digunakan pada zamannya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama pandemi interaksi antara guru dengan siswa yang menggunakan fasilitas dalam jaringan menyebabkan penyerapan keilmuan tidak seperti apabila dilaksanakan secara luring. Terbatasnya infrastuktur dan tidak meratanya gawai dan internet yang digunakan baik oleh guru maupun siswa menyebabkan keterbatasan tersebut menjadi kendala yang cukup berarti. Apa yang disampaikan oleh guru kembali lagi kepada latar belakang siswa yang menerimanya. Siswa dengan sarana yang baik dan jaringan internet yang memadai tentu dapat menyerap materi dengan baik tetapi tentu tidak semua siswa memiliki fasilitas tersebut. Ketidak merataan ini tentu juga disebabkan oleh faktor ekonomi masyarakata Indonesia. Menurunnya daya beli dan penghasilan masyarakat menyebabkan dampak yang besar terhadap semua faktor yang terkait.
Sebagai negara dengan minat baca rendah yang ditandai dengan adanya penelitian dari Microsoft mengenai netizen paling tidak sopan, ini membuktikan bahwa pembelajaran selama masa pandemi mengakibatkan penurunan penyerapan pada segi linguistic dan juga moral. Menurut Dr. Sailal Arimi seorang pakar linguistik dari UGM hal ini disebabkan oleh distorsi materi ajar yang oleh siswa dipahami secara tekstual saja. Mudahnya peserta didik mengakses internet menyebabkan apa yang mereka konsumsi lebih kepada apa yang mereka sukai dari pada materi ajar yang disampaikan oleh guru. Hal ini menyebabkan perilaku siswa banyak terinspirasi dari apa yang disuguhkan oleh internet. Penyerapan bahasa tentu bepengaruh terhadap perilaku, dan apabila dilakukan secara terus menerus maka akan menjadi karakter.
Saat ini konten-konten youtube, Tiktok, snack video dan lain sebagainya menggunakan bahasa yang sebenarnya sangat tidak pantas dan tidak layak digunakan karena tidak sopan dan menggunakan nama-nama hewan. Tetapi hal ini menjadi viral bahkan mendapatkan penonton yang banyak. Fenomena seperti ini tidak dapat dicegah dan dihindari karena memang sehari-hari itulah yang di konsumsi oleh peserta didik, baik disadari ataupun tidak diketahui oleh orang tua. Sebagian orangtua juga abai akan tontonan yang di konsumsi oleh putra-putrinya karena kesibukan orangtua atau karena memang orangtua juga sedang menikmati sajian dari gawai itu. Perubahan tingkah laku, emosi dan bahasa peserta didik ini mengakibatkan adanya degradasi moral dan juga mental. Orangtua yang terbiasa memenuhi kebutuhan fisik putra-putrinya tiba-tiba harus menjadi guru sekaligus teladan dalam berbagai hal, ini disebabkan karena siswa tidak lagi memiliki figur pembanding layaknya seperti ketika kegiatan sekolah berjalan seperti biasa. Kadang-kadang siswa memiliki perangai yang berbeda antara berhadapan dengan orangtua di rumah dengan ketika berada didepan guru di sekolah. Ini terbukti dengan banyaknya orangtua yang menyerahkan pendidikan anaknya kepada guru disekolah dan meminta guru agar mendidik karakter siswa. Perbedaan perangai siswa ini oleh sebagian orangtua dianggap wajar dan biasa saja, Padahal dari situlah anak akan mencari celah agar dapat menciptakan dunianya sendiri yang tidak di ketahui oleh orangtuanya. Sehingga banyak orangtua yang merasa anaknya baik-baik saja ketika di rumah namun ternyata bermasalah ketika berada diluar rumah.
Sangat penting bagi orangtua untuk selalu memantau dan memperhatikan konsumsi putra-putrinya terhadap sajian konten-konten yang sedang digemari. Karena pada saat ini dan selanjutnya anak-anak akan banyak belajar menghadapi kehidupannya secara digital. Perubahan dalam belajar ini juga harus di pahami oleh orangtua apalagi guru agar tidak tertinggal dengan kemampuan siswa yang cepat belajar dan lebih cepat menguasai. Inilah pentingnya pemahaman multitasking bagi guru, orangtua dan juga masyarakat.