SUKABUMIUPDATE.com – Pengadilan Belanda memutuskan pemerintahnya bersalah dan harus memberikan kompensasi pada anak-anak pejuang dan rakyat Indonesia, korban pembantaian pasca kemerdekaan Republik Indonesia periode tahun 1945 -1950. Selain aksi kejam westerling di Sulawesi, di Sukabumi pun tak sedikit pejuang dan rakyat yang “dibantai” serdadu belanda pada periode tersebut, salah satunya Kapten Harun Kabir yang dieksekusi tentara belanda di depan istri dan anak-anaknya.
Dalam kesepakatan penyelesaian kasus lewat persidangan yang berlangsung panjang, pemerintah Belanda menjanjikan dana kompensasi sebesar sekitar 5 ribu euro atau sekitar Rp87 juta. Dana ini diberikan kepada setiap orang yang memiliki klaim kredibel terhadap pembunuhan atau eksekusi terhadap ayah mereka oleh tentara Belanda.
Perang kemerdekaan Indonesia berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II pada 1945 dan berakhir pada Desember 1949. Saat itu, pemerintah kerajaan Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
Tahun 2019 silam,Pengadilan Belanda menyatakan tentara Belanda mengeksekusi musuh tanpa melewati proses pengadilan apapun. Pengadilan juga menyatakan tentara Belanda menyiksa tahanan selama proses interogasi.
“Pengadilan juga menolak klaim pemerintah Belanda bahwa tindakannya di negara bekas koloninya itu terjadi pada waktu yang telah lama terjadi untuk bisa dimintai pertanggung-jawaban,” begitu dilansir Reuters pada Senin, 19 Oktober 2020.
Aksi brutal tentara belanda pada masa itu juga menyisahkan duka bagi warga Sukabumi.Pegiat sejarah di Sukabumi, Irman Firmansyah menyebut tidak kurang dari 200 warga Sukabumi menjadi korban keganasan tentara belanda pada masa pendudukan tersebut. Salah satu kisah yang menonjol adalah Kapten Harun Kabir yang dieksekusi mati (ditembak) di depan istri dan anak-anaknya.
Harun Kabir dan sang istri, Raden Ayu Soekrati (dokumen keluarga besar Harun Kabir/facebook)
“Di Sukabumi pada masa pendudukan, para pejuang yang tidak ikut hijrah ke Yogya dan Jawa Tengah ditangkap dan dipenjara Van Delden di Gunung Puyuh Sukabumi kemudian baru dikirim ke Takokak Cianjur untuk diseksekusi tanpa pengadilan, dihabisi secara massal,” jelas Irman kepada sukabumiupdate.com, Rabu (21/10/2020).
“Termasuk Harun Kabir yang makamnya saat ini ada di TPU Ciandam. Harun Kabir ditembak depan anak istrinya,” sambung ketua yayasan Dapuran Kipahare ini lebih jauh.
Angka tersebut (200 orang) lanjut Irman belum menunjukkan fakta sebernanya korban agresi militer Belanda pada periode tahun 1945 -1950. “Kuburan di Takokak cukup banyak yang belum terekspose, di Pasir Tulang, Puncak Bungah, Cikaeung, Ciwangi, entah sudah diangkat atau masih terkubur. Perkiraan sih 200 orangan, belum yang tidak terdata,” ungkapnya.
Saat agresi besar-besaran tentara belanda, pejuang republik yang berada di Sukabumi awalnya bergerser ke Nyalindung. Lewat perejanjian Renville para pejuang kemudian diminta masuk ke wilayah Republik yaitu ke Yogyakarta dan Jawa Tengah.
“Sukabumi saat itu sudah diduduki Belanda,” tambah Irman.
Selain kisah duka Harun Kabir, masa itu juga muncul nama-nama pejuang Sukabumi lainnya yang bernasib sama dieksekusi oleh belanda tanpa proses pengadilan. Saat itu menurut Irman, tidak semua pejuang mau hijrah, bahkan konon Jendral Soedirman melalui Letkol Soetoko minta ada mobilisasi pejuang untuk tetap berada di area perjuangan termasuk Sukabumi.
Nisan makam Harun Kabir di TPU Ciandam Kota Sukabumi. (foto: Helmi Adam/facebook)
“Muncul Brigade Citarum yang kemudian hari jadi laskar Bambu Runcing di Sukabumi yang dipimpin Tjetje Subrata. Para pejuang ini terus mengganggu Belanda meski secara resmi Pasukan Siliwangi sudah hijrah keluar dari Jawa Barat,” ungkapnya.
Aksi-aksi ini menjadi alasan Belanda memburu menangkap dan menyiksa hingga kemudian ditembak massal. “Belanda menggunakan intel nefis dan ow (ondernrming wacht) untuk melacak keberadaan para pejuang,” pungkas Irman.
Ingat pesan ibu: Wajib 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun). Redaksi sukabumiupdate.com mengajak seluruh pembaca untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di setiap kegiatan.