SUKABUMIUPDATE.com – Selama pandemi, perburuan fosil binatang laut khususnya gigi hiu purba, bisa megalodon atau sejenis hiu putih besar di kawasan Pajampangan Kabupaten Sukabumi makin masif. Salah satu kawasan perburuan gigi megalodon atau huntu gelap (istilah warga setempat), dengan mudah ditemui di aeral perbukitan Desa Gunungsungging Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi.
Areal perburuan ini terpisah di sejumlah titik cirinya banyak ditemukan seperti bekas tambah tanah, banyak pecahan batu dan bekas galian ditebing-tebing perbukitan. Dari data yang dihimpun sukabumiupdate.com, sedikitnya ada lima kampung di Desa Gunungsungging yang dijadikan lokasi pencarian fosil gigi hiu purba ini oleh warga, yaitu di Kampung Cigulingan, Kampung Salenggang, Kampung Curuglubang, Kampung Cigintung dan Kampung Cilutung.
Yang cukup ramai didatangi pemburu huntu gelap adalah di perbukitan Kampung Cigulingan. Disini sejumlah warga sudah berhasil menemukan satu, dua bahkan ada yang rangkaian gigi hiu purba dari ukuran sebesar kelingking hingga telapat tangan orang dewasa.
“Selama pandemi selain bertani warga memang berburu huntu gelap. Lumayanlah dijual banyak yang cari jadi a ada pemasukan. Tapi lokasi bekas galian juga jadi rusak, dan rawan longsor, juga banyak pohon tumbang," ucap Ceun, pemilik lahan galian huntu gelap di Kampung Cigulingan RT 05/06 Desa Gunungsungging.
Menurut Ceun, untuk menemukan fosil gigi hiu purba warga memang harus menggali atau mencari bebatuan khas dibawah tanah. Warga menyebutnya batu papan yang berada diatas batu pesek da dibawah bebatuan cadas.
"Tidak semuanya perbukitan ada huntu gelap. Biasanya pemburu survey dulu, mencari tanda-tanda yaitu fosil kerang. Biasaya jika ditemukan banyak fosil kerang dibebatuannya, maka disekitar lokasi itu ada fosil gigi hius purbanya,” jelasnya sambil menunjukkan fosil kerang dibebatuan yang ada di lahan miliknya kepada sukabumiupdate.com, Rabu (21/10/2020).
Fosil kerang laut, oleh pemburu jadi penanda adanya fosil hiu purba di lokasi tersebut
Di lokasi milik Ceun ini banyak pemburu yang berhasil mendapatkan gigi hiu purba, sehingga makin banyak warga yang datang untuk berburu dan menggali. "Sudah banyak yang mendapatkan huntu gelap, kalau mulus berukuran 14 centimeter ke atas bisa dijual dengan harga sekitar Rp. 7 - 8 juta. Ada kolektornya," terang Ceun.
Namun karena makin banyak pemburu, lokasi tersebut makin rusak. Saat ini bebatuan yang digali untk mencar fosil gigi hiu purban berhamburan dipunggung-punggung bukit.
“Warga disini khawatir longsor karena memang banyak juga pohon yang ditebang di lokasi ini,” pungkasnya.
Mengutip dari tulisan T Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung yang dirilis tahun 2005 silam, fosil gigi hiu purba yang ditemukan di wilayah Desa Cikarang, Kecamatan Cidolog Kabupaten Sukabumi cukup dikenal masyarakat peneliti karena memiliki ukuran cukup besar. Tingginya 9,5 cm., belum termasuk akar giginya yang patah dengan lebar bagian atas 7,5 cm.
Bachtiar juga menyebut kawasan Jampangkulon sesungguhnya sejak zaman (kala) Oligo-Miosen atau 25 juta tahun lalu sudah menjadi daratan. Namun dalam evolusinya yang dinamis, karena ada sesar turun yang memanjang barat-timur, secara evolutif kawasan ini mengalami penurunan yang sangat berarti.
Akibatnya, pada kala Pliosen antara 5–1,8 juta tahun yang lalu, kawasan Jampangkulon kembali berada di bawah permukaan laut dan binatang koral tumbuh subur dengan berbagai binatang laut lainnya. “Laut selatan ini pun sampai saat ini merupakan habitat hiu tropis yang kaya dan merupakan jalur migrasi berbagai jenis paus. Bila fosil gigi ikan hiu banyak terdapat di sini, dapat diduga, di kawasan ini terdapat fosil tulang belakang ikan paus,” tulis Bahtiar.
Kumpulan fosil gigi diduga hiu purba yang berhasil ditemukan warga dari sejumlah lokasi di Surade
Hiu-hiu yang aktif di kawasan laut tropika ini menemui ajalnya di laut dangkal Jampangkulon purba. Bisa juga, gigi yang paling depan tanggal di sini, lalu terkubur sedimentasi dan terawetkan menjadi fosil. Bila melihat sejarah pembentukan bumi Jampangkulon, umur fosil itu sudah cukup lama. “Paling tidak, umurnya ada dalam rentang waktu antara 5–1,8 juta tahun yang lalu,” tegasnya.
Sejak 1,8 juta tahun yang lalu, secara evolutif kawasan Jampangkulon terangkat kembali, sehingga fosil gigi ikan hiu atau fosil binatang laut lain kini berada di lokasi yang jauhnya kurang lebih 50 kilometer dari pantai, di puncak rangkaian pegunungan selatan. Fosil gigi ikan hiu itu terawetkan sehingga dapat melewati rentang waktu yang sangat lama
Dinamika luar bumi telah menyebabkan pelapukan dan erosi lapisan bebatuan yang melapisi dan mengawetkan gigi hiu sehingga fosil yang asalnya terselimuti bebatuan sedimen itu kini tersingkap ke permukaan. “Dengan mengamati bentuk fosil gigi ikan yang berbentuk segitiga, fosil gigi hiu di Jampangkulon sejenis dengan gigi hiu putih besar (Carcharodon carcharias) saat ini.
“Hanya ukurannya yang beda. Fosil gigi itu ukurannya mencapai 4-5 kali lipat ukuran gigi hiu putih besar saat ini,” tukasnya.
Ingat pesan ibu: Wajib 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun). Redaksi sukabumiupdate.com mengajak seluruh pembaca untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di setiap kegiatan.