SUKABUMIUPDATE.com - Divonis idap polio, bocah (7 tahun) asal Kampung Cisadaria RT 01/02, Desa Cisarua, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, kini membutuhkan uluran tangan.
Sebut saja, Arifin Suhendar, Anak pasangan suami istri (Pasuti) Suhendar (42 tahun), dan Nurlaela (38 tahun), merupakan putra kedua dari tiga bersaudara ini sekarang tak bisa berbuat apa-apa, hanya digendong sang ayah yang begitu sangat menyayanginya.
Menurut kedua orang tuanya, mestinya Arifin saat ini sudah mengenyam pendidkan di bangku Sekolah Dasar (SD), namun apa daya, akibat kondisi yang tak memungkinkan, Arifin pun sekarang hanya bisa berjalan dengan cara merayap.
BACA JUGA:Â Suami Lumpuh, Warga Cibiru Kabupaten Sukabumi Ini Jadi Tulang Punggung
“Sejak masih usia enam bulan, mulai sakit-sakitan seperti demam tinggi, panas, dan sempat kejang-kejang dalam sehari bisa hingga dua kali,†ujar Nurlaela, ibu kandung Arifin, kepada sukabumiupdate.com, ketika disambangi di kediamannya, Selasa (5/0/2017).
Saat kejang-kejang, kata dirinya, anak tersebut acuh walau pun diberi mainan, seperti punya alam atau dunia sendiri. “Kami pun tak tinggal diam dan membawanya ke dokter, ke dukun, ke tukang pijat, dan semua orang yang kasih tahu, kami lakukan demi anak kami,†tutu Nurlaela.
Kalau keterangan dari medis, kata Nurlaela, anaknya itu di vonis menderita polio, tapi dari dukun, sawan bangkai, karena waktu pulang lahiran melewati pemakaman besar.
BACA JUGA:Â Pilu, Bocah Lumpuh asal Cibadak Kabupaten Sukabumi yang Tidak Berani Bermimpi
“Ya, dari situ sampai umur dua tahun, anak kami tak bisa duduk, dan belum bisa apa-apa. Badannya lemas,†ucapnya sedih.
Umur empat tahun, mereka pun membawa Arifin ke tukang pijat di daerah Segog Salamanjah, selama tiga tahun dipijat dan ada perubahan.
“Bisa duduk merayap, jalan pakai pantat. Selama tiga tahun dipijat, belum bisa jalan, dan berdiri, baru enam bulan terakhir di terapi di Rumah Sakit Bunut (RSUD R Syamsudin SH), itupun pakai kartu KIS. Selama enam bulan terapi, baru bisa bicara sepatah dua patah kata,†beber Nurlaela, diamini Suhendar, suaminya.
Karena telinganya juga sakit, sebut dirinya, Arifin pun dirujuk lagi ke dokter THT.
BACA JUGA:Â Bapak Bisu, Ibu Lumpuh, Dua Anak Tak Sekolah karena Tiada Biaya, Warga Cioray Kabupaten Sukabumi
“Diperiksa pendengarannya, biayanya hampir Rp500.000,- itupun uangnya dapat pinjam dari tetangga saudara. Hasilnya, menurut dokter THT, kupingnya tidak bisa mendengar 100 persen, harus ada tes lanjutan, namanya tes bera, biayanya Rp1.200.000,- saya tak mampu, uang dari mana? Bapaknya saja dagang asongan,†ungkap Nurlaela, seraya menghela nafas panjang.
Bukannya tidak mau mengobati anak, kata Nurlaela, untuk makan dan biaya sehari-hari saja sudah repot, dan Arifin pun hingga kini masih minum susu. “Satu kaleng buat dua hari, dan kami pun belum mengikuti saran dari medis untuk tes bera yang biayanya Rp1.200.000,- dan sepatunya yang khusus harganya Rp600.000,- belum juga kami laksanakan karena uangnya dari mana? Harapan kami, mudah-mudahan ada yang peduli kepada anak saya yang mengalami sakit seperti ini. Kami pun ingin, anak kami bisa jalan seperti anak orang lain,†harapnya.
Nurlaela mempertanyakan, apakah sehabis melahirkan, karena suka disuntik sehingga kondisi anaknya sekarang seperti itu.
“Kami bukannya menyangka, apakah gara-gara disuntik, apakah dari suntikan itu pas melahirkan, saya tidak tahu masalah itu. Dikarenakan anak yang pertama, dan ketiga, semuanya normal. Tapi anak yang kedua (Arifin) jadi seperti ini. Kalau anak pertama lahirnya di rumah, sama Paraji (Dukun beranak), yang ketiga lahirnya di Sekarwangi (Rumah Sakit), tidak tahu di suntik atau tidaknya?,†bebernya menutup pembicaraan.