UKABUMIUPDATE.com - Berdiri kokoh di wilayah Kecamatan Jampang Kulon, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, kedua tugu yang diberi nama Palagan ini jadi bukti sekaligus saksi sejarah perlawanan masyarakat Pajampangan terhadap tentara Belanda di masa penjajahan.
Salah satu tugu terletak di Kampung Cirangkong RT 03/05, Desa Tanjung, berdekatan dengan Jembatan Cikarang Sasak, Desa Sukamukti, Kecamatan Waluran. Sedangkan tugu lainnya lagi berada di belokan Kondang, sekitar 200 meter dari tugu utama. Kedua tugu ini dinilai banyak menyimpan sejarah perjuangan, khususnya bagi penduduk Jampang Kulon.
Informasi dihimpun, ternyata tidak ada yang tahu persis kapan Tugu Palagan ini dibangun. Banyak versi menyebutkan, ada yang mengatakan kedua tugu tersebut dibangun pada tahun 1945, 1947, 1949, dan tahun 1950, bahkan ada pula yang mengatakan dibangun sebelum zaman kemerdekaan.
BACA JUGA:Â Tugu Batas Kota Kabupaten Sukabumi jadi Korban Vandalisme Pelajar
Salah satu tugu atau biasa dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan tugu utama memiliki panjang sekitar 30 meter, dengan lebar kurang lebih  20 meter, dan tinggi delapan meter ini berdiri kokoh di atas lahan seluas 500 meter persegi, di mana di atasnya terdapat Bambu runcing sebagai simbol perlawanan.
Menurut anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Markas Ranting Kecamatan Jampang Kulon, Encup (80 tahun), selaku salah satu pelaku sejarah, sebelum tentara Belanda menginjakan kakinya di wilayah Jampang Kulon, sekitar tahun 1943 masyarakat Jampang Kulon sudah dilatih Keibodan oleh seorang bernama Yuyun Rupendi.
“Dan pada tahun 1945 dibentuklah Kesatuan Laskar Rakyat, di antaranya terdiri dari R Yuhamad, Yusuf, Marjuki, dan R Ganda Sasmita, dibawah kepemimpinan S Waluyo, sampai Juli 1947,†tutur Encup, kepada sukabumiupdate.com, sewaktu ditemui dalam salah satu kesempatan baru-baru ini.
Encup mengatakan, pada tahun 1947 datang tentara Belanda ke Jampang Kulon, dan mendirikan markas di alun-alun yang sekarang terdapat Gedung Gerbang Mapak. Sehingga sambung Encup, pada saat itu pula pasukan yang ada di Jampang Kulon, dirubah menjadi tiga seksi, tiga kompi, tiga batalyon, tiga barikade, dan divisi Bambu runcing, dibawah pimpinan Cece Subrata, dan D Sukendar.
“Seksi-seksi Uci Sanusi, dan Ekong, bermarkas di Surade, dan semua ini dibawah komando Haerul Saleh,†ucap Encup, pejuang yang kini tinggal di Kampung Leuwi Nanggung RT01/01, Desa Bojongsari, Kecamatan Jampang Kulon tersebut.
BACA JUGA:Â Menengok Batas Kabupaten Sukabumi dan Bogor yang Membingungkan Warganya
Awalnya, kata Encup, wilayah Jampang Kulon dipimpin langsung Tentara Republik Indonesia pimpinan Kapten Pendi. Kompi Satu Sarikay, Kompi Dua Saptaji, bermarkas di Sodong, dan Cikanyere, komandannya Rustaman. Maliah bermarkas di Hajipura.
Veteran (Encup) yang kini kondisinya sakit-sakitan inipun tetap semangat menjelaskan ke sukabumiupdate.com, bahwa pada tahun 1948, setelah Tentara Republik Indonesia ditarik ke Jogjakarta, perjuangan di Jampang Kulon dipimpin oleh Cece Subrata.
“Awal pertempuran sengit itu, memang terjadi di situ. Tugu utama dekat Jembatan Cikarang Sasak, waktu itu masih terbuat dari kayu Kelapa, sampai kami terdesak dan mundur, terjadi lagi perlawanan di belokan Kondang. Kami hanya berbekal satu senjata stand, Bambu runcing, dan Golok. Kami punya pusaka inti waktu itu, dimana orang-orangnya kebal dengan peluru. Pasukan inti dengan senjata Golok menyusup dari sayap kanan, dan kiri, mendekati tentara Belanda,†beber Encup, seraya menghela napas panjangnya tatapan matanya kosong menerawang, mengingat-ngingat kembali kenangannya ke tempo dulu.
Encup mengungkapkan, kebanyakan korban yang berjatuhan itu warga biasa, selain menangkap hidup-hidup, ditembak, dan dibuang entah ke mana? Mereka (Tentara Belanda) juga membakar rumah, berapa ratus jiwa yang sampai saat ini belum tahu rimbanya. Secara detail lanjutnya, jumlah korban pada tahun 1947 sangat sulit, diperkirakan bisa mencapai 500 jiwa lebih yang terdiri dari masyarakat dan pasukan.
Encup yang mengaku baru tujuh tahun ini menerima tunjangan sebesar Rp2.200.000 menambahkan banyak masyarakat yang kehilangan keluarganya.
“Bahkan kakek saya pun (Mukim-red) diculik sama tentara Belanda. Pada saat itu, bagi kami sangat sulit karena tentara belanda dibantu oleh orang-orang pribumi. Kami perang, selain melawan tentara Belanda, juga menghadapi DI TII," imbuhnya.
Merawat Tugu Palagan
Sertu Dudu Gunawan, selaku Babinsa yang kini bertugas di wilayah Jampang Kulon mengatakan, selain menjaga keberadan Tugu Palagan, perawatan pun tetap dilakukan, seperti yang dilakukan baru-baru ini bersama para anggota Koramil 2213 Jampang Kulon, dan Pemuda Panca Marga dengan mengecat dan bersih-bersih di lokasi sekitar tugu.
“Ini kan harus tetap terawat, supaya generasi yang akan datang tetap bisa mengingat jasa para pejuang," ucapnya kepada sukabumiupdate.com, dalam kesempatan terpisah.
Sementara Ketua LVRI Markas Ranting Jampang Kulon, Serma Purnawirawan Arud, mengaku meski tak terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajahan tapi peninggalan sejarah tidak boleh hilang dan harus tetap dilestarikan.
BACA JUGA:Â Keindahan Alam Puncak Tugu Mekarjaya Kabupaten Sukabumi
“Memang, saya dalam peristiwa mempertahankan kemerdekaan, pada tahun 1947 di wilayah Jampang Kulon, tidak mengalaminya. Namun pada waktu itu, orang tua saya yang ikut mempertahankan dan melawan tentara Belanda,†tuturnya ketika disambangi sukabumiupdate.com, dalam kesempatan berbeda.
Menurut cerita orang tuanya, kata Arud, selain di lokasi tugu, terjadi juga pertempuran di Darul Amal.
“Setelah dewasa, saya pun masuk TNI, dan kebanyakan tugas di luar kota. Pernah bergabung dalam operasi Sadagori 65 Bandung, operasi militer di Kalimantan, dan Seroja di Timtim. Sekarang sudah pensiun, pulang ke Jampang, jadi anggota LVRI, malah ditunjuk jadi ketua,†bebernya sedikit menceritakan kisahnya.
Arud pun mengingatkan agar tetap menjaga sekaligus merawat saksi-saksi dan bukti sejarah di Pajampangan. “Memang harus dijaga, dan dirawat. Supaya anak-cucu kita tahu sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan," pungkas Arud yang pernah bertugas di Linud Brigif 17 Cilodong, Bogor, dan di Batalyon 328 ini.