SUKABUMIUPDATE.com - Banyak yang berpendapat, tidak perlu loyal ke perusahaan, tetapi loyallah ke profesi. Karena konon, itulah yang membuat seseorang menjadi layak dibayar mahal atas keahlian yang dimilikinya.
Tetapi, itu tidak berlaku bagi Sakun, pria asal Kampung Kaligowok, Desa Kajoran, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
Kini, pria loyal itu, tinggal di Kampung Cigebang RT 18/05, Desa Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, sejak tahun 1962. Sejak tahun 1964, ia bekerja di Perkebunan Cigebang.
Perkebunan Cigebang sendiri, menurutnya, memiliki lahan seluas 449 hektare dan 500,9 meter. Perkebunan tersebut pada awalnya ditanami karet, dan baru pada 1987 diganti dengan kelapa hingga sekarang.
"Pertama kali bekerja tahun 1964, upah waktu itu 3.500 Rupiah. Berarti sampai sekarang sudah 53 tahun bekerja," ujar Sakun kepada sukabumiupdate.com, Minggu (4/6) di kediamannya.
Berbagai jabatan pernah ia ecap. Dari mulai mandor kebun, centeng kelapa, mandor sadap, hingga kemudian pindah ke jaringan Desa Pangumbahan sebagai tenaga keamanan. Pada 1994, ia dipindah lagi ke Perkebunan Cigebang, masih sebagai tenaga keamanan.
Barulah sejak tahun 2011 sampai sekarang, ia menjabat Bendahara Kebun dengan gaji Rp2 juta per bulan. "Itu pun merangkap sebagai administratur, karena mengisi kekosongan," tambah Sakun.
Pria yang kini berusia 77 tahun itu, menikah pertama kali tahun 1969 dengan Wainah (50). Dari Wainah yang telah dicerainya, dikaruniai tiga anak perempuan dari total enam anak, karena tiga diantaranya meninggal dunia.
Pada 1983, Sakun menikahi Oneh. Sayangnya, istri keduanya itu meninggal dunia dan tidak dikarunia anak. Untuk kali ketiga, tepatnya pada 1997, ia menikah dengan Oyot (47). Dari pernikahannya dengan istri ketiga, pria yang akrab dipanggil Apih itu tidak memiliki anak.
Diakuinya, bekerja di Perkebunan Cigebang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Gaji dua juta Rupiah itu sudah termasuk semua. Apih di sini cuma numpang, makanya anak-anak pun sekolahnya hanya sampai SMP," tambahnya.
Kini, menurut Sakun, dua dari tiga anaknya tersebut ikut suami dan tinggal di Jakarta. Sedangkan anak perempuan ketiganya, tingga di Cigebang.
Dijelaskan Sakun, selama 53 tahun bekerja ia tidak memiliki apa-apa, bahkan tanah dan sawah pun tidak. Menurutnya, waktu nikah dengan istri pertama, pernah punya sawah seluas 2.800 meter. Tetapi saat cerai, semua ia serahkan kepada istri pertama.
"Selama ini Apih disuruh mengisi kantor Perkebunan Cigebang. Untuk jaga-jaga, Apih ikut BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial-red) Kesehatan. Uangnya sudah bayar satu juta, tapi sudah dua bulan belum juga keluar kartunya," tambahnya seolah meminta pendapat.
Disebutkan olehnya, orang yang mengurus kepesertaan BPJS-nya tersebut bernama Ahyan, mengaku sebagai seorang guru. "Orangnya tidak pernah ke sini lagi. Kalau bisa tolong dibantu cari, katanya rumah dia di Surade," sebut Apih penuh harap.
Sakun lebih jauh menambahkan, dari pihak manajemen perkebunan ia tidak mendapat tunjangan selain tunjangan hari raya dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) atau BPJS Ketenagakejaan.
Kini, sambil menunggu "pensiun" dan hari tua, Apih sehari-hari melakukan aktivitas menagih jasa tumpang sari. "Selama Ramadhan ya sama saja, paling ngontrol kebun, dan pertanggungjawaban karyawan dan kebun, baik tanaman maupun produksi," pungkasnya.