SUKABUMIUPDATE.com - Serikat buruh di Kabupaten Sukabumi berencana melakukan konsolidasi daerah untuk menyikapi maraknya perampasan hak buruh, seperti upah lembur yang tidak dibayarkan atau dikenal dengan istilah skorsing.
Selain itu, menurut Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Serikat Buruh Independen (DPC GSBI) Kabupaten Sukabumi, Dadeng Nazarudin, termasuk maraknya sistem kerja kontrak atau outsourcing yang dinilai melanggar aturan dan semena-mena.
BACA JUGA:Â GSBI: 80 Persen Buruh di Kabupaten Sukabumi Terjerat Utang Rentenir
"Kami juga akan menyikapi banyaknya berdiri perusahaan tetapi melanggar hak asasi manusia (HAM), serta praktik manipulasi izin, sehingga banyak berbenturan dengan masyarakat di lingkar perusahaan. Contoh kasus PT Semen Jawa (Siam Cement Group/SGC-red)," ujar Dadeng kepada sukabumiupdate.com melaui chat WhastApp, Minggu (4/6) dini hari, sekira pukul 01.00 WIB..
Hasil dari konsolidasi daerah itulah, menurutnya, yang akan ditindaklanjuti. "Sampai sekarang kita masih menunggu langkah pemerintah dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi."
BACA JUGA:Â Kerja hingga Jam 02.00 WIB, Buruh PT Sengsil Nagrak Kabupaten Sukabumi Tuntut Upah Lembur dan UMR
Terkait sistem kerja kontrak dan banyaknya buruh terjerat utang ke rentenir, serta hak-hak buruh lainnya, Dadeng menilai, pemerintah sudah mengetahui persoalan tersebut. Namun menurutnya, hingga saat ini upaya yang dilakukan Disnakertrans baru sebatas menggiatkan infaq di pabrik-pabrik bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Sukabumi.
"Disnakertrans juga sudah melakukan kunjungan ke pabrik-pabrik. Tetapi itu tidak efektif dan tidak tepat sasaran, karena yang dibutuhkan buruh itu, uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalau dana infaq dipinjamkan ke karyawan, hal itu akan menimbulkan masalah baru. Tidak efektif juga," sebutnya lebih jauh.
BACA JUGA:Â Tewas Tersengat Listrik, Wanita Buruh Garmen PT Koin Baju Global Cicurug Kabupaten Sukabumi
Pemerintah, saran Dadeng, mestinya mencari tahu akar persoalannya terlebih dahulu, kenapa begitu banyak buruh yang ketergantungan terhadap rentenir, lembaga keuangan lain seperti bank, atau pinjaman dari manajemen perusahaan.
"Kalau sudah tahu akar masalahnya, maka tidak sulit untuk memberantas hal tersebut," pungkasnya.