SUKABUMIUPDATE.com - Kampung Cimuncang RT 02/03, Desa Mekarsari, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Sebuah kampung di balik bukit yang asri, damai, pun menentramkan.
Di kampung itulah, Dadan (27) dan sang istri Siti Maesaroh (20) hidup bersama, di sebuah gubuk bambu tanpa kamar mandi, pemberian orang tua Siti. Boro-boro kemewahan, bahkan hingar bingar berita politik, sinetron, dan gosip artis dari pesawat televisi pun, tidak pernah mereka nikmati.
Keduanya jauh dari kata hidup mewah, bahkan untuk aktivitas mandi cuci kakus pun, mereka harus menempuh perjalanan sejauh 200 meter menuju kaki bukit.
Bahkan, lima bulan sebelum Dadan pergi meninggalkan rumah, dan kemudian bekerja di sebuah peternakan ayam milik Gunawan di Kampung Kaliangsana RT 07/01, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, diawali dengan percekcokan.
Ditemui sukabumiupdate.com, di rumahnya, Kamis (18/5), Siti yang ditemani sang buah hati, Siti Sarah (1), menceritakan ihwal pertemuan dirinya yang berujung pernikahan dengan Dadan.
“Sama suami saya tidak pernah pacaran. Saya pacaran sama orang lain sejak kelas dua SMP sampai umur 18. Pacar saya orang Kecamatan Waluran dan sudah bekerja. Cuma setiap kali ditanya soal nikah, dia banyak alasan, makanya putus,†tutur Siti mengawali perbincangan.
Selang hari kemudian setelah putus, datanglah pak mandor setempat menemui orang tua Siti, Tibi (81) dan Mulyati (43). Kepada Tibi, sang mandor menawarkan seorang pria, Dadan, untuk menjadi pendamping hidup Siti.
Hingga pada 2015, selang tiga hari usai pertemuan, Siti dan Dadan resmi menikah secara sederhana. Diakui Siti, sejak pertama berkenalan hingga seminggu setelah menikah, belum ada benih-benih cinta kepada Dadan. “Namanya baru kenal, sulit menyesuaikan karakter dan untuk menyintai,†Siti mengenang.
Dalam segala keterbatasan yang ada, keduanya menjalani hidup tanpa kesan-kesan mendalam. Setelah setahun menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan, Siti Sarah, perselisihan demi perselisihan kerap terjadi di antara keduanya. “Lebih banyak cekcok karena masalah biaya anak,†imbuhnya.
Hingga beberapa bulan sebelum Dadan pergi ke Subang, terjadi pertengkaran hebat di antara mereka. Penyebabnya pun masalah sepele. Ketika itu, Siti mengomentari keinginan Dadan ikut mencari ikan di sungai bersama kakaknya.
BACA JUGA:
Kisah Pilu Dua Siti Warga Ciracap Kabupaten Sukabumi
Tanpa Santunan, Huni Rumah Bilik, Anak Istri Dadan Warga Cijambe Kabupaten Sukabumi
Dadan Warga Cijambe Kabupaten Sukabumi Tewas dengan Usus Terburai di Subang
“Saya bilang, buat apa, paling juga pulang bawa satu ikan mujair. Coba lihat si dede (Siti Sarah-red) masih butuh jajan, butuh sabun, dan kebutuhan lainnya. Mungkin dia tersinggung, kecewa, dan marah,†tuturnya getir.
Ditambahkan Siti, sejak pertengkaran itu, Dadan pergi entah ke mana, hingga seminggu lamanya tidak pulang. Sampai kemudian ia mendengar kabar dari orang lain jika dirinya sudah diceraikan oleh Dadan.
“Mendengar itu saya menangis. Akhirnya waktu hari Sabtu (31/12/2016), bapak memanggilnya untuk mempertanyakan omongan dia itu sama orang lain, sudah menceraikan saya. Ternyata dijawab, benar. Cuma surat cerai mah nanti aja, katanya, dia mau usaha dulu,†dengan mata berkaca-kaca.
Diceritakan Siti lebih jauh, pada sore hari yang sama, Dadan sempat pulang dan mengemasi semua barang miliknya. “Sebelum kembali pergi, dia ngasih uang 40 ribu Rupiah buat si dede.â€
Satu bulan kemudian, Dadan sempat menelpon Siti, dan mengaku jika dirinya tengah berada di Bandung. Saat menelpon, Dadan lebih banyak menanyakan perkembangan Siti Sarah.
Sejak itu, Siti tidak pernah lagi mendengar kabar dari Dadan. Hingga empat bulan kemudian, ia mendengar kabar dari saudaranya jika sang suami ditemukan tewas mengenaskan dengan usus terburai, akibat handphone miliknya meledak saat sedang dicas, Minggu (30/4) silam.
Sementara, ditanya mengenai kenangan terindah bersama almarhum, Siti menjawab, jika kenangan terindahnya hanya ketika mengandung Siti Sarah, saat ia diajak sang suami ke Pantai Palangpang di Desa Ciwaru, kemudian dilanjut ke Pantai Mandrajaya, Kecamatan Ciemas.
Selama dua tahun berumah tangga, terang Siti, dirinya dan Dadan bekerja sebagai perajin gula merah serta buruh tani. Dan ketika empat bulan lamanya ditinggal pergi almarhum bekerja di Subang, ia dan buah hatinya hidup hanya dengan mengandalkan pemberian dari orang tua dan kakak.
Namun, masih menurut Siti, kondisi Tibi sedang sakit dan tidak bisa beraktivitas. “Hampir setahun nambru, kata dokter sih darah tinggi. Ke mana-mana tidak lepas iteuk,†ucapnya.
Walaupun kondisi bapaknya tengah sakit, Siti mengaku belum ada niat mencari kerja. "Mungkin kalau si dede sudah lepas menyusui. Ya, mau gak mau harus membiayai hidup sama pendidikannya. Tidak mungkin selamanya menggantungkan hidup sama orang lain,†katanya.
Bagi Siti, dengan kondisinya sekarang, hanya ada dua pilihan untuk bertahan hidup, pergi ke luar negeri atau kembali bekerja serabutan. Walaupun diakui Siti jika keluarganya cukup perhatian, tetapi mereka memiliki tanggung jawab masing-masing.
"Kerjanya juga serabutan. Untuk makan sehari-hari pun dari kuli, itu juga kalau ada yang nyuruh. Rumah sudah reyod dan asbesnya bocor, kadang saya nginap di rumah bapak kalau lagi hujan besar," ujar Siti.
Diakui Siti pula, dirinya ikhlas menerima dan tidak mau mengutak-ngatik masa lalunya bersama almarhum suaminya. “Yang saya pikirkan sekarang, bagaimana mencari nafkah halal untuk biaya hidup bersama si dede, dan memperbaiki rumah yang mau ambruk,†pungkasnya.