SUKABUMIUPDATE.com - Empat kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti yang dituangkan dalam Peraturan Menteri (Permen) No. 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, dan No. 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets), telah menuai protes banyak kalangan.
Reaksi sama juga muncul terkait keluarnya Permen 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Tangkap Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan. Serta terakhir, Permen 56/2014 Tentang perubahan kedua atas Permen Nomor 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap.
BACA JUGA: Sebulan Terakhir Nelayan Ujunggenteng Pilih Parkirkan Perahu
Diakui Ketua Rukun Nelayan Ujunggenteng, Asep Sudiana (43 tahun) keempat Permen tersebut mengakibatkan ribuan nelayan Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, menangis dan tidak berkutik.
Diungkapkan Asep, nelayan di Ujunggenteng saat ini berjumlah 1.352 orang dengan jumlah perahu kecil dengan mesin tempel sebanyak 490 unit dan kapal motor diatas 5 Gross Tonage (GT) 24 unit. "Bayangkan saja, jika masing-masing memiliki dua orang anak, berapa ribu jiwa yang terancam?" ujarnya saat berkunjung ke kantor redaksi sukabumiupdate.com bersama empat Nelayan lainnya, Rabu (3/5) pagi.
Masih menurut Asep, jika dipaksakan melaut, risikonya merugi. "Bayangkan saja, untuk operasional satu perahu saja sebesar satu juta rupiah, siapa yang bayar? Seluruh nelayan tidak berani melaut, karena takut ditangkap. Padahal mata pencaharian utama ya dari tangkapan lobster," jelas warga Kampung Kalapacondong, Desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap tersebut.
BACA JUGA: Nelayan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Alami Penurunan Hasil Tangkap
Lebih jauh ia menjelaskan, pemerintah memang mengizinkan nelayan menangkap lobster dengan berat di atas 300 hingga 500 gram. Namun kenyataannya, paling dominan di wilayah perairan Ujunggenteng lobster dengan berat di bawah 200 gram.
"Bagi Menteri Susi, Permen tersebut menjadi kebanggaan, tapi dampaknya bagi nelayan luar biasa menderita. Sebelum keluarnya aturan itu, setiap musim raya nelayan bisa menangkap lobster hingga dua ton. Sekarang nihil," tandasnya kesal.
Disisi lain, jelas Asep, nelayan yang kebingungan karena harus bertahan hidup, harus kucing-kucingan dengan pihak kepolisian untuk menjaring benur (bibit lobster).
"Bingung harus gimana lagi, terpaksa ada nelayan yang nekat menjaring benur meski tahu risikonya ditangkap polisi. Buktinya, empat nelayan Ciwaru ditahan dan sudah divonis empat bulan, termasuk tiga nelayan asal Ujung Genteng," pungkasnya.
Asep mengharapkan, Menteri KP mengkaji ulang keempat Permen tersebut. "Ini dirasakan sangat pedih bagi nelayan. Beri kami solusi, jangan cuma dilarang, Jika menangkap benur dilarang, kenapa budi daya juga harus dilarang?" pungkasnya dengan nada kesal.