SUKABUMIUPDATE.com – Kalangan akademisi Sukabumi menyayangkan sikap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sukabumi yang bersikap dingin terkait penolakan revisi Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern.
Bagi Asep Deni, pengamat kebijakan publik Sukabumi menilai, perlu peninjauan apakah revisi Perda itu melibatkan stakeholders dari warga pasar atau tidak. Ia menyebut, ada beberapa poin yang harus menjadi perhatian DPRD agar Perda itu dapat diterima warga pasar tradisional, seperti penjelasan perubahan jarak dari 1.500 meter ke 150 meter.
“Soal jarak ini memang, pemerintah daerah memiliki petimbangan masing-masing. Pertimbangan ini apakah sudah dijelaskan dalam Perda atau tidak. Soal ini saya belum bisa berkomentar banyak karena belum lihat isi Perda dimaksud,†tegas Asep Deni saat dihubungi sukabumiupadte.com, Sabtu (11/3).
“Ada contoh bagus di daerah lain, begitu sulitnya pelaku usaha korporasi mendirikan usaha yang berdekatan dengan pasar tradisional, karena pemerintahnya lebih mengutamakan keberadaan pasar tradisional,†ucap dia
Setelah revisi selesai dan terbit Perda pengganti, ujar dia, DPRD sebaiknya meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sukabumi segera melakukan sosialisasi untuk menghindari persoalan ke depannya. “Dinas tekait dalam hal ini pengelola pasar sudah harus segera melakukan sosialisasi terhadap pasar,†ujarnya.
BACA JUGA:
Perwapas Cicurug Tolak Revisi Perda 7/2014 Kabupaten Sukabumi
Revisi Perda Nomor 7/2014 Dinilai Membunuh Pedagang Tradisional di Kabupaten Sukabumi
Perwapas Tolak Revisi Perda, Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Tanggapi Dingin
Poin-poin yang seharusnya ada dalam Perda itu, kata dia, memperhatikan adanya perlindungan khusus bagi pedagang yang ada di pasar tradisional itu yang harus dilakukan. Poin lainnya, pelaku usaha ritel atau korporasi tidak boleh menggangu keberadan pasar tradisional. “Pedagang pasar tradisional pun harus meningkatkan pelayanan agar terus menjadi tujuan konsumen,†ujar dia.
Sementara Dosen Sistem Politik Indonesia Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Ilmu Pemerintahan (STISIP) Syamsul Ulum, Munandi Saleh mengatakan, perlu dilihat apakah pembuatan Perda itu sudah memenuhi unsur dan aspek pembuatan aturan hukum.
Sesuai dengan ketentuan pembuatan Perda harus memenuhi unsur dan asepk filosofis, yuridis, sosiologis, psikologis, agar aturan yang dibuat bisa diterima semua pihak, sehingga terhindar dari ketidaksempurnaan pembuatan aturan,†ujar Munandi.
Kajian akademik pun, tambah dia, merupakan unsur penting dari pembuatan Perda. Ini menyangkut apakah ada yang dirugkan atau tidak. “Wakil rakyat sebegai reprenstatif rakyat saya yakini, tidak akan mau membuat rakyat rugi. Kalau Perda sudah terbit, biasanya semua kebutuhan untuk membuat Perda itu sudah dilakukan,†katanya.