SUKABUMIUPDATE.com - Diceritakan seorang sakti mandraguna bernama Wangsasuta yang mendapat wangsit untuk membabat hutan di Gunung Parang yang bercirikan pohon kiara kembar dan barisan pohon pakujajar yang condong ke selatan.
Di tempat inilah Wangsasuta menghabiskan waktunya menunggu Nyi Mayang Pudak Arum, seorang putri Pajajaran yang menjadi tambatan hatinya. Saat itu, ia dalam pelarian menyelamatkan diri dari kejaran pasukan Kesultanan Banten yang saat itu telah berhasil merebut Pakuan (Bogor) Ibu Kota Pajajaran.
Penggalan cerita tersebut bisa ditemukan dalam pantun Pajajaran Runtag atau yang dikenal juga dengan nama Pantun Bogor karya Ki Buyut Rambeng Swargi, pantun ini berasal abad 16 masehi.
Informasi serta penggalan cerita tersebut disampaikan oleh Firman Nurmansyah (40), salah seorang pegiat budaya Sunda di Kota Sukabumi saat sukabumiupdate.com berusaha menggali legenda serta sejarah Sukabumi.
BACA JUGA:
Masih Ada Warga Sukalarang Kabupaten Sukabumi Menolak Eksploitasi Gunung Sabak Suta
Akhir Kisah Gunung Sabak dan Suta di Sukalarang Kabupaten Sukabumi
Mendengar nama Wangsasuta ingatan langsung tertuju kepada Gunung Suta yang berada di Kecamatan Sukalarang, Kabupaten Sukabumi, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur, adakah keterkaitan nama Wangsasuta dengan Gunung Suta yang sebentar lagi hanya akan tinggal nama itu?
Jawaban akhirnya diperoleh dari Sandi S Wijaya, sosok yang aktif mendata dan mendokumetasikan peninggalan sejarah Sunda di Kota dan Kabupaten sukabumi.
"Nama gunung tersebut memang diambil dari nama Wangsasuta," Sandi menuturkan. "Setelah lama menunggu Nyi Pudak Arum dan tak kunjung datang, Wangsasuta memutuskan pergi meninggalkan Gunung Parang hingga tiba di sebuah bukit yang kini bernama Gunung Suta," imbuhnya.
Lebih jauh Sandi menuturkan jika di puncak Gunung Suta ada tempat atau yang kita kenal dengan Patilasan Wangsasuta. Tempat di mana Wangsasuta menghabiskan sisa hidupnya menunggu sang pengobat rindu yang memenuhi rongga rindu, penawar sukma yang lara, sekaligus meredakan kesedihan karena cintanya kepada Nyi Pudak Arum yang tak kesampaian.
Amit, ampun, paralun. Tos kumawani ngagurat prasasti dina prasasti.