SUKABUMIUPDATE.com - Gelombang penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi terus terjadi. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sukabumi Raya melakukan aksi unjuk rasa di bundaran Tugu Adipura Kota Sukabumi pada Senin (5/9/2022).
Ketua GMNI Sukabumi Raya Anggi Fauzi mengatakan menolak kenaikan harga BBM subsidi dan mendesak Presiden Jokowi membuka data konsumsi BBM subsidi. GMNI juga meminta Jokowi membenahi kinerja internal Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi, BPH Migas berfungsi melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi BBM yang ditetapkan pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah NKRI serta meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
Baca Juga :
Menurut Anggi, kenaikan harga BBM subsidi harus diiringi pembenahan BPH Migas. Sebab, kata dia, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyaluran BBM subsidi tak tepat sasaran. "Artinya ada kesalahan dari pusat ke daerah atau dari hulu ke hilir. Sudah jelas-jelas perannya BPH Migas," katanya.
Anggi menilai BPH Migas tidak menjalankan fungsinya dengan baik dan tak mampu memastikan BBM subsidi tepat sasaran. "Kita mendesak KPK bisa memeriksa BPH Migas terkait indikasi penyelewengan penyaluran subsidi dari hulu ke hilir hingga tak tepat sasaran," ujar dia.
"Kenaikan BBM ini jelas kami tidak sepakat karena setelah pandemi, masyarakat baru pulih, namun dihadapkan dengan persoalan naiknya BBM subsidi. Ini merugikan masyarakat dan tidak tepat sasaran karena lagi-lagi yang jadi korban adalah masyarakat kecil," imbuh Anggi.
GMNI Sukabumi Raya meminta pemerintah transparan ihwal penggunaan BBM subsidi. "Kita minta presiden membuka data riil bagaimana konsumsi BBM. Berapa masyarakat miskin yang menikmati BBM subsidi, agar kita tahu penyelewengannya berapa persen," kata Anggi.
Setelah menyuarakan tuntutannya di depan masyarakat dan polisi yang berjaga, massa GMNI Sukabumi Raya membubarkan diri sekira pukul 18.30 WIB.
Kapolres Sukabumi Kota AKBP Sy Zainal Abidin mengatakan pihaknya menerjunkan 100 personel untuk menjaga keamanan dalam aksi tersebut. "Kekuatan yang kita turunkan sesuai eskalasi massa. Seperti hari ini ada 100 personel sesuai informasi dari pihak pengunjuk rasa bahwa mereka menyediakan 50 personel," ujarnya.
"Kita pada prinsipnya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya maupun masyarakat yang berkegiatan. Jadi segala kemungkinan tersebut sudah kita petakan dengan baik," tambah Zainal.
Diketahui, Presiden Joko Widodo resmi menaikan harga Pertalite, Pertamax, hingga Solar per Sabtu, 3 September 2022. Kenaikan diumumkan di Istana Merdeka oleh Jokowi bersama jajaran menterinya. Menteri ESDM Arifin Tasrif yang turut hadir memberikan rincian kenaikan BBM tersebut, yakni:
1. Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter.
2. Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
3. Pertamax non subsidi dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
Penikmat BBM Subsidi
Mengutip laporan tempo.co pada 26 Agustus 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan mayoritas BBM subsidi dinikmati oleh orang kaya. "Jadi yang orang miskin tadi, dari ratusan triliun subsidi itu, dia hanya menikmati sangat kecil," katanya dalam rapat kerja Komite IV DPD dengan Menteri Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia pada Kamis, 25 Agustus 2022.
Sri Mulyani menjabarkan bahwa Pertalite, misalnya, dikonsumsi oleh 30 persen orang terkaya dan Solar subsidi digunakan oleh 40 persen orang terkaya. Adapun total anggaran subdidi untuk Pertalite, 86 persen di antaranya dikonsumsi oleh 30 persen orang terkaya.
Sedangkan untuk Solar subsidi, kata Sri Mulyani, dari total anggaran subsidi Rp 143 triliun, orang kaya dan dunia usaha menikmati Rp 127 triliun di antaranya. Artinya, ada 89 persen dari total subsidi Solar dipakai oleh orang kaya.
Lebih jauh bendahara negara itu menyebutkan penjualan BBM subsidi yang salah sasaran adalah konsekuensi yang harus ditanggung dari mekanisme penyaluran subsidi terhadap barang. Sebab, dengan begitu, tidak ada larangan bagi siapa pun untuk membeli BBM subsidi.
Artinya, orang kaya yang notabene bukan sasaran BBM subsidi masih bisa mengonsumsinya. Padahal, seharusnya subsidi hanya menyasar masyarakat miskin dan rentan miskin. Sebab, merekalah yang akan sangat terdampak oleh gejolak harga barang bersubsidi.
"Memang kalau subsidi melalui barang, dan barang itu dikonsumsi orang mampu, ya kita menyubsidi orang mampu," tutur Sri Mulyani. "Memang ada orang-orang yang tidak mampu dan miskin tetap juga menikmati barang itu, tetapi porsinya kecil."
Akibat penyaluran BBM subsidi yang salah sasaran, volume penjualan bahan bakar menjadi tak terkontrol. Hal itu yang kian memperberat APBN.
Ketika pemerintah menganggarkan subsidi dan kompensasi BBM Rp 502 triliun, kata Sri Mulyani, sudah ditetapkan volume BBM yang akan mendapatkan subsidi. Hingga akhir tahun 2022, sebelumnya dipatok kuota Pertalite adalah 23 juta kiloliter dan Solar 15,1 juta kiloliter.
Namun pada akhir Juli lalu, jatah Pertalite yang terpakai mencapai 16,84 juta kiloliter atau 73 persen dari kuota. Sementara dari alokasi Solar, telah telah terpakai 9,88 juta kiloliter atau 65 persen dari kuota tersedia.
Oleh sebab itu, dari hitungannya, kuota Solar subsidi diperkirakan bakal habis pada Oktober dan Pertalite akan habis lebih cepat yakni September. “Artinya, tiap bulan 2,4 juta kiloliter (Pertalite) habis. Jika (tren) ini diikuti, akhir September 2022 habis (kuota) untuk Pertalite,” ucapnya.