SUKABUMIUPDATE.com - Berada di jalan Veteran Kota Sukabumi Jawa Barat, Gedung Juang 45 berdiri kokoh hingga saat ini. Sesuai nama, bangunan ini bernilai historis bagi warga Sukabumi, karena menjadi aset awal yang direbut oleh para pejuang Indonesia pasca pekik kemerdekaan berkumandang seantero Indonesia pasca proklamasi RI, 17 Agustus 1945.
Tak hanya nama, bangunan ini juga dilengkapi monumen bambu runcing, golok dan senjata api sebagai simbol perjuangan para pahlawan bangsa demi Kemerdekaan Indonesia. Walaupun mengalami beberapa kali perubahan bentuk karena pembangunan, Gedung Juang 45 Kota Sukabumi tetap menjadi bangunan bersejarah yang dihormati oleh pemerintah.
Dilansir dari sejumlah tulisan, Gedung Juang 45 Kota Sukabumi berdiri sekitar tahun 1906, yang awalnya difungsikan sebagai tempat pertemuan warga. Dari sana nama societeit soekamanah adalah panggilan untuk bangunan tersebut.
Melansir republika.co.id, salah seorang pegiat sejarah di komunitas Sukabumi Heritages, Rangga Pamungkas, mengungkapkan, Gedung Juang pada awal berdirinya sempat difungsikan sebagai hotel. Dikenal dengan nama Hotel Victoria, dimana pemiliknya seorang pengusaha berkebangsaan Jerman, bernama AA Lenne alias Tuan Leni.
Meski dikenal sebagai hotel milik orang asing, bangunan Gedung juga digunakan sebagai tempat pertemuan masyarakat. Oleh karena itulah, nama gedung ini tetap dikenal sebagai Societeit Soekamanah pada masa tersebut.
"Gedung Juang juga dulu dikenal dengan sebutan `Roemah Bola' karena di situ banyak terdapat meja biliar sebagai tempat bermain," kata Rangga.
Sebelum kemerdekaan RI, Gedung Juang sempat dikuasai Jepang selama tiga tahun sejak 1942. Memasuki masa awal-awal kemerdekaan, Gedung Juang lantas direbut oleh rakyat Sukabumi.
"Tapi tepatnya 21 Agustus 1945, gedung berhasil dikuasai rakyat Sukabumi untuk kemudian dijadikan markas Barisan Keamanan Rakyat (BKR)," ungkap Rangga.
Portal resmi Pemkot Sukabumi pada 20 Agustus 2018 menurunkan tulisan panjang tentang gedung juang. Sang penulis, Endang Sumarsdi, menjelaskan Gedung Juang 45, punya andil bagi para pejuang, khususnya dalam merebut kemerdekaan dan pemerintahan dari tangan penjajah baik Belanda maupun Jepang.
Gema Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, yang dikumandang ke seluruh pelosok tanah air dan penjuru dunia oleh Soekarno-Hatta, pada waktu itu memunculkan banyak peristiwa perjuangan rakyat.
Di Sukabumi, para pejuang mengambil alih gedung Balai Pertemuan Umum atau BPU yang sekarang bernama Gedung Juang 45, pada tanggal 21 Agustus 1945 atau 4 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan RI. Peristiwa tersebut dituliskan sebagai aksi terorganisir, di bawah pimpinan para tokoh pejuang dan pemuda.
Berbekal tekad kuat bermodal senjata sederhana, Bambu Runcing, Golok dan Senjata-Senjata Api tua, rampasan dari serdadu penjajah, BPU diambil alih oleh Pemerintah RI melalui tangan rakyat Sukabumi.
"Tekad dan senjata para pejuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan dijadikan icon pada tugu monumen di depan Gedung Juang 45 Kota Sukabumi, yang bertahan hingga saat ini.
Sejak itu, BPU resmi jadi markas berkumpul para pejuang RI. Merencanakan, merumuskan dan memadukan tekad, sekaligus mengatur strategi perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan RI yang mulai diganggu sekutu Belanda.
Ini momen dimana BPU menjadi saksi berdirinya BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan KND (Komite Nasional Daerah) serta organisasi-organisasi laskar, yang bermunculan untuk mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2 hari setelah gedung BPU diambil atau 6 hari pasca Proklamasi Kemerdekaan RI atau tepatnya 23 Agustus 1945, terbentuklah BKR, KND, Lasykar Rakyat, Barisan Banteng, Barisan Islam Indonesia, Hisbullah, Sabilillah, Pesindo, API, Kelompok Bekas Tahanan Digul dan lain-lain. "Seluruh kegiatannya dipusatkan di gedung ini," tulis Endang Sumarsdi dalam artikel tersebut.
Selanjutnya para tokoh pejuang Sukabumi, Seperti Dr. Abuhanifah, Mr. R. Syamsudin, Mr. Harun, Edeng Abdullah, R. Sukardi, Ajengan Sanusi, H. Atjun Basjuni, Emo Hardja, S. Walujo, Edi Sukardi, Suryana, Ali Basri dan yang lainnya, sering mengadakan rapat dan musyawarah di gedung tersebut. Termasuk merencanakan mengambil pemerintahan Sukabumi Si (Kota) dan Sukabumi Ken (Kabupaten) dari tangan Jepang.
Gedung ini membahas langkah para perjuangan mulai dari pembebasan para tahanan-tahanan politik dari tangan Jepang, mengibarkan Bendera Merah Putih di seluruh jawatan dan instansi pemerintah serta di pelosok daerah Sukabumi, serta mendesak Jepang melaksanakan serah terima kekuasaan kepada bangsa Indonesia.
"Aksi ditetapkan pada hari Senin, tanggal 1 Oktober 1945, setelah Hari Raya Idul Fitri," lanjut Endang Sumarsdi.
Panitia Lima, yang terdiri dari Suryana dari BKR, Sukoyo dari Kepolisian, S. Waluyo dari KND, Abdurohim dari Alim Ulama dan Ali Basri dari Daerah Kecamatan Kecamatan, juga mengadakan pertemuan penting di Gedung Juang 45. Senin, 1 Oktober 1945, pukul 06.00 WIB, massa rakyat pejuang yang jumlahnya tidak kurang dari 10.000 orang, berduyun-duyun memadati gedung ini, sebagai markas Komando BKR.
Massa bahkan memenuhi hingga ke bangunan yang menjadi Pendopo Sukabumi atau Gedung Negara Kabupaten Sukabumi sekarang. Mereka datang untuk mendengar pengumuman dari delegasi dan menerima komando dari Panitia Lima.
Saat H. Atjun Basjuni mengumumkan peralihan kekuasaan di tingkat Kota dan Kabupaten ditangguhkan karena mengalami kegagalan, maka Panitia Lima memerintahkan kepada para pejuang untuk melaksanakan tiga sasaran yang sudah dibahas sebelumnya.
Dalam waktu yang tidak lama, para pejuang kemudian berangkat melaksanakan perintah. Sambil mengacungkan senjata Bambu Runcing, Golok dan Senjata Api tua, pejuang mengurung kantor Kempetai atau Polisi Tentara Jepang, yang lokasinya sekarang digunakan oleh kantor Inspeksi Pajak dan Badan Pertanahan Kabupaten Sukabumi, untuk membebaskan para tahanan politik.
Baca Juga :
Jepang dalam tulisan tersebut digambar bertekuk lutut dan menyerahkan 9 orang tahanan politik. Selain itu, juga diserahkan senjata-senjata yang ada di kantor tersebut kepada para pejuang RI.
Aksipun berlanjut, yakni mengibarkan Bendera Merah Putih secara resmi dan pertama kali di Sukabumi. Bendera Merah Putih dipancangkan di Alun-Alun depan Masjid Agung Kota Sukabumi (sekarang).
Selanjutnya melaksanakan gerakan ketiga, massa rakyat dan pejuang dibagi menjadi beberapa kelompok menuju sasaran yang telah ditentukan. Mengurung kantor Sukabumi Si dan Sukabumi Ken, serta instansi-instansi lainnya seperti Denki atau PLN, Kantor Telepon, Tambang Mas Cikotok, Osamu Dai 10360 Butai Jon Bun Kojo atau sekarang PT Barata.
"Setelah kedua kantor pemerintahan Sukabumi Si dan Sukabumi Ken dapat diambil dari tangan Jepang. Diputuskan Mr. Syamsudin sebagai Walikota Sukabumi yang pertama, dan Mr. Harun sebagai Bupati Sukabumi pertama dibawah pemerintahan Republik Indonesia," beber Endang Sumarsdi dalam tulisan tersebut.
Begitu sakralnya Gedung Juang 45 bagi NKRI di Sukabumi dalam mempertahankan kemerdekaan pasca proklamasi 17 Agustus 1945.