SUKABUMIUPDATE.com - Isu dugaan penyalahgunaan dana donasi yang menerpa organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap atau ACT, tak bisa menghapus jejak positif bagaimana lembaga filantropi ini menjalankan programnya. Di Sukabumi, ACT pertama kali membuka penggalangan dana untuk program sumur wakaf.
ACT memang dikenal sering menjalankan program pengentasan krisis air bersih di daerah rawan kekeringan dan minim sumber air bersih. Sumur wakaf yang dibangun di Kampung Nagrak RT 04/08 Kelurahan Benteng, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi, menjadi program pertama ACT di Sukabumi yang dimulai sejak 2020.
Ketua RT 04/08 Kelurahan Benteng, Irwan Kurniawan (45 tahun), mengatakan sumur wakaf tersebut dibangun pada Februari 2021, hasil penggalangan dana yang dimulai sejak September 2020 oleh ACT Cabang Sukabumi. Penggalangan dana dilakukan lewat kanal indonesiadermawan.id dengan dua tautan yang dikelola ACT.
"Kita dapat tawaran dari ACT langsung, program sumur wakaf untuk lingkungan di sini. Saya terima dan waktu itu ada penggalangan dana lewat indonesiadermawan.id dengan dua link atau tautan khusus donatur. Kalau mau menyumbang, bisa ke dua link itu," kata Irwan kepada sukabumiupdate.com, Kamis (7/7/2022).
Menurut Irwan, hasil penggalangan dana tersebut tidak semuanya diberikan untuk pembangunan sumur wakaf, yang juga meliputi pembangunan tempat mandi, cuci, kakus atau MCK. Ia menduga ada pemotongan 25 persen dari dana yang terkumpul Rp 32 juta. Dana program ini disalurkan dalam bentuk barang.
"Bahan untuk MCK ini, upah kerja, upah bor, dan fisik semua, total Rp 24 juta. Sisa (hasil donasi) katanya potongan untuk biaya admin," ucap Irwan.
Irwan dan warga Kampung Nagrak RT 04/08 Kelurahan Benteng menggunakan hasil donasi semaksimal mungkin untuk pembangunan sumur dan MCK. Dana senilai Rp 24 juta itu menurut Irwan hanya cukup untuk upah pekerja dan bahan material. Sedangkan kebutuhan sehari-sehari seperti makan pekerja, ditanggung uang kas RT.
"Waktu itu keluar tambahan, selama pelaksanaan satu bulan, hampir Rp 2 juta dari kas RT," kata Irwan yang menilai ada dugaan pemotongan dana terlalu besar oleh ACT. "Contohnya dari Rp 32 juta jadi Rp 24 juta. Dengan bahasa operasional mereka. Saya sih terima saja karena manfaat. Tapi kalau bisa jangan sebesar itu," imbuhnya.
Baca Juga :
Baca Juga :
Baca Juga :
Saat ini, sumur wakaf--termasuk MCK--tersebut masih digunakan warga Kampung Nagrak RT 04/08 Kelurahan Benteng untuk keperluan mandi, mencuci, dan lainnya. Irwan menyebut program ini sangat membantu lantaran kondisi wilayahnya kurang baik untuk membuat sumur. Apalagi biaya pembuatan sumur bor yang mahal.
"Satu meter sumur bor Rp 350 ribu. Di sini, 85 persen warga menggunakan air dari PDAM yang teratur. Sehingga sumur wakaf ini sangat membantu warga, meski jenis airnya tidak maksimal, tidak jernih," kata Irwan.
Marketing Komunikasi ACT Sukabumi Malsi Abadi Akbar menanggapi tudingan pemotongan 25 persen hasil donasi sumur wakaf untuk Kampung Nagrak RT 04/08 Kelurahan Benteng. Menjelaskan rinciannya, Malsi mengatakan donasi yang terkumpul untuk sumur wakaf ini justru awalnya kurang dari target yang diperlukan.
Malsi mengatakan pihaknya sudah menyampaikan total donasi yang diterima di sebuah forum diskusi yang ikut dihadiri warga. Tetapi, saat itu warga tidak mengetahui ada kekurangan dari target. Malsi juga merinci donatur yang berdonasi untuk pembangunan sumur wakaf di Kampung Nagrak RT 04/08 Kelurahan Benteng.
Saat itu donasi publik yang masuk melalui transfer berasal dari perusahaan logistik JNE sebesar Rp 5 juta, Pegadaian Syariah Rp 10 juta, publik Rp 4 juta, dan lewat platform ACT Rp 1 juta. Selain itu, ada pula dari kantor ACT pusat senilai Rp 2 juta. Padahal rencana anggarannya Rp 29,5 juta. Untuk menutupi kekurangan, salah satunya ada dana stimulan dari ACT pusat sekitar Rp 4 juta.
"Kekurangannya itu juga ada yang menyumbang berbentuk barang. Torennya, atau misal kita beli ke material, mereka melebihi, menyumbang, mewakafkan. Nah itu kita masukkan ke nominal karena harus dicatat walaupun berbentuk barang," kata Malsi. Setelah dikalkulasi dengan nilai barang, dinyatakan donasi terkumpul Rp 32 juta. "Mereka sebetulnya tidak tahu (sisa dana diperoleh dalam bentuk barang)," kata Malsi.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK memblokir 60 rekening milik ACT untuk sementara di 33 jasa penyedia keuangan. Kementerian Sosial juga mencabut Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang atau PUB Yayasan ACT.