SUKABUMIUPDATE.com - Anggota komisi IV DPR RI drh Slamet mengatakan, evaluasi asuransi pertanian tahun 2019 belum efektif, sehingga pada kejadian puso tahun ini para petani sangat terpukul karena tidak ada backup untuk melanjutkan usaha tani berikutnya.
BACA JUGA: Cari Biang Kerok Kebakaran Hutan dan Lahan, drh Slamet Usulkan Bentuk Panja Karhutla
Menurutnya, asuransi pertanian merupakan amanat UU nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP). Berdasarkan UU tersebut, asuransi pertanian adalah perjanjian antara petani dan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha tani.
"Puso tahun 2019, akibat musim kemarau yang panjang, memicu kegagalan area panen seluas 86.866 Ha per 18 Oktober 2019. Areal pertanian gagal panen tahun 2019 ini lebih luas dibanding tahun 2018 seluas 33.162 Ha akibat dampak kekeringan pada area 185.162 Ha," jelas Slamet kepada sukabumiupdate.com, Senin (18/11/2019).
Lanjut Slamet, asuransi pertanian diharapkan mampu memberikan efek penyangga bagi petani agar tetap mampu berusaha di masa yang akan datang, karena asuransi ini mampu meningkatkan kemampuan petani dalam pertanggungan risiko usaha tani.
BACA JUGA: drh Slamet Sebut Penanganan Karhutla 2020 Menjadi Tolak Ukur Kinerja KLHK dan BRG
“Kami meminta kementerian pertanian, di masa yang akan datang agar mengefektifkan program asuransi pertanian dengan menyediakan berbagai fasilitas kemudahan menjadi peserta asuransi pertanian. Program asuransi pertanian membutuhkan pembiayaan yang memadai, baik dari sumber APBN maupun APBD, program perbankan, kemitraan dan sumber pembiayaan lain yang tidak mengikat. Namun bila pemerintah tidak hadir, maka upaya asuransi pertanian hanyalah sia-sia belaka," tegasnya.
Politisi PKS dari daerah pemilihan IV Sukabumi ini menerangkan, pada tahun 2019, Kementan mematok target produksi padi tahun 2019 sebesar 83 juta ton gabah kering giling (GKG). Akan tetapi, Badan Pusat Statistik (BPS), melalui Kerangka Sampel Area (KSA) meramalkan produksi padi jauh lebih rendah, yakni hanya 56,9 juta ton GKG.
Dengan adanya puso, sambung Slamet target-target tersebut agak meleset akibat puso yang cukup lebar. Sawah yang mengalami puso, petani sudah mendaftar asuransi tani dapat mengajukan klaim sehingga mendapat penggantian Rp 6 juta per ha. Sedangkan yang tidak mengikuti akan mendapatkan bantuan benih. Namun sejauh mana jangkauan asuransi tani ini, masih belum merata menjangkau para petani yang gagal panen.
BACA JUGA: Dari Jalanan Hingga ke Senayan, Ini Rekam Jejak Slamet yang Berhasil Wakili Sukabumi
"Di sisi lain, upaya Kementan dalam menyiapkan sumur suntik, pompa , traktor roda 4 , traktor roda 2, selang pipa, dan normalisasi saluran yang tergabung pada program bantuan kepada petani perlu evaluasi dari sebaran dan efektifitasnya," terangnya.
Ia menegaskan, masih banyak para petani yang belum mendapatkan program bantuan, karena yang saat ini mendapat program tersebut hanya para petani yang memiliki akses dengan kekuasaan baik di daerah maupun pusat.
Program adaptasi mitigasi kekeringan melalui optimalisasi lahan dengan keterbatasan air melalui sistem tabela juga masih perlu sosialisasi yang masif untuk persiapan menghadapi musim kering di masa yang akan datang.
“Saya menekankan kembali kepada pemerintah, untuk hadir lebih intensif pada penerapan asuransi pertanian untuk menjamin keberlangsungan realisasi Asuransi Usaha Tanaman Padi (AUTP). Catatan kami, realisasi AUTP baru tercapai 52 persen (519.306 Ha) dari target 1.000.000 Ha. Pemberikan AUTP merupakan andil pemerintah sebagai bentuk nyata keberpihakan terhadap masalah yang dihadapi petani," tandasnya.