SUKABUMIUPDATE.com - Country Manager Waze Indonesia, Marlin R. Siahaan yang ditunjuk pada Januari 2018 langsung tancap gas mematok berbagai target bisnis perusahaan penyedia aplikasi navigasi milik Google ini. Selain akan membesarkan bisnis, termasuk revenue, Marlin juga akan membesarkan aplikasi Waze dengan terus menambah downloader user. Jadi, target bisnisnya adalah user dan bisnis bisa tumbuh.
Mantan GM Periklanan Digital Telkomsel ini melihat potensi pasar di Indonesia sangatlah besar kendati fokus yang ia bidik lebih ke partnership. Contohnya, Waze Indonesia sudah bekerjasama dengan Jakarta Smart City yang menggunakan data Waze untuk melihat tingkat kemacetan di Jakarta. Selain itu, pihaknya pun telah mengeksplorasi kemitraan dengan beberapa broadcaster seperti televisi.
Saat ini Waze Indonesia sedang menyiapkan community event yang akan digelar di Surabaya Agustus mendatang. Di event offline tersebut, seluruh komunitas pengguna Waze akan berkumpul. “Kami akan datang, bertemu dengan mereka. Waze memiliki 50-an komunitas yang secara voluntir aktif dan setahun sekali kami adakan community gathering,” ujar Marlin yang punya sapaan akrab “Iyut”.
Bagi lulusan S-2 Pemasaran dari University of Canberra ini, meningkatkan partnership diyakini bisa meningkatkan user Waze. Sementara dari sisi bisnis, pihaknya mulai mengembangkan ke berbagai advertiser (pemasang iklan).
“Tahun ini saya fokus di quick service restaurant (QSR), otomotif, dan fuel. Saya juga melihat ada potensi di industri lainnya seperti perbankan atau FMCG (fast moving consumer goods), “ kata mantan Manajer Senior Solusi Digital Yahoo (2010-14) ini. Menurutnya, orang pasti bawa minum di mobil, makanya FMCG potensial untuk di-approach dan juga bank punya banyak cabang, ATM, dan e-money untuk dipakai di tol.
Kini ada sekitar 4 juta user aktif yang menggunakan Waze minimal dua kali sehari. Rata-rata penggunanya memakai Waze sekitar 1 jam 20 menit sampai 1 jam 30 menit dalam satu hari. Itu cukup panjang karena pemakaian apps lain hanya sekitar 50 menit. Makanya, pemasang iklan tertarik di sana. “Target kami sekitar 4,1 juta user karena memang masih tahun awal. Kami fokus pada memperbanyak partner terlebih dahulu dan bisa bekerjasama dengan advertiser,” ungkap Marlin.
Saat ditanya mengapa tertarik mengembangkan Waze, mantan Manajer Advertising Sales Interactive Hub Pte. Ltd. (2009-10) ini menjelaskan, “Ketika saya ditawari untuk masuk Google, ini adalah kesempatan besar karena masa depan teknologi adanya di Google. Jadi, bagi saya, Google besar dan memang segala perkembangan teknologi ada di sana.”
Apalagi, Waze sebenarnya kalau dilihat, Indonesia sangat identik dengan peta (map). Orang sudah mulai membiasakan diri menggunakan map. “Saya sendiri menggunakannya sudah seperti sikat gigi, dua kali sehari. Map juga menjadi kebiasaan yang saya pakai sejak sebelum saya berada di Google. Map sudah menjadi aplikasi yang wajib ada di ponsel saya,” ungkap Marlin.
Mantan Account Manager PT Direct Vision/Astro Indonesia (2006-09) ini menjelaskan, teknologi yang dipakai oleh Waze adalah teknologi terdepan yang menggunakan machine learning hingga artificial intelligence-nya. Visi-misinya adalah ingin membantu user bisa sampai ke suatu tempat. Adapun slogan citranya, “Save your time five minutes everyday”. Waze berusaha membantu user agar dapat cepat sampai tujuan. Jadi, Waze memang bermanfaat bagi penggunanya.
Untuk Indonesia, Waze membuat kustomisasi: aplkasi ini bisa diatur ke mode motorcycle. Selain itu, ada juga pengaturan jalur ganjil-genap. Jadi, pengguna meng-input dua angka belakang nomor kendaraan, lalu akan diarahkan pada jalur yang sesuai saat di jalan.
Apa keunggulan Waze dibandingkan aplikasi sejenis, misalnya Google Maps (Gmaps)? “Dua-duanya produk Google,” kata Marlin. Namun, ia menambahkan, Gmaps lebih dipakai ke discovery. Misalnya, saat ia ada di Bali, ia akan melihat Gmaps untuk melihat ada apa saja di sana. Atau, mencari informasi bila menuju ke sana bisa naik apa saja. Jadi, fitur Gmaps memang lebih banyak pilihan.
Sementara Waze dipakai khusus untuk navigasi seperti live map. Dikatakan “live map” karena di situ ada pengguna yang bisa berinteraksi dengan map-nya. Karena, Waze seperti media sosial: penggunannya bisa update traffic dan kondisi jalan. Jadi, kalau dari sisi update traffic, Waze lebih real-time.
Selain teknologi, cara untuk menawarkan Waze kepada pemasang iklan juga cukup unik, berbeda dengan ketika Marlin berjualan di media lain seperti televisi sebelum ia bergabung dengan Waze. Di Waze, ketika orang memakai map di mobil dan orang tersebut sedang berinteraksi dengan map, maka saat kondisi jalanan macet, iklan akan muncul. “Jadi, eyeball-nya dapat. Orang melihat iklannya juga fokus, tanpa harus terganggu saat mengemudi,” ucap mantan Account Manager MTV Indonesia ini.
Misalnya, industri perbankan biasanya mempromosikan e-money. Lalu, di titik-titik tertentu restoran F&B muncul dan pengguna bisa menuju ke sana, atau Pertamina buka banyak posko saat Lebaran dan membuka iklan. Ada juga Shell yang memberikan reminder kepada pelanggan untuk berhat-hati di perjalanan dan akan mengingatkan kalau ada lubang.
“Jadi, beriklan sambil berbicara dengan pengguna. Itu adalah private interaction antara user dan advertiser. Menurut saya, uniknya di situ,” kata Marlin yang memulai karier sebagai penyiar di Mustang Radio 88FM.
Heru Sutadi, pengamat bisnis teknologi informasi, memandang Waze saat ini cukup banyak pemakainya. Pesaingnya adalah saudaranya sendiri, Google Maps. Kalau urusan iklan, tentunya pesaingnya adalah aplikasi lain yang sama-sama mencari pengiklan. Peluang Waze cukup bagus, hanya saja efektivitas beriklan tetap jadi pertanyaan karena, misalnya, iklan tayang saat di lampu merah yang waktunya singkat.
Sumber: Tempo