SUKABUMIUPDATE.COM - Toyota akan melanjutkan rencana besar investasi di Indonesia, terutama di bidang manufaktur, hingga mencapai Rp20 triliun sampai tahun 2020.
Wakil Presdir PT Toyota Motors Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono di Tokyo, Jepang, Minggu, mengatakan rencana investasi Toyota di Indonesia seperti yang dijanjikan Presdir Toyota Motor Corp (TMC) Akio Toyota, telah direalisasikan sekitar Rp10 triliun.
"Proyek-proyek besar sudah direalisasikan, pabrik ke-3 sudah selesai, "ujarnya di sela-sela pertemuan dalam rangka kampanye keselamatan dan lingkungan TMC dengan berbagai media di Asia Pasifik.
Sejak 2013, lanjut dia, kapasitas produksi Toyota di Indonesia terus bertambah dari 110 ribu unit menjadi 250 ribu unit saat ini.
Menurut Warih, total investasi yang telah dikucurkan TMC dalam beberapa tahun telah mencapai sekitar Rp10 triliun, di antaranya yang terbesar adalah pengembangan kapasitas produksi untuk Kijang Innova dan Fortuner yang mencapai sekitar Rp5 triliun, kemudian produksi Sienta sekitar Rp2,5 triliun, dan produksi mesin NR dengan investasi sekitar Rp2,3 triliun.
"Jadi masih ada investasi lanjutan, meskipun tidak sebesar sekarang, "ujar Warih.
Investasi lanjutan Toyota di Indonesia tersebut, menurut dia, lebih pada investasi untuk penyegaran atau modifikasi produk, selain investasi lain terkait efisiensi untuk meningkatkan daya saing, termasuk membawa industri pendukung komponen seperti Denso.
Untuk membuat investasi yang ditanam di Indonesia itu optimal, TMC melalui TMMIN, juga melakukan ekspor di samping memproduksi untuk permintaan dalam negeri.
"Saat komposisi (produksi untuk) ekspor dan domestik sudah 50:50, "kata Warih. Ekspor, lanjut dia, sangat penting untuk mencapai skala ekonomi beragam model mobil yang diproduksi TMMIN.
Warih memperkirakan sampai akhir tahun ekspor produk Toyota dr Indonesia ke mancanegara mencapai sekitar 170 ribu unit, antara lain berupa Innova, Fortuner, Vios, Yaris, di samping Avanza, Rush, Sienta.
"Ada penurunan permintaan ekspor beberapa model, terutama dari Timur Tengah, namun secara volume bisa tertutup oleh peningkatan ekspor dari negara di kawasan ASEAN, seperti Philipina, "katanya.
Warih mencontohkan permintaan ekspor dari Timur Tengah turun dari sekitar 3.000-3.500 unit per bulan menjadi hanya 2000-an unit per bulan.
Namun permintaan ekspor dari Philipina naik dari 1.000-1.500 unit per bulan menjadi 2.000-2.500 unit per bulan.