Penulis: Alya Sabira | Siswi SMAN 4 Sukabumi, Peserta Program Kennedy Lugar Youth Exchange and Study (KL-YES) ke Amerika Serikat
Saya Alya Sabira asal dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Saat ini saya tengah mengikuti program pertukaran pelajar Kennedy Lugar Youth Exchange and Study (YES) ke Amerika Serikat yang disponsori oleh Kementerian Luar Negeri AS. Saya sudah tinggal di Amerika Serikat selama 9 bulan di San Antonio, negara bagian Texas. San Antonio merupakan salah satu kota besar di Texas dengan jumlah penduduk 1.8 juta orang.
Saya tinggal dengan keluarga angkat (host family) di sebuah rumah di bagian sub-urban kota. Saya bersekolah di John Marshall High School sebagai senior atau kelas 12. Sekolah saya cukup dekat dengan rumah, 15 menit berkendara. Namun, saya biasanya menggunakan bis sekolah untuk berangkat dan pulang yang memakan waktu kurang lebih 1 jam.
Bersama host family, saya merasakan hampir seluruh tradisi liburan di Amerika Serikat seperti Halloween, Thanksgiving, Christmas, New Year, Valentine’s Day, St. Patrick Day hingga Easter yang bagi saya membuka perspektif baru dan pengalaman yang menyenangkan.
Di negara bagian tempat saya tinggal, waktu berpuasa sekitar 14 jam, imsak sekitar pukul 6 pagi dan berbuka pukul 8 malam. Waktu imsak dan berbuka biasanya berbeda beberapa menit setiap harinya, saya menggunakan aplikasi Muslim Pro untuk melihat jadwal dan mendapat pengingat waktu imsak dan berbuka. Saat ini, di bagian bumi utara tengah berada di musim semi dengan waktu malam yang sedikit lebih lambat dibanding sebelumnya. Matahari terbit pada pukul 7 pagi dan terbenam pada pukul 8 malam. Waktu berpuasa di Amerika Serikat lebih lama dibanding dengan waktu berbuka di Indonesia.
Untuk sahur, saya biasanya memasak makanan beku (frozen food) seperti burrito, memanaskan kembali makanan sisa berbuka (leftover) dan sesekali memasak makanan khas Indonesia seperti nasi goreng, mie kocok bandung, bakso dan risoles. Sedangkan, untuk berbuka, saya biasanya memakan masakan yang host family sediakan, bervariatif bahkan masakan khas berbagai budaya di dunia.
Di sekolah saya, jumlah siswa muslim yang cukup banyak karena komunitas muslim juga cukup besar di kota saya tinggal. Meskipun di sekolah saya tidak menyiapkan tempat ibadah resmi seperti musala dan masjid, beberapa teman muslim biasanya beribadah bersama di ruangan yang diizinkan oleh guru. Saat Ramadan seperti sekarang ini, saya kerap bertanya kepada teman-teman muslim lainnya bagaimana puasa mereka berjalan dan bertanya mengenai tradisi Ramadan di keluarga mereka masing-masing. Kami kerap berbagi cerita mengenai tradisi berbuka dan Idul Fitri, juga makanan dan kue khas dari berbagai negara.
Selama Ramadan, saya mendapatkan banyak dukungan dari keluarga host yang membantu saya menyiapkan makanan yang variatif, teman-teman yang selalu menanyakan kondisi saya, menyemangati bahkan turut mencoba berpuasa, serta guru-guru yang menawarkan bantuan apabila saya membutuhkan istirahat selama kelas berlangsung.
Pengalaman berpuasa di Amerika Serikat bagi saya sangat berkesan. Pertama kalinya saya bersahur dan berbuka sendiri. Terkadang saya menelepon keluarga di Indonesia untuk menemani saya sahur. Banyak tradisi Ramadan yang saya rindukan seperti ‘ngabuburit’. Meskipun berbeda, saya kerap ngabuburit di Amerika, menghabiskan waktu dengan teman, mengunjungi perpustakaan atau sekadar berjalan-jalan di taman menunggu waktu berbuka datang.
Ramadan di Amerika Serikat memberikan makna mendalam bukan hanya sebagai tuntunan dan kewajiban sebagai seorang muslim tetapi juga makna keluarga dan tradisi yang mengingatkan saya akan identitas sebagai orang Indonesia. Selain itu, dukungan dari host family dan teman-teman saya turut membangun makna, membuat saya merasa seperti bagian dari komunitas, berbagi tradisi dan bertoleransi.