Penulis: Billyardi Ramdhan | Dosen Biodiversitas Tanaman Universitas Muhammadiyah Sukabumi
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang cukup melimpah, termasuk tanaman rempah dan herbal. Kedua jenis sumber daya hayati tersebut sudah sejak lama memberikan peranan penting di kehidupan masyarakat Indonesia. Dunia diperkirakan sejauh ini terdapat sekitar 400-500 jenis tanaman rempah dengan Asia Tenggara sebagai pusatnya, setidaknya 275 spesies rempah terdistribusi di Asia Tenggara. Karena anugerah ini pula, yang mengundang para pendatang, pelaut, saudagar, bahkan penjajah ke tanah Polinesia paling barat (Indonesia).
Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Indonesia sudah menjadi identitas budaya. Jamu dan jenis pemanfaatan obat lainnya sudah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Begitu pun di tanah Sunda, bandrek menjadi ikon dalam pemanfaatan herbal sekaligus gaya hidup layaknya minum kopi saat ini. Namun, apakah bandrek hanya milik orang Sunda, nyatanya jika kita ke Sumatera, dari Lampung sampai Aceh kita akan menemukan minuman sejenis bandrek. Begitu pun di Kalimantan, Maluku, dan Kepulauan Sunda Kecil (Bali sampai Nusa Tenggara Timur; NTT). Hal ini yang coba diungkap oleh peneliti sekaligus dosen dari Pusat Studi Etnobiofarmaka Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI). Tim yang diketuai oleh Lela Lailatul Khumaisah, M.Si. (Dosen Program Studi Kimia/Spesialisasi Kimia Bahan Alam) dengan anggota Billyardi Ramdhan, S.Pd., M.Si. (Dosen Program Studi Pendidikan Biologi/Spesialisasi Etnobotani dan Biodiversitas) dan dibantu 2 (dua) orang mahasiswa bekerja dalam penelitian berjudul “Sebaran Minuman Kesehatan Indonesia: Analisis Etnobotani dan Fitokimia Bandrek.“ Proyek ini merupakan bagian dari program Hibah Riset Muhammadiyah Batch V di bawah Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2021.
Hasil kajian ini memetakan setidaknya terdapat 10 jenis bandrek dari 10 provinsi yang berasal dari pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku, dan NTT. Kesepuluh jenis bandrek tersebut memiliki karakteristik dan komposisi herbal yang berbeda sesuai daerah penghasil atau yang memproduksinya, walaupun dasarnya tetap sama menggunakan jahe dan gula aren. Variasi pemanfaatan herbal mencatat ada 22 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dengan klaim khasiat yang spesifik dan berbeda untuk setiap daerahnya. Beberapa daerah di Sumatera memiliki kekhasan memanfaatkan herbal tambahan (selain jahe), antara lain kayu manis (Cinnamomum verum), batang serai (Cymbopogon citratus), dan cengkeh (Syzygium aromaticum). Hal ini wajar, karena masuknya pengaruh bangsa Arab atau India yang terbiasa menggunakan rempah-rempah tersebut. Begitu pula ada yang unik dari bandrek Kalimantan, yaitu pemanfaatan Bawang Dayak (Eleutherine bulbosa) sebagai herbal tambahannya.
Dari sekian jenis bandrek, bandrek Sunda merupakan bandrek yang paling khas, karena tanah Sunda merupakan asal usul dari bandrek itu sendiri. Bandrek Sunda peneliti mengkategorikan sebagai bandrek yang original, karena tidak pengaruhi oleh budaya atau jenis rempah luar. Sebagai contoh di daerah Sukabumi ada bandrek RISD yang memiliki kekhasan Dan berbeda dengan yang lain. Bandrek RISD sudah menjadi ikon minuman khas Sukabumi dan menjadi kajian riset dan pengembngan di Pusat Studi Etnobiofarmaka UMMI. Harapannya potensi yang ada di Sukabumi ini akan jauh lebih terangkat sehingga menghasilkan minuman bandrek yang berkualitas berbasis riset center universitas.