R.A Kartini merupakan teladan penting bagi perempuan Indonesia. Beliau adalah tokoh yang memperjuangkan hak-hak perempuan seperti hak untuk belajar di sekolah dan hak untuk memimpin. Dengan demikian, seorang wanita memiliki sifat demokratis dan rasa kepedulian yang tinggi sehingga sosok wanita pun berkompeten untuk menjadi pemimpin.
Perempuan Indonesia adalah sumber daya potensial yang apabila diberi kesempatan akan maju dan meningkatkan kualitasnya secara mandiri dan menjadi penggerak dalam dimensi kehidupan dan pembangunan bangsa.
Banyak perempuan yang telah menduduki jabatan sebagai pemimpin, namun masih ada fakta kurang menyenangkan bagi perempuan seperti masih tinggi tingkat kekerasan pada perempuan, kesenjangan pembangunan antara perempuan dan laki-laki, terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap fasilitas kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, kurangnya peran perempuan dalam lembaga publik yang lebih luas (seperti partisipasi di bidang politik dan jabatan strategis di bidang pemerintah). Secara kultural juga perempuan masih dibelenggu oleh budaya patriarki, oleh karena itu akses dan partisipasi perempuan dalam kepemimpinan masih rendah.
Maka dari itu munculah istilah feminisme. Ide besar feminisme adalah memberikan hak dan kesempatan yang sama antara wanita dan pria dalam berbagai hal, mulai dari pekerjaan, hak politik, hingga peran dalam keluarga serta masyarakat.
Dalam konstitusi negara Indonesia pun sudah diatur mengenai kesetaraan gender ini, dimana disana tertuang bahwa “setiap warga negara memiliki hak yang sama” tidak terbatas pria maupun wanita.
Berbicara tentang kesetaraan gender bukan berarti “sama dengan” karena ada beberapa hal yang hanya bisa dilakukan oleh pria maupun beberapa hal yang hanya bisa dilakukan oleh wanita contohnya menyusui dan melahirkan.
Salah satu kesalahan persepsi tentang feminisme adalah gerakan ini dilihat semata-mata sebagai usaha para wanita untuk menjadi lebih hebat dari pria sehingga pria merasa terintimidasi. Namun pada dasarnya, feminisme / kesetaraan gender ini bukan untuk merendahkan harga diri seorang pria, akan tetapi untuk menyadarkan semua bahwa pria dan wanita memiliki hak yang sama.
Bahkan jika dilihat saat ini, peran perempuan telah bergeser ke dimensi yang lebih luas. Kebangkitan kaum perempuan dalam era globalisasi telah membawa perubahan: perempuan bukan lagi semata-mata sebagai istri atau ibu, tetapi telah terorientasi pada kualitas eksistensinya selaku manusia.
Berangkat dari semua hal itu tidak menjadi hala tabu lagi bagi wanita yang menjadi pemimpin, asalkan mumpuni untuk bersikap adil dan bijaksana.
Perlu diakui bahwa paham seperti ini belum menengah, dalam artian belum mainstream. Masih banyak orang di luar sana yang belum memahami feminisme ini, dan masih terjebak dalam stereotipe patriarki.
Penulis: Prieyayi Nuryusuf | Anggota Himpunan Mahasiswa Perikanan Universitas Muhammadiyah Sukabumi