Oleh: Suskha Aprilia
Prodi Akuntansi Universitas Nusa Putra
Suku Bunga Acuan Bank Indonesia atau BI Rate merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia mengenai suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur setiap bulannya dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi Indonesia dan global, yang nantinya diumumkan ke publik dan digunakan sebagai referensi suku bunga acuan kredit. BI Rate biasanya berhubungan dengan berbagai kebijakan moneter yang akan diterapkan pada masyarakat Indonesia.
Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7, “Bank Indonesia harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan moneter dengan tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah terhadap harga-harga barang atau jasa di pasaran. Hal itu bisa terlihat dari laju inflasi dan melalui nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.”
Atas dasar itulah Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia, karena Suku Bunga Acuan Bank Indonesia memengaruhi tingkat perekonomian Indonesia. Ada beberapa faktor yang akan memengaruhi Suku Bunga Acuan Bank Indonesia, yaitu kebijakan moneter (monetary policy) yaitu kebijakan yang diambil dari keputusan pada tingkat persediaan uang di Amerika. Karena Amerika merupakan negara dengan tingkat perekonomian terbesar ke-2 di dunia yang stabil perekonomiannya dalam jangka waktu panjang, sehingga Amerika merupakan negara yang dipakai menjadi tolak ukur dalam nilai tukar mata uang asing di dunia. Yang kedua adalah kebijakan ekonomi, yaitu kebijakan pemerintah dalam mengambil keputusan di bidang ekonomi, mencakup suku bunga, penetapan pajak, dan anggaran pemerintah. Dan yang terakhir adalah faktor kemungkinan inflasi, yaitu kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Pada saat Bank Indonesia menaikkan suku bunga yaitu memiliki tujuan agar uang masyarakat lebih banyak disimpan di bank. Begitupun sebaliknya, jika Bank Indonesia menurunkan suku bunga, hal itu bertujuan agar perputaran uang di masyarakat tinggi. Menurut data dari Bank Indonesia, suku bunga Bank Indonesia pada tahun 2021 adalah suku bunga paling rendah sejak diberlakukannya suku bunga Acuan Bank Indonesia atau BI Rate di Indonesia, yaitu sebesar 3,50% pada bulan Februari 2021 setelah sebelumnya Suku Bunga Acuan Bank Indonesia terjadi penurunan pada bulan November 2020 sebesar 3,75% dan sebesar 4% pada Oktober 2020. Jika dilihat suku bunga kebijakan bank sentral berbagai negara di dunia, Argentina adalah negara yang paling tinggi tingkat suku bunganya, yaitu mencapai 17,88% pada bulan Februari 2021, selanjutnya negara Turki yaitu sebesar 17% dan Rusia sebesar 8,25%. Sedangkan Indonesia masih dibawah negara India dengan suku bunga 4% dan China sebesar 4,35%.
Tingkat suku bunga yang diterapkan Bank Indonesia memengaruhi perputaran uang di masyarakat. Pada saat suku bunga yang dikeluarkan Bank Indonesia tinggi, perputaran uang di masyarakat akan menurun, masyarakat akan lebih memilih tidak mengeluarkan uangnya untuk sesuatu hal yang dianggapnya tidak terlalu penting. Lain halnya jika suku bunga rendah, perputaran uang akan tinggi, tingkat jual beli masyarakat di pasaran akan tinggi yang berpengaruh pada proses produksi dan distribusi barang yang akan tinggi pula, sehingga berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Suku Bunga Acuan Bank Indonesia juga berpengaruh pada proses pinjaman di bank karena pada saat suku bunga rendah, pinjaman perbankan akan tinggi dan menjadi incaran para kreditur, terlebih dengan kondisi fixed season seperti saat ini, yaitu mendekati Lebaran, biasanya pinjaman ke Bank akan tinggi, karena masyarakat lebih banyak kebutuhan menjelang Lebaran.
Menurut data statistik Bank Indonesia, pinjaman perbankan di Indonesia mengalami kenaikan mulai dari bulan November 2020 yaitu pada saat pertama kali Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya. Hal itu terlihat dari total pinjaman seluruh perbankan di Indonesia, mulai dari Bank Persero, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Perkreditan Rakyat, juga Bank Asing dan Bank Campuran. Pada bulan November mengalami kenaikan menjadi Rp. 1.593.668 miliar setelah sebelumnya hanya Rp. 1.587.804 miliar pada Oktober 2020 dan terus naik pada akhir tahun 2020 menjadi Rp. 1.599.183 miliar. Untuk Bank Persero, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Asing dan Bank Campuran pinjaman terbesar pada pinjaman modal kerja, sedangkan untuk Bank Pemerintah Daerah pinjaman terbesar adalah untuk pinjaman konsumsi rumah tangga. Jika dilihat menurut Provinsi yang ada di Indonesia, Provinsi DKI Jakarta yang paling tinggi jumlah pinjaman ke Bank yaitu sebesar Rp. 1.360.037 miliar pada bulan Desember 2020, dan Kedua terbesar adalah Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar Rp. 688.289 miliar. Dan provinsi Kalimantan Utara menjadi yang terendah dalam pinjaman ke Bank, yaitu hanya sebesar Rp. 9.877 miliar pada Desember 2020.
Jika dilihat dari kelompok lapangan usaha, pinjaman tertinggi ke Bank adalah pada sektor lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi mobil dan motor yaitu mencapai Rp. 957.315 miliar pada bulan Desember 2020, dan tertinggi kedua ada pada sektor lapangan usaha industri pengolahan yaitu sebesar Rp. 862.988 miliar.
Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi tertinggi dalam jumlah pinjaman ke Bank, dikarenakan DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan Indonesia dan untuk provinsi Jawa Barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia karena banyaknya pusat industri di Jawa Barat, seperti Bekasi dan Karawang.
Meskipun seluruh negara sedang mengalami pandemik yang berkepanjangan dan menyebabkan perekonomian negara melemah, maka Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan menurunkan tingkat suku bunga dengan harapan mengembalikan perekonomian negara agar tetap stabil. Jika pinjaman ke bank tinggi, maka akan berpengaruh pula pada margin perbankan di Indonesia dan berpengaruh pula pada perekonomian negara Indonesia secara keseluruhan.