Oleh: Hamidah Mpd (Penulis)
Pencabutan lampiran perpres no 10/2021 oleh Jokowi tanggal 2 Maret kemarin sedikit melegakan hati masyarakat yang selama satu bulan kemarin gaduh dan memanas.
Seperti diketahui, aturan 'Perpres Investasi Miras' ini sebenarnya merupakan lampiran dari Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Perpres ini ditetapkan pada 2 Februari oleh Jokowi dan diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Aturan soal penanaman modal terkait minuman keras termuat dalam lampiran III Perpres soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu.
Terlepas dari pendapat pakar hukum tata negara Yuzril Ihza Mahendra bahwa pencabutan ketentuan tentang investasi minuman keras dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal harus diikuti dengan penerbitan peraturan baru yang merevisi peraturan tersebut.
Sejatinya membatalkan kebijakan izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol itu lebih baik. Dan, jika dibatalkan akan menjadi ikhtiar politik Pak Jokowi atas muslim Indonesia yang mengharamkan minuman yang memabukkan
Memang sebaiknya aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu dicabut saja Toh, masih banyak alternatif investasi lain yang tidak terlalu kental bersinggungan dengan keyakinan agama Islam, sekaligus umat terbanyak di negeri ini, dan juga di dunia.
Apalagi sejumlah fakta perihal dampak negatif alkohol bagi kehidupan sosial, ekonomi, maupun kesehatan manusia nyata adanya. Paling tidak 58 persen kriminalitas di Indonesia disebabkan konsumsi minuman keras. Data dari Mabes Polri sebanyak 225 kasus tindak pidana yang terjadi karena dipicu minuman beralkohol yang dikonsumsi pelaku di Indonesia.
Sesuai harapan masyarkat Presiden memang sudah seharusnya mendengar masukan-masukan dari para tokoh agama dan tidak memilih berhenti di kenyamanan. Tapi terus berubah mencari dan menemukan kebaruan di kesemestian perubahan kehidupan.
Menjadi kontroversial itu keberanian. Bahkan perbedaan yang tajam itu sangat mungkin sebagai kesejatian manusia yang dinamis. Menjelaskan pandangan atau pendapat yang kontroversial yang berbatas ruang dan waktu bukanlah masalah. Yang penting dan utama ia selalu menyisakan dan mempedulikan pandangan dan pendapat yang lain.
Toh, apapun yang disebut kebijakan selalu potensial ada kesalahan atau kebodohan. Dengan kata lain, memilih adil terhadap semua pihak dalam suatu kontroversi dimaksudkan agar selalu ada netralitas. Dan, netralitas itu memberikan bobot yang sama terhadap pandangan berbeda atau minoritas dalam suatu kontroversi.
Meski kontroversi itu sangat membebani tetapi itulah tanggung jawab. Menyediakan bukti dokumenter untuk setiap pernyataan untuk topik yang kontroversial, apalagi terkait keyakinan dan agama atau masalah-masalah aktual diperlukan lebih banyak kehati-hatian.
Sebab, semakin menyimpang suatu pernyataan dari pandangan yang diterima umum, semakin banyak rujukan yang harus diberikan. Selain keapikan memilih kata atau kalimat agar tidak digunakan untuk menyelipkan bias tersembunyi.