Oleh: [email protected] (netizen)
Hak Asasi Manusia, tentu adalah sebuah perangkat penting yang mengilhami proses perkembangan kehidupan manusia sejak sangat lama sekali, hingga sampai di puncak Globalisasi hari ini. Pada perjalanannya menyusuri lereng-lereng curam nan terjal di bumi Indonesia, konsep HAM telah melewati cukup banyak tantangan dari yang ringan hingga berat.
Secara ekplisit, kelembagaan Negara kita begitu menghormati konsep HAM yang bahkan telah dibuktikan dengan nyata dan tegas dengan dicantumkan nya konsep dasar Hak Asasi Manusia didalam substansi Undang-Undang dasar 1945, serta diperkuat dengan bergabungnya Indonesia pada kesepakatan HAM internasional bersama banyak Negara demokratis lain yang tergabung di PBB.
Bicara mengenai problematika Hak Asasi Manusia tentu kita akan mengedepankan aspek perlindungan sebagai sebuah diskursus utama, lalu bagaimana praktik perlindungan HAM yang dilaksanakan oleh Pemerintahan republik Indonesia dari satu masa menuju masa yang lainnya?
Sebenarnya ini adalah sebuah pertanyaan yang tidak terlalu sulit untuk dijawab apabila kita menjawab secara jujur dan objektif. Sebab dari sekian banyak catatan hitam kasus pelanggaran HAM yang pelakunya adalah Negara itu sendiri, persentase kasus yang telah diselesaikan oleh Negara kita beserta instrumennya ini sangat sedikit.
Catatan dosa besar bangsa kita dalam menegakan Hak Asasi Manusia tentu terekam jelas dalam seluruh literatur maupun dokumenter yang mengisahkan betapa parah krisis kemanusiaan yang dialami dalam peristiwa genosida G30S/GESTOK/GESTAPU, yang hingga hari ini dalang dari peristiwa berdarah tersebut masih bebas berkeliaran menikmati hari tua mereka yang kaya raya, sedangkan para penyintas harus hidup ditengah derita tak berujung. Ini tentu menjadi sebuah PR dan catatan besar kedepan.
Dari mulai GESTOK, TANJUNG PRIOK, TIMOR-TIMOR, ACEH, SEMANGGI 1&2, MUNIR YANG MATI DALAM PESAWAT, SALIM KANCIL, PERISTIWA 98, hingga peristiwa pembunuhan para demonstran aksi Reformasi Dikorupsi pada tahun 2019 lalu terus menghantui bangsa ini.
Dosa masa lalu seperti ini akan menjadi hambatan serius dalam perjalanan bangsa ini menghadapi setiap tantangan yang ada, dosa yang dilupakan akan terus menjadi barang menakutkan untuk diingat apalagi untuk diajarkan. Ini menjadi pelik bahwa pada dasarnya Negara yang dicita citakan adalah Negara yang melindungi Hak Asasi Manusia, namun pada praktiknya Negara melalui instrumen keamanan telah menjadi pelaku utama dari pelanggaran HAM yang seringkali terjadi.
Ironi diatas ironi.
Pada puncak kegagalan Negara ini menegakan HAM adalah ketika peristiwa pelanggaran HAM mencoba untuk dilupakan pada proses penyelesaian, peristiwa pelanggaran HAM dianggap sebagai isu maha menakutkan untuk sekedar diberikan jalan keadilan bagi para korban, dan isu pelanggaran HAM senantiasa menjadi gorengan abadi di negeri setengah hati.
Isu pelanggaran HAM hanya akan menjadi bahasan yang sedikit serius pada momen politik tertentu saja, dalam pemilu. Isu penegakan HAM hanya digunakan sebagai alat untuk menyerang lawan politik yang dianggap memiliki dosa masalalu, tanpa konkret menghadirkan upaya rekonsiliasi ataupun proses peradilan yang serius.
Dalam setiap proses kampanye pemilihan presiden pasca reformasi, isu HAM selalu tampil terdepan sebagai gorengan yang paling empuk dan hangat. Gorengan tadi telah melahirkan harapan kosong dimata sayu para korban yang menanti datangnya keadilan.
Namun pada kenyataannya tidak pernah demikian, mimpi mendapat proses rekonsiliasi, pemulihan hak, ataupun peradilan yang benar tidak pernah terwujud siapapun yang memenangkan kontestasi pemilihan presiden. Mitos penegakan HAM di negeri kita akan semakin menjadi mitos ketika kaum muda melupakan hal tersebut dan para penyintas menyerah menagih hak.
Dalam keputusasaan para penyintas mereka tetap berharap adanya keadilan, adanya perlindungan dari Negara, adanya pemulihan hak yang sejati dan bukan gorengan yang dijual lima tahun sekali saja. Dalam kobaran semangat pemuda yang telah menyatakan diri menolak lupa semua peristiwa pelanggaran HAM, mereka terus menggoreskan pena yang penuh harapan akan sebuah Negara yang melindungi segenap tumpah darah bangsanya, melindungi Hak hak anak bangsanya tanpa terkecuali.
Indonesia akan melesat maju menuju kemajuan jika mampu berbesar hati untuk menyelesaikan setiap dosa masa lalu yang telah dilupakan. Indonesia yang beradab dan bersandar pada konsep universal Hak Asasi Manusia adalah harapan setiap generasi muda yang sadar.
Penulis : Alvi Hadi Saputra (Presiden mahasiswa STKIP PGRI Sukabumi)