Oleh: Suskha Aprilia
Mahasiswi Universitas Nusa Putra Prodi Akuntansi
Saat ini kondisi perekonomian di seluruh dunia sedang mengalami masa resesi, atau masa perekonomian yang mengalami penurunan dan tidak stabil dalam jangka waktu yang lama, tak terkecuali di Indonesia. Resesi mengakibatkan penurunan pada semua aktivitas di sektor ekonomi, mulai dari penurunan investasi, penurunan produksi dan distribusi produk barang atau jasa, dan adanya peningkatan jumlah pengangguran. Salah satu penyebab masa resesi itu adalah dikarenakan pandemi virus Covid-19 yang pertama kali terjadi di Wuhan China pada penghujung tahun 2019 dan tersebar hampir ke seluruh dunia dengan sangat cepat, termasuk ke Negara Indonesia. Virus Covid-19 tersebut masuk ke Indonesia pertama kali sekitar bulan Maret 2020 dan cepat tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia.
Akibat penularan virus covid-19 tersebut yang begitu cepat, menyebabkan banyak orang terpapar virus tersebut, bahkan sampai memakan korban jiwa. Artinya virus tersebut bukan virus biasa seperti virus influenza, melainkan virus berbahaya yang harus segera ditangani dan dicari obatnya untuk mencegah penularan yang semakin luas. Untuk itu Pemerintah Indonesia mengambil langkah cepat menghimbau ke seluruh warganya dengan menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) nasional untuk seluruh provinsi di Indonesia dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) yaitu dengan cara meliburkan sekolah yang diganti dengan sekolah online, meliburkan tempat kerja, menutup fasilitas umum, menutup bandara domestik maupun internasional dan melarang adanya acara-acara besar untuk menghindari kerumunan orang banyak. Masyarakat sebaiknya berdiam diri di rumah dalam rangka mencegah meluasnya virus covid-19, dan tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan mendadak.
Para pekerja ada yang bekerja dari rumah, atau disebut dengan istilah WFH (Work from Home), melakukan pembatasan pekerja yang bekerja di kantor dengan melakukan shift atau bergantian hari kerja. Akibat meliburkan tempat kerja dan bekerja dari rumah, ada beberapa pekerja yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan yang mengalami pendapatan menurun, atau bahkan ada perusahaan yang terpaksa harus gulung tikar karena tidak adanya produksi dan penjualan, sehingga tidak adanya pendapatan.
Berdasarkan pantauan dari covid19.go.id, hingga tanggal 27 Oktober 2020, terkonfirmasi positif 396.454 kasus, kasus aktif 60.694, sembuh 322.248 kasus dan meninggal 13.512 kasus. Sementara di Kabupaten Sukabumi sendiri total 555 kasus terkonfirmasi, dalam perawatan 140 kasus, pasien sembuh 410 kasus dan meninggal 5 kasus.
Hampir 3 bulan lamanya pemerintah menghimbau untuk berdiam diri di rumah dan menjaga diri untuk tetap hidup sehat, sampai akhirnya Pemerintah Indonesia mengumumkan untuk memulai kebiasaan baru atau New Normal, yaitu perubahan kebiasaan untuk memperbolehkan keluar rumah dan melakukan aktivitas seperti biasa dengan tetap melakukan protokol kesehatan supaya hidup seperti sedia kala. Protokol kesehatan itu mencakup 3 M, yaitu Menjaga jarak minimal 2 meter jika keluar rumah, Memakai masker dan Mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau memakai cairan pembersih/ hand sanitizer. Dan juga membuka tempat-tempat umum seperti toko, supermarket, kantor pelayanan, bank, dan lain-lain, dengan tetap menjaga jarak pada saat mengantri, tempat duduk di berikan jarak, pengunjung dibatasi, jam buka tutup dibatasi, dan harus menyediakan untuk pengunjung mencuci tangan dan cek suhu tubuh. Hal tersebut merupakan salah satu program Pemerintah untuk mencegah penyebaran virus covid-19.
Di samping mengikuti himbauan dari Pemerintah, rupanya membuat para penggiat UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) atau bahkan pabrik yang berskala besar berinovasi dan menciptakan kreativitas untuk membuat dan memproduksi masker dari bahan kain. Terlebih di awal masa pandemi membuat masker kesehatan sangat langka di pasaran, karena tingginya permintaan masker tetapi barang yang diproduksi dan didistribusikan sedikit. Dengan kata lain, sumberdaya terbatas, tetapi permintaan pasar sangat tinggi. Bahkan ada yang sampai menimbun masker-masker tersebut demi mendapat keuntungan hampir lebih dari 100 persen (seratus persen) dari harga sebelum masa pandemi. Masker yang biasanya hanya mencapai harga Rp. 110.000,- (seratus sepuluh ribu rupiah) per-box, bisa mereka jual dengan harga Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per-box bahkan hingga jutaan. Sampai akhirnya pemerintah menindak tegas oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Masker kesehatan biasanya hanya kita jumpai untuk tenaga medis kesehatan saja, tetapi di masa pandemi ini, semua orang membutuhkan masker tersebut. Bukan hanya masker kesehatan saja yang diburu oleh konsumen, tetapi masker kain yang banyak kita jumpai di pinggir jalanpun jadi incaran konsumen.
UMKM dan pabrik-pabrik memproduksi dan mendistribusikan masker-masker tersebut sampai ke pelosok-pelosok, karena masih tingginya permintaan masker di pasaran. Bahkan sampai saat ini masih banyak kita jumpai pedagang masker eceran di pinggir jalan, di supermarket, e-commerce atau di toko-toko yang biasanya tidak pernah menjual masker tetapi karena adanya peluang pasar dan permintaan masker yang cukup tinggi membuat mereka ikut berjualan masker.
Produksi masker ini tersedia dengan beragam warna dan motif yang menarik, bukan hanya untuk kesehatan saja, tetapi banyak yang menjadikan masker kain tren berbusana, khususnya untuk wanita, masker tersebut bisa di padupadankan dengan pakaian atau jilbab, bahkan ada produsen masker yang membuat motif sama dengan mukena, jilbab, pakaian dan tas serta celana agar terlihat lebih fashionable.
Produksi masker ini tersedia dengan berbagai ukuran mulai dari ukuran anak-anak sampai dewasa, berbagai bahan mulai dari bahan katun, katun jepang, bahan satin, bahan scuba, bahan kaos, bahan jaguar dan juga bahan kain premium lainnya dengan harga yang relatif murah mulai dari harga Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) sampai dengan harga Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Pedagang masker ini menjajakan dagangannya mulai dari awal masa pendemi virus Covid-19 sampai dengan saat ini, karena masih tingginya permintaan pasar dan masih tingginya penyebaran virus covid-19. Merekapun bisa meraup untung yang cukup besar dari menjual masker saja.
Semakin tinggi permintaan barang atau jasa di pasaran maka akan semakin tinggi juga produksi dan penjualan atas barang atau jasa tersebut dan semakin banyak konsumen yang membutuhkan masker semakin tinggi juga harga dari masker tersebut, sehingga pedagang bisa mematok harga tinggi untuk penjualan maskernya. Tetapi di sisi lain, dengan adanya persaingan pasar dan produsen masker yang banyak, hal itu membuat harga tidak terlalu tinggi dibandingkan awal masa pandemi dengan produksi masker yang masih sangat terbatas.
Usaha masker tersebut diharapkan dapat mendukung recovery pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam menghadapi masa resesi ini. Karena strategi utama untuk pemulihan perekonomian adalah melalui peningkatan belanja yaitu dengan menjaga konsumsi dan daya beli masyarakat akan barang atau jasa yang diproduksi tetap tinggi.