Oleh: Siti Elisah
Mahasiswi Universitas Nusa Putra Jurusan Akuntansi
Covid-19 yang saat ini terjadi di seluruh dunia mengakibatkan perekonomian dunia menjadi lumpuh, bahkan IMF menyebutkan bahwa akan ada kemungkinan ekonomi global itu tumbuh di minus 3 persen. Nah, kemudian apa yang menjadi penyebab covid-19 ini sangat berdampak pada perekonomian suatu Negara? Pertama, persebaran Covid-19 yang ditularkan melalui kontak fisik manusia, sehingga untuk menghindari penyebaran Covid-19 ini adalah dengan membatasi aktivitas yang berhubungan dengan kontak fisik antar manusia. Hal ini tentu menyebabkan pekerjaan bahkan seluruh industri harus terhenti.
Hal ini logis karena hampir seluruh aktivitas produksi itu melibatkan kontak fisik, sehingga ketika adanya Covid-19 ini masyarakat ‘dituntut’ untuk melakukan Social Distancing yang menyebabkan aktifitas produksi terganggu atau bahkan terhenti. Hal ini lah yang kemudian menjadi salah satu dampak terpuruknya ekonomi suatu negara dimana harus terhentinya produksi di hampir semua sektor industri atau menurunnya tingkat produksi karena tingkat permintaan pasar yang menurun.
Kedua, karena tingkat permintaan produk kepada perusahaan itu menurun, perusahaan kemudian “merumahkan” karyawannya untuk sementara waktu bahkan melakukan pemutusan kontrak kerja secara sepihak, sehingga angka pengangguran di beberapa negara meningkat. Ketiga, dibuatnya kebijakan dimana suatu negara membatasi akses keluar-masuk ke dan dari negara mereka sehingga tingkat ekspor dan impor menjadi turun. Itulah kenapa Covid-19 ini tidak hanya menjadi persoalan kesehatan saja tetapi juga menjadi persoalan ekonomi dimana banyak Negara yang kemudian mengalami resesi. Lalu apa itu resesi?
Menurut Wikipedia, resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto atau GDP menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih selama satu tahun. Adapun penyebab resesi adalah:
1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba, seperti Covid-19 yang mengguncang ekonomi dari segala sisi seperti sektor pariwisata, transportasi, ekspor, dll.
2. Utang yang berlebih, ketika terjadi suatu krisis atau pandemi biasanya ekonomi suatu Negara akan mengalami pelebaran defisit yang menyebabkan pemerintah harus meningkatkan utangnya.
3. Kehilangan kepercayaan, ketika guncangan ekonomi terjadi seperti Covid-19 ini banyak masyarakat yang kehilangan kepercayaannya untuk membelanjakan uangnya dan memilih untuk berhemat atau bahkan menabung sebagai bentuk antisipasi, padahal ketika uang tidak dibelanjakan maka peredaran uang di pasar akan makin sedikit.
4. Gelembung aset, ketika awal terjadinya suatu krisis banyak masyarakat yang “tertipu” dengan murahnya harga saham di bursa efek. Hal inilah yang menyebabkan mereka berbondong-bondong untuk ‘memborong’ saham dengan asumsi bahwa harga saham mereka akan naik, hingga akhirnya krisis itu terjadi dan gelembung aset itu pecah, seperti pada Great Depression 1929-1939. Pada saat krisis terjadi masyarakat akan melakukan selling panic tidak peduli apakah mereka akan rugi/untung.
Ketika terjadi resesi kita harus mengetahui apa saja dampak resesi yang akan kita rasakan nantinya, seperti:
1. Tingkat pengangguran meningkat, hal ini dikarenakan turunnya permintaan pasar yang menyebabkan perusahaan menurunkan tingkat produksi atau bahkan menghentikan kegiatan produksi secara total yang mengakibatkan perusahaan lebih memilih untuk mem-PHK karyawannya.
2. Penghasilan menurun, ketika terjadinya resesi perusahaan mungkin saja memotong gaji karyawannya untuk menekan biaya produksi sebagai dampak permintaan pasar yang menurun dan bahan baku yang naik.
3. Tingkat konsumsi, ketika penghasilan masyarakat menurun atau bahkan hilang masyarakat akan memperkecil tingkat konsumsinya dengan cara menghemat atau menabung.
Dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual pada selasa (22/9/20), Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III akan berada pada kisaran minus 2,9 persen sampai minus 1 persen.
“Negative territory kemungkinan akan terjadi pada kuartal III dan mungkin juga masih akan berlangsung untuk kuartal IV yang kita upayakan untuk bisa mendekati 0 atau positif” ujar Sri Mulyani. Selasa (22/9/20).
Sebelumnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II juga mengalami kontraksi minus 5,3%. Hal ini menyebabkan PDB pada semester 1 2020 tumbuh menjadi minus 1,26 persen. Begitupun dengan defisit APBN yang mengalami pelebaran minus 6,3 persen. Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2020 proyeksi Kementerian Keuangan adalah antara minus 1,7 persen sampai dengan 0,6 persen, angka ini melebar dari proyeksi sebelumnya yang hanya dikisaran minus 1,1 persen sampai dengan positif 0,2 persen. Sedangkan untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 diperkirakan antara 4,5 persen sampai dengan 5,5 persen dimana ini sudah sesuai dengan RUU RAPBN 2021. Jika proyeksi PDB pada kuartal III terjadi maka Indonesia secara resmi akan mengalamai resesi secara teknikal.
Dalam konferensi Pers tersebut ada beberapa indikator yang mempengaruhi PDB Indonesia. Pertama, pada kuartal III tingkat konsumsi rumah tangga berada pada minus 3 persen sampai minus 1,5 persen. Kedua, Investasi yang berada diantara minus 8,5 persen sampai minus 6,6 persen. Ketiga, Ekspor berada diantara minus 13,9 persen sampai minus 8,7 persen. Keempat, Impor berada pada kisaran minus 26,8 persen sampai minus 16,0 persen. Kelima, konsumsi pemerintah yang berada di zona positif yaitu berada di kisaran 9,8 persen sampai 17 persen. Jika kita perhatikan outlook proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 pada kuartal III ini, penyumbang terbesar dalam penurunan PDB adalah sektor Impor yang mencapai minus 26,8 persen
Resesi juga dapat disebabkan oleh inflasi, dimana laju inflasi pada bulan agustus menurun minus 0,05 persen (mtm) atau minus 1,32 persen (yoy) akibat dari melemahnya permintaan masyarakat terhadap pasokan yang melimpah. Pada semester 1 inflasi diproyeksi 3,1 persen (yoy) sedangkan pada agustus kemarin hanya mencapai minus 1,32 persen.
Ada beberapa negara di dunia yang saat ini mengalami resesi seperti Singapura, negara pertama di asia yang mengumumkan bahwa mereka mengalami resesi. Dimana pada kuartal I Singapura mengalami penurunan PDB minus 0,79 persen, di kuartal II PDB Singapura kembali mengalami pelebaran mencapai minus 42,9 persen (qtq) atau minus 13,9 persen (yoy) setelah sebelumnya mereka memproyeksi PDB pada kuartal II itu minus 41,2 persen (qtq). Salah satu penyebab turunnya PDB Singapura ini adalah karena kebijakan pemerintah Singapura untuk melakukan lockdown di beberapa daerah yang berimbas pada sektor ekonomi khususnya perdagangan dan pariwisata yang membuat perekonomian mereka jatuh. Resesi ini menjadi resesi pertama mereka sejak 2009 akibat krisis US Subprime Mortgage (2007-2009).
Korea Selatan, PDB Korea Selatan pada kuartal II minus 2,9 persen dan pada kuartal I tercatat minus 1,3 persen. Sektor ekspor menjadi sektor yang paling berpangaruh atas menurunnya PDB di Korea Selatan, dimana sektor ekspor mengalami penurunan sampai minus 16,6 persen dan merupakan penurunan terbesar sejak tahun 1963. Pemerintah Korea Selatan juga sudah mengeluarkan stimulus sebesar 277 triliun won untuk mengangkat sektor ekspor ini meskipun pada kenyataannya stimulus ini tetap tidak mampu memperbaiki sektor ekspor ini yang sangat bergantung kepada permintaan global.
Amerika Serikat, PDB AS pada kuartal I tercatat berada pada minus 0,3 persen (yoy) dan dikuartal II mengalami penurunan kembali yaitu minus 9,1 persen (yoy). Penurunan ini terjadi karena kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk melakukan lockdown di Amerika Serikat ketika perekonomian negara mereka baru saja pulih.
Meski begitu tidak semua negara mengalami resesi, karena pada kenyataanya ada negara-negara yang ‘kebal’ akan resisi ini seperti Vietnam yang pertumbuhan ekonominya pada kuartal I tumbuh sebesar 3,8 persen dan pada kuartal II PDB-nya berada dikisaran 0,04 persen, hal ini terjadi karena cepat tanggapnya pemerintah Vietnam dalam merespon dan mengatasi Covid-19. Selain Vietnam, negara yang awalnya menjadi epicenter Covid-19 yaitu China juga mampu terlepas dari bayang-bayang resesi karena pertumbuhan PDB-nya pada kuartal II berada di 3,2 persen meskipun pada kuartal I PDB mereka minus 6,2 persen, keoptimisan pemerintah China juga terlihat dari proyeksi PDB mereka pada kuartal III sebesar 5 persen, sikap optimis ini tidak lepas dari usaha pemerintah China yang memberikan berbagai stimulus-stimulus untuk sektor ekonomi yang terdampak Covid-19 ini.
Itulah tadi artikel saya mengenai INDONESIA DIAMBANG RESESI semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=AXphaRxa57I
https://id.wikipedia.org/wiki/Resesi
https://tirto.id/arti-resesi-ekonomi-penyebab-dampak-ciri-negara-yang-mengalami-f2ww