Oleh : netizen - [email protected]
Pandemi Covid-19 membawa banyak perubahan baru. Baik mendorong perubahan pada kebiasaan Masyarakat ketika menjalankan ritual keagamaan, sosial, budaya, bahkan pendidikan sekalipun. Namun, ada satu yang tidak berubah apakah itu? Yah, politik (dalam hal ini kekuasaan)!
Politik tetap tidak berubah akan selalu menarik dan diperebutkan oleh setiap orang atau kelompok yang mempunyai kepentingan di dalamnya. Entah apa yang membuat politik itu menarik. Tapi yang pasti ia akan selalu dijadikan jalan atau alat untuk dapat duduk di kursi kekuasaan.
Hal ini dibuktikan dengan banyak dan memanasnya persaingan di pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun ini. Padahal pilkada kali ini yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 sangat berbeda dan sangat bersejarah di negara kita.
Pasalnya, pilkada kali ini dilaksanakan secara serentak di 270 kabupaten / kota dan dilaksanakan di tengah keadaan bencana non alam (pandemi Covid-19) seperti ini. Kita ambil contoh, pilkada yang akan dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi.
Pilkada di kabupaten Sukabumi, diikuti oleh tiga calon bupati dan wakil bupati. Ada yang menarik di pilkada kabupaten Sukabumi ini, yaitu dengan mencalonkannya kembali petahana yaitu Marwan Hamami (bupati saat ini); dan Adjo Sarjono (wakil bupati saat ini) yang mendaftar sebagai calon bupati dengan pasangan yang berbeda.
Hal ini tentunya menunjukan bagaimana pola politik bisa berubah kapan saja. Rekan kerja atau teman yang dianggap loyal, dapat berubah menjadi lawan yang tangguh. Itulah politik tidak ada teman atau lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi.
Di kabupaten Sukabumi sendiri, dalam kurun waktu dua pilkada kebelakang; petahana selalu naik kembali ketampuk kekuasaan walaupun hal ini tidak menjamin akan terulang kembali, ditambah satu calon baru sebagai pesaing baru (Abu Bakar Sidik).
Tentunya, ketiga calon tersebut sudah mulai melancarkan strategi dalam memuluskan jalannya untuk duduk di kursi kabupaten Sukabumi satu. Misalnya, terlihat banyaknya baliho, bender, dan pamplet yang menunjukan profil dan "jargon" kampanyenya.
Dan sederet strategi "bawah tanah" lainnya yang dilancarkan oleh masing-masing calon. Ini hanya sedikit contoh dan hanya dari sudut pandang yang sempit. Tetapi setidaknya dapat menunjukkan betapa politik itu sangat menarik karena polanya yang dinamis, terkhusus di Kabupaten Sukabumi.
Namun, jangan sampai lupa! Politik praktis yang hanya memanfaatkan rakyat saat kampanye hanya menjadikan lumbung suara saja; itu tidak menarik, atau bahkan salah besar. Seharusnya dalam berpolitik, kesejahteraan rakyat lah yang harus dijadikan cita-cita dan kerja nyata ketika "sang calon" duduk di kursi kekuasaan. Bukan malah duduk sebagai pengkhianat.
Ingat! Pemenang punya seribu cara untuk menjalankan janji dan amanahnya. Sedangkan, pecundang punya seribu alasan untuk tidak menjalankan janji dan amanahnya.
Sekilas Tentang Penulis: Nama lengkap penulis yaitu Dzikri Hidayatullah. Lahir dua puluh tahun yang lalu, di Sukabumi. Sekarang ia sedang menempuh pedidikan di Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudin Banten, jurusan Hukum Tata Negara, semester tiga. Penulis sangat membutuhkan kritik di [email protected].