Pengamat Kepolisian Irjen Pol Purn Drs Sisno Adiwinoto MM (yang saat ini juga sebagai Waketum Ikatan Sarjana dan Profesi Kepolisian atau ISPPI dan Ketua Penasihat Ahli Kapolri), mengingatkan seluruh masyarakat, para pakar, praktisi hukum dan khususnya Polri sebagai Penegak Hukum yang juga harus turut serta dalam Pembinaan Hukum Nasional, agar pro-aktif memberi saran masukan, meluruskan dan ikut mengawal RUU KEJAKSAAN yang saat ini sedang dibahas di DPR RI.
Hal ini sangat perlu, karena bila dicermati rencana perubahan UU 16/2004 tentang Kejaksaan,sesuai RUU Kejaksaan yang ada, akan setback keposisi zaman RIB warisan kolonial Belanda dan sangat memiliki perubahan yang “besar dan luas “, yang erat kaitannya dengan ikewenangan “PENYIDIKAN LANJUTAN” yang akan dimiliki oleh Kejaksaan Agung.
Tentunya banyak kalangan, khususnya ISPPI mempertanyakan mengapa Rancangan perubahan UU 16/2004 yang muatan materinya banyak bertentangan dengan KUHAP dan tidak sinkron dengan TUPOKSI aparat hukum lainnya terutama Kewenangan Polri.
Seharusnya Polri diikutkan dalam tahap sinkronisasi dan pembahasan RUU tersebut oleh Pemerintah apakah Polri setuju dan muatan materinya sudah sejalan dengan UU 2/2002 tentang Polri?.
Dalam pasal 14(1) menyebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas pokok pasal 13 butir d, Polri bertugas antara lain “turut serta dalam pembinaan hukum nasional”. Oleh karena itulah dalam struktur Polri ada Divisi Hukum yang yang selalu dilibatkan dalam pembahasan konsep hukum nasional di pemerintahan, apalagi pembahasan UU yang ada terkait dengan Tupoksi dan Kewenangan Polri.
Ada pertanyaan yang menggelitik, Bagaimana bisa RUU Perubahan UU No. 16/2004 tentang Kejaksaan yang begitu "mengancam" Tupoksi POLRI di bidang penegakkan hukum sampai bisa lolos ke DPR RI tanpa melibatkan POLRI sebelumnya ?.
Kita mau menyalahkan Pemerintah kah, atau Polri perlu introspeksi diri atas kekurangan perhatian sehingga tidak bisa memonitor dan mengantisipasi hal tersebut bisa terjadi.
Ternyata RUU Perubahan UU 16/ 2004 , berasal dari usul inisiatif perorangan anggota DPR RI yang dibenarkan sesuai Undang-Undang dan Peraturan DPR RI.
Sekarang ini yang PALING PENTING adalah bagaimana nanti Tim Polri , dapat berargumentasi yang KUAT pada saat rapat intern Pemerintah dalam menyiapkan DIMnya. Kemudian dalam pembahasan di DPR RI semestinya Polri dan komponen masyarakat dapat memberi masukan, meluruskan dan mengawal DPR RI sehingga produk revisi UU tentang Kejaksaan tersebut benar-benar memenuhi harapan Pemerintah dan Masyarakat serta tidak bertentangan dengan konstitusi dan UU terkait dengan CRIMINAL JUSTICE SYSTEM(CJS).
Saat ini RUU KUHAP dan RUU KUHP, masih dalam proses di DPR RI yang tampaknya belum berlanjut dan bisa tuntas dalam waktu dekat.
Bila nantinya RUU Kejaksaan ini disetujui oleh DPR RI menjadi Undang-Undang,
maka “Kejaksaan Agung akan memiliki kewenangan yang sangat luas yaitu dapat melakukan penyidikan lanjutan; menyadap; menjadi pengacara negara tanpa perlu ijin lembaga yang berkepentingan; Jaksa sebagai penyidik, penuntut umum; pengacara negara tertinggi di NKRI; melakukan mediasi penal; intelijen penegakan hukum; dalam kepentingan penuntutan dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri , dsb.”
Sesungguhnya usulan perubahan Undang Undang yang berkaitan dengan penegakan hukum sebaiknya menunggu perubahan Undang Undang Hukum Acara terlebih dahulu.
Menurut hemat saya tidak tepat usulan perubahan Undang Undang tentang kewenangan dalam sistem peradilan pidana didahulukan daripada Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana yang seharusnya menjadi landasan daripada Undang Undang mengenai kewenangan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Dengan rencana revisi UU Kejaksaan yang mendahului RUU KUHAP dan KUHP sangat perlu diantisipasi, karena materinya jelas akan menghancurkan ruh KUHAP(UU No8/1981) sebagai Karya Agung bangsa Indonesia, terutama “kewenangan Kejaksaan dibidang penyidikan” yang sesungguhnya telah diatur dalam pasal 284(2) UU No8/1981, dinyatakan bahwa ”dua tahun setelah berlakunya UU KUHAP tersebut semua proses penyidikan dilakukan hanya oleh Polri dan PPNS”
Oleh kareba itu Pokok Masalah yang sangat perlu menjadi perhatian Pemerintah, Masyarakat dan Polri adalah jangan sampai RUU Kejaksaan tersebut berhasil memberikan wewenang yang lebih luas kepada Jaksa, khususnya dibidang penyidikan yang tidak sinkron dengan Konstitusi dan UU KUHAP, KUHP serta UU 2/2002 tentang POLRI.
Hal tersebut akan dapat mempengaruhi Revisi UU KUHAP dan KUHP yang akan diproses lebih belakangan.
Kita perlu memberi dukungan kepada DPR.RI dimana dalam acara ILC beberapa minggu lalu ada Anggota DPR.RI yang menyampaikan bahwa saat ini sedang ada revisi UU Kejaksaan, dan anggota DPR RI tersebut akan mengusulkan supaya Kejaksaan hanya berwenang dibidang penuntutan dalam CRIMINAL JASTICE SYSTEM (CJS).
Oleh karenanya Pemerintah dan Masyarakat perlu mengawal DPR RI agar wewenang kejaksaan sejalan dengan konstitusi antara lain yang terkait dengan Hak Prerogatif Presiden(Grasi, Amnesti, “Abolisi” dan Rehabilitasi); KUHAP; KUHP dan UU POLRI.
Diharapkan Pemerintah dan Parpol di DPR.RI serta komunitas hukum lainnya dapat melakukan hal-hal yang dibutuhkan dalam rangka menjaga keberadaan dan eksistensi TUPOKSI serta Kewenangan ”Polri sebagai Penyidik Tunggal dan Jaksa sebagai Penuntut Umum” pada masa kini dan kedepan guna menghadapi perubahan dalam konteks Politik Global, Regional dan Nasional.
Semoga bermanfaat. Aamiin.
Jkt, 7 Sept 2020.
Salam Sehat dan Tetap Semangat.
IJP. Purn Drs Sisno Adiwinoto MM.i