Oleh: Irjen Pol (Purn) Drs Sisno Adiwinoto MM
(Ketua Penasihat Ahli Kapolri/Pengamat Kepolisian/Waketum ISPPI)
Bahwa NKRI adalah Negara Hukum, dan untuk menjadikan negara hukum yang kuat dan kokoh adalah menjadi suatu keniscayaan bahwa hukum yang berlaku sesuai TAP MPR III TAHUN 2000 dan UU NO 12 TAHUN 2011 wajib ditegakkan, dengan tetap menjunjung tinggi Hak dan Kewajiban Konstitusi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam pasal 28, 28a sampai dengan pasal 28j UUD 1945.
Bahwa Penegakkan hukum yang baik, benar dan adil dapat diwujudkan apabila:
- hukum atau ketentuan perundang-undangannya baik,
- aparat penegak hukumnya ( polisi, jaksa, hakim dan advokat - nya) baik dan profesional,
- budaya kepatuhan dan ketaatan atau ketahanan hukum masyarakat secara indidividu maupun lembaganya tinggi.
Bahwa Perlu kita berikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada semua aparat penegak hukum dan masyarakat yang telah mengambil langkah dan tindakan yang baik dan benar dalam rangka penegakkan hukum demi tegaknya negara hukum dan terwujudnya NKRI HARGA MATI
Saat ini sedang terjadi ujian terhadap pelaksanaan penegakan hukum akibat ulah oknum aparat yang tidak bertanggung jawab. Sementara sedang dilakukan proses penindakan terhadap oknum aparat tersebut, polemik fitnah dan ghibah juga pendeskreditan kepercayaan, kewibawaan dan kredibilitas aparat terus berlangsung.
Komentar dan tuduhan Neta S Pene (NP) dari IPW sangat berlebihan. tidak proporsional dan cenderung tendensius. Hal tersebut dikarenakan NP sebagai “Police Watch” tidak memahami tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur (PPOP) atau Organisasi Tata cara Kerja Kepolisian (OTK) dan manajemen kepolisian, sehingga tidak memahami pula tentang Delegasi Kewenangan (Delegation Authority), Rantai Komando (Chain of Command) dan Rentang Kendali (Span of Control) serta pemahaman teori tentang Kekuasaan dan Kewenangan (Power and Authority) yang dimiliki kepolisian.
Tuduhan NP yang sudah ditimpakan kepada lembaga Polri akan segera terbukti keliru besar karena hal tersebut merupakan kesalahan oknum, dimana surat yang dibuat oleh Brigjen PU akan terbukti surat palsu (aspal) karena berisi tentang keadaan palsu terkait penyebutan Djoko Tjandra (DT) sebagai Konsultan yang tidak pernah ada surat keputusan pengangkatan DT sebagai konsultan dan dalam proses pembuatannya tanpa dasar serta tidak ada otentifikasi.
NP meminta Kapolri mundur dan Kabareskrim Polri dicopot bahkan ikut menyandera Presiden Jokowi untuk menindak tegas institusi kepolisian RI, cenderung mengundang kerawanan nasional tanpa mengedepankan Azas Praduga Tak Bersalah (presumption of innocent).
Polri semestinya menjawab tudingan NP bahwa NP sengaja merusak lembaga Polri dengan tuduhan yang tidak benar. Hal ini dapat membuka peluang bagi para pihak yang biasa mengail di air keruh mendapatkan kesempatan besar untuk menggoyang legitimasi pemerintah yang sah dan dapat menggiring opini publik sehingga berkembang menjadi area konflik politik yang akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah khususnya Polri.
Instansi kepolisian berpotensi kehilangan legitimasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai salah satu lembaga penegak hukum dan mengawal serta menjaga keamanan nasional.
IPW sudah tidak proposional dan tidak objektif dalam menganalisis kasus ini. Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP) semestinya melakukan audit standarisasi profesi kepada IPW sehingga IPW memiliki standar analisis yang mempunyai bobot proporsional dan professional serta bisa mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang bukan hanya memperbesar masalah tetapi memberikan solusi pemecahan terhadap masalah yang ada.
IPW juga terlalu melebih-lebihkan masalah yang sebenarnya merupakan ranah etika dan kesalahan administrasi untuk kemudian dikampanyekan secara politis menjadi permufakatan jahat para petinggi kepolisian.
Semua tuduhan tersebut sangat keji, tanpa fakta2 yang dapat dipertanghung jawabkan dan berpotensi merusak kondisi keamanan Indonesia yang selama ini sudah sangat kondusif.
Tuduhan permufakatan jahat terhadap para petinggi Polri dalam kasus pemberian surat jalan yang dibuat oleh oknum aparat untuk DT ke Kalimantan Barat, terlalu sarat muatan politisnya karena secara normatif surat jalan tersebut tidak bisa serta merta menjadi bukti yang sah untuk menuding institusi Polri melakukan permufakatan jahat dalam bentuk konspirasi tanpa dibuktikan melalui hasil penyelidikan dan penyidikan yang sah.
Tuduhan NP sangat serius, tetapi tidak cukup bukti, dan berpotensi memicu kebencian masyarakat yang dapat menimbulkan ancaman gangguan keamanan yang signifikan karena menurunnya kepercayaan masyarakat kepada Polri.
Publik belum mengetahui tentang keaslian dan kebenaran surat NP kepada Polri yang dituduh memberikan "karpet merah" pada koruptor kakap DT dan dengan vulgarnya NP seolah-olah menjustifikasi kasus yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum ini sebagai kasus yg melibatkan lembaga Polri secara keseluruhan.
NP hanya menunjukan surat jalan tersebut tetapi tidak menunjukan secara lengkap dan terbuka bagaimana kaitan dan indikasi terjadinya permufakatan jahat yang dilakukan oleh oknum Perwira Polri.
Diharapkan Satgas Polri bekerja keras utk mengungkap kasus ini secara tuntas kepada semua oknum-oknum aparat penegak hukum yang terlibat.
Disini NP sangat jelas telah membangun narasi yang tidak lengkap, bukti awal yang belum diverifikasi, dan dengan data yang masih mentah, tetapi langsung membangun opini publik bahwa telah terjadi permufakatan jahat oleh Polri secara kelembagaan karena tuduhannya melibatkan petinggi-petinggi Polri sebagai atasan para oknum Polri yang terlibat. Ini sebagai salah satu akibat kurangnya pengetahuan NP terhadap PPOP, OTK dan manajemen kepolisian.
NP bukan saja menuduh institusi Polri, tetapi juga institusi negara yang lain, seperti kejaksaan, imigrasi kemenkumham dan dukcapil kemendagri telah melakukan konspirasi jahat.
Narasi opini publik yang dibangun secara tendensius oleh NP hanya bertopang pada bukti surat jalan, surat keterangan dari dokkes tentang bebas covid-19 dan foto selfie. Hal ini merupakan tuduhan bagi institusi negara yang memiliki akibat hukum yang sangat serius serta harus dipertanggung jawabkan oleh NP apabila tuduhannya tidak dapat dibuktikan secara hukum.
Tuduhan ini sangat tendensius, spekulatif, tidak didukung bukti yang kuat yang sudah diverifikasi, sangat liar, menggeneralisasi suatu perbuatan yang hanya dilakukan oleh oknum menjadi tuduhan yang sepertinya dilakukan oleh institusi. Dalam hal ini terlihat jelas adanya konspirasi yang sangat meragukan logika sehat publik.
Apa yang dilakukan NP dan IPW melalui pernyataan terbuka kepada publik sangat berpotensi mendelegitimasikan kredibilitas lembaga Polri dan menurunkan moral anggota polri secara umum.
Agar marwah institusi kepolisian tidak dirusak lebih jauh oleh tuduhan NP, semestinya pimpinan Polri perlu mengambil langkah pro-aktif melakukan investigasi internal dan juga melakukan klarifikasi atas tuduhan NP sekaligus mengambil langkah2 hukum apabila terbukti bahwa NP dan IPW telah melakukan suatu rekayasa politis yang serius kepada prrsonil Polri dan Lembaga Polri.
Jakarta, 19 Juli 2020